Tuesday, April 12, 2016

ILMU TAUHID



Penulis : Rahmad Fitriyanto
 

A.    Latar Belakang
Ilmu tauhid merupakan ilmu yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Berbicara mengenai ilmu tauhid maka kita tidak akan lepas dari keEsaan Alloh SWT. Ilmu tauhid membahas tentang keEsaan Alloh SWT. Ilmu tauhid merupakan induk darin semua ilmu. Interkoneksi antara disiplin ilmu tauhid dengan disiplin ilmu lain terutama ilmu filsafat hamper sama. Sebagai contoh, dalam membicarakan Tuhan dalam ilmu tauhid maka telah melibatkan metafisika sebagai disiplin filsafat, jika membicarakan wahyu sebagai sumberkebenaran tauhid, maka telah melibatkan epistimologi sebagai disiplin filsafat.
Oleh karena sangat pentingnya ilmu tauhid, maka makalah ini kami susun untuk menguraikan secara ringkas mengenai ilmu tauhid.




 
BAB II
PEMBAHASAN


A.                PENGERTIAN TAUHID
            Tauhid secara estimologis berasal dari kata wahhada yuwahhidu tauhiidan yang berarti menjadikannya esa. Mentauhidkan Allah SWT berarti menjadikan, mengakui dan meyakini bahwa Allah SWT itu Esa. Sedangkan ilmu Tauhid berarti ilmu yang membahas mengenai bagaiman acara mengetahui, menjadikan, mengakui, dan meyakini bahwa Allah SWT itu Esa.
            Secara terminologis, banyak ulama yang telah membahas dan mmendefinisikan Ilmu Tauhid. Di antaranya adalah:
a.       M. Yusuf musa mendefinisikan Ilmu tauhid sebagai ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan Yang Esa, Yang tidak ada sekutu bagi-Nya, baik zat, sifat maupun perbuatan-Nya, Yang mengutus utusan-urusan untuk memberi petunjuk kepada alam dan manusia kepada jalan kebaikan, Yang meminta pertanggungjawaban seseorang di akhirat dan memberikan balasan kepadanya atas apa yang telah diperbuatnya.
b.      Muhammad Abduh menyatakan bahwa Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan, sifat-sifat yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang boleh pada-Nya, sifat-sifat yang tidak boleh ada pada-Nya, membicarakan tentang Rasul-rasul  Allah SWT untuk menetapkan keutusan mereka dan sifat-sifat yang bolehj dipertautkan kepada mereka dan sifat-sifat yang tidak mungkin terdapat pada mereka.
c.       Muhammad bin Jasat al-Tharabulisy menyatakan bahwa ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas tentang kepercayaan atau akidah agama islam dengan dalil-dalil yang meyakinkan.
d.      Ibrahim bin Sa’dullah dalm kitabnya Idlah al Dalil fi Qitha’i Chiojaji Ahli al-Ta’thil menjelaskan bahwa ilmu tauhid adalah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui apa yang wajib ada pada-Nya dan apa yang mustahil ada pada-Nya, dan segala sesuatu yang terkait dengan rukun iman yang enam.
Dari berbagai definisi diatas dapat diambil pengertian bahwa ilimu tauhid adalah ilmu yang membahas mengenai wujud Allah SWT dan segala yang bertalian dengan-Nya berdasarkan dalil-dalil yang meyakinkan, agar supaya dengan ilmu tersebut manusia dapat men-tauhid-kan Allah SWT.
Dalam istilah arab, ada beberapa padanan yang biasa digunakan untuk menyebut Ilmu Tauhid. Di antaranya adalah Ilmu Kalam, yakni ilmu yang membahas tentang dzat dan sifat Allah SWT serta segala hal yanbg mungkin berdasarkan ajaran islam (Al-Qur’an dan Hadits) dalam kerangka logika dan filsafat. Dinamakan demikian karena fokus penbicaraannya tentang firman Tuhan (kalam Allah), apakah hal itu azali atau non azali. Sedangkan Ibnu Khaldun menyatakan bahwa Ilmu Kalam adalah ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakandalil-dalil fikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-keoercayaan aliran golongan salaf dan ahli sunnah.
Ilmu tauhid juga disebut sebagai ilmual ‘Aqaid karena fokus pembicaraannya adalah tentang kepercayaan atau keimanan atau credos. Dan juga ilmu tauhid disebut ilmu ushuluddin karena membahas tentang dasar-dasar kepercayaan agama, dengan menggunakan dasar-dasar nalar yang bisa mengantarkan manusia untuk membangun aqidahnya didalam akal pikirannya.
Hal pertama dan yang paling dasar harus dipercayai dalam agama adalah Tuhan. Dalam istilah modern, ilmu yang membahas mengenai Tuhan disebut teologi, yang dalam islam disebut Teologi Islam. Theology berasal dari kata theos yang berarti Tuhan dan logos yang berarti ilmu. Jadi theology berarti ilmu tentang membahas Tuhan atau Ketuhanan. Teologi membahas tentang ajaran-ajaran dasar yang harus diyakini dan dipercayai dari suatu agama, yakni Tuhan. Sedangkan Teologi islam adalah ilmu yang membahas tentang Tuhan(allah) sebagai hal yang paling dasar dan utama harus dipercayai. Oleh karenanya ilmu ini juga disebut ilmu ‘aqaid.
      Jika kita memperhatikan istilah tauhid yang memiliki makna menjadikannya esa, dan jika hal ini dikaitkan dengan objeknya yaitu manusia yang diperintahkan oleh Allah agar mengEsakan-Nya, maka dalam perintah pemahaman bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk tidak meng-Esa-kan-Nya, sehingga perlu perintah untuk mentauhidkan Allah. Manusia dikatakan men-tauhid-kan allah apabila manusia bisa mengetahui dan menyatukan bahwa semua kekuatan yang ada di alam semesta ini bersumber dari Allah. Kekuatan segala sesuatu sangat terbatas, dan semua itu pun dari Allah, sedangkan  kekuatan Allah adalah mutlak tak terbatas dan merupakan sumber dari segala kekuatan yang ada di alam semesta ini. Hal inilah yang ditunjukkan Al-Qur’an dan Hadits. Tanpa adanya petunjuk dan rambu-rambu berupa Al-Qur’an maupun al-Hadits, manusia cenderung lupa dan tidak men-yauhid-kan-Nya karena akal manusia terbatas dan jika tidak didukung oleh petunjuk dari Allah, manusia kesulitan untuk bisa men-tauhid-kan Allah.
Hasan Hanafi menyatakan bahwa tauhid bisa sebagai ilmu (pengetahuan, teori) dan juga amal (tindakan). Ilmu tauhid adalah dasar teoritis bagi adanya tindakan tauhid(‘amal al-tauhid), sedangkan tindakan tauhid (‘amal al-tauhid) adalah penyatuan perasaan (tauhid al-mujtama’), kemudian penyatuan alam semesta (tauhid al-‘alam) dalam satu sistem, yaitu sistem wahyu nizham al-wahyi). Ini berarti bahwa untuk bisa men-tauhid-kan Allah, manusia harus berusaha memahami dan mengetahui dengan kemampuan akal yang telah diberikan oleh Allah kepadanya tanda-tanda Allah, baik berupa ayat-ayat Qur’aniyyah maupun Kauniyyah.

B.  OBJEK KAJIAN DAN FUNGSI ILMU TAUHID
Objek kajian ilmu tauhid adalah Allah dan segala sesuatu yang terkait dengan-Nya, baik dzat, sifat, maupun perbuatan Allah, segala yang wajib ada pada-Nya dan segala yang mustahil ada pada-Nya, dan segala hal yang diciptakan oleh Allah.


Tujuan mempelajari ilmu tauhid adalah agar supaya dengan ilmu tersebut manusia bisa mengetahui Allah (ma’rifatullah) dengan segala hal yang wajib ada padanya dan yang mustahil ada pada-Nya, kemudian bisa membenarkan-Nya (tashdiquhu), dan kemudian mengEsakan-Nya (tauhidullah)


C.  AKAL DAN WAHYU

            Akal dan wahyu dalam ilmu Teologi digunakan untuk mendapatkan pengetahuan mengenai ke-Tuhanan dan kewajian manusia terhadap-Nya.Akal, sebagai daya berfikir yang ada dalam diri manusia, berusaha keras untuk sampai kepada diri Tuhandan  wahyu sebagai pengkhabaran dari alam metafisika yang turun kepada manusia dengan keterangan-keterangan tentang Tuhan dan kewajiban-kewaiban manusia terhadap-Nya.
            Dalam buku-buku klasik tentang ilmu kalam persoalan akal dan wahyu ini dihubungkan dalam dua masalah pokok yang masing-masing bercabang dua, yaitu:
1.      Masalah mengenai Tuhan
a.       Mengetahui Tuhan dan
b.      Kewajiban mengetahui Tuhan
2.      Mengenai persoalan baik dan buruk.
a.       Mengetahui baik dan jahat dan
b.      Kewajiban mengerjakan perbuatan yang baik dan kewajiban menjauhi perbuatan jahat.
            Polemik yang terjadi antara aliran-aliran teologi islam yang bersangkutan ialah yang manakah di antara ke empat masalah itu yang dapat diperoleh melalui akal dan yang mana melalui wahyu ?masing-masing aliran memberikan jawaban yang berlainan.
1.)     Mu’tazilah
Berpendapat bahwa segala pengetahuan dapat diperoleh melalui akal dan kewajiban-kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam.Dengan demikian berterimakasih kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu adalah wajib. Baik dan buruk wajib diketahui melalui akal demikian pula mengerjakan yang baik dan menjauhi yang jahat adalah pula wajib.(hal.80)
Dalam hubungan ini Abu al-Huzail dengan tegas mengatakan bahwa sebelum turunnya wahyu, orang telah berkewajiban mengetahui Tuhan dan jika ia tidak berterimakasih kepada Tuhan, orang sedemikian akan mendapat hukuman. Baik dan jahat menurutnya juga dapat diketehui melalui perantara akal.(ibid.,81)
Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa, jawaban kaum mu’tazilah atas pertanyaan di atas adalah “ke empat masalah pokok itu dapat diketahui oleh akal”.



2.)    Asy-ariah
Aliran ini menolak sebagian besar dari pendapat mu’tazilah di atas.Dalam pendapatnya segala kewajiban manusia hanya dapat diketahui dengan wahyu.Akal tak dapat membuat sesuatu menjadi wajib dan tak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah wajib bagi manusia.Betul akal dapat mengetahui Tuhan, tetapi wahyulah yang mewajibkan orang mengetahui Tuhan dan berterimakasih kepada-Nyya. Juga dengan wahyulah dapat diketahui bahwa yang patuh kepada Tuhan akan mendapat upah dan yang tidak patuh kepada-Nya akan mendapat hukuman.(ibid.,82)
Selanjutnya, penjelasannya dapat dicari dalam keterangan para pengikutnya, salah satunya adalh Al-Ghazaliyang berpendapat bahwa akal tak dapat membawa kewajban-kewajiban bagi manusia, kewajiban-kewajiban ditentukn oleh wahyu.Dengan demikian kewajiban mengetahui Tuhan dan kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang jahat hanya dapat diketahui dengan perantaraan wahyu. Mengenai soal baik dan jahat ia menerangkan bahwa suatu dikatakn baik, jika perbuatan itu sesuai dengan tujuan si pembuat di masa depan (akhirat), dan disebut buruk jika tidak sesuai dengan tujuan si pembuat yang berlawanan dengan perbuatan yang baik. Adapun soal mengenai Tuhan, uraian Al-Gazali bahwa wujud Tuhandapat diketahui dengan pemikiran tentang alam yang berifat dijadikan dalam artian dapat diketahui melalui akal.
 Hal di atas diperkuat dengan keterangan Al-Gazali selanjutnya bahwa obyek pengetahuan itu terbagi tiga, yaitu:
1.      Ada yang dapat diketahui dengan akal saja
2.      Ada yang dapat diketahui degan wahyu saja dan
3.      Ada yang dapat diketahui  dengan akal dan wahyu.(hal., 83 dst)

Dari kutipan-kutipan di atas  dapat disimpulkan bahwa menurut pendapat al-Asy’ariah akal tak mampu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban manusia. Untuk itulah wahyu diperlukan.Akal dalam pada itu hanya dapat mengetahui wujud Tuhan.Untukketigasoal yang lainnya diperukan wahyu karena akal saja tak cukup untuk mengetahuinya.

3.)    Al-Maturidi,
Al-Maturidi bertentangan dengan pendirian Asy-ariah tetapi sepaham dengan Mu’tazilah, juga berpendapat bahwa akal dapat mengetahui kewajian manusia berterimakasih kepada Tuhan, dengan demikian bagi al-Maturudi akal dapat mengetahui tiga persoalan pokok, sedang yang satu lagi yaitu kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang buruk dapat diketahui hanya melalui wahyu.(ibid., 87 dst.)
Paham di atas dapat diterima oleh para pengikutnya di Samarkand, tapi pengikutnya di Bukhara mempunyai sedikit paham yang berbeda mngenai persoalan kewajiban pada Tuhan.Dalam paham mereka akal tidak mampu menentukan kewajiban, akal hanya mampu mengetahui sebab kewajiban.Akibat dari pendapat demikian ialah bahwa mengetahui Tuhan dalam arti berterimakasih kepada Tuhan, sebelum turunnya wahyu tidak wajib bagi manusia.Alim ulama Bukhara, kata Abu Uzbah berpendapat bahwa sebelum adanya rasul-rasul, percaya kepada Tuhan tidaklah diwajibkan dan tidak percaya kepada Tuhan bukanlah merupakan dosa. Pendapat serupa juga diungkapkan al-Bazdawi dalam memmberi  komentar terhadap ayat :

Ia mengatakan bahwa menurut ayat ini kewajiban-kewajiban belum ada sebelum pengiriman rasul-rasul dan dengan demikian percaya kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu tidaklah wajib karena kewajiban-kewajiban hanya ditentukan oleh Tuhan dan ketentuan-ketentuan Tuhan itu tak dapat diketahui kecuali melalui wahyu.(ibid., 90 dst.)
Dari ke tiga aliran di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Mu’tazilah memberikan daya besar kepada akal.Maturidiah Samarkand memberikan daya yang kurang besar dari Mu’tazilah dan Asy-Arialah yang memberikan daya terkecil pada akal karena lebih memproritaskan pada fungsi wahyu.

Fungsi Wahyu
            Mengenai soal fungsi wahyu terdapat beberapa pendapat dari para ahli dan golongan, diantarana:
1.       Mu’tazilah
Wahyu bagi kaum Mu’tazilah mempunyai fungsi memberi penjelaasan tentang perincian hukuman dan upah yang akan diterima manusia di akhirat, wahyu mempunai fungsi konfirmasi dan informasi, memperkuat apa-apa yang telah diketahui akal dan menerangkan apa-apa yang belum diktahui akal, berarti menyempurnakan pengetahuan yang telah diperoleh oleh akal. Jadi tidaklah selamanya wahyu yang menentukan apa yang baik dan apa yang buruk, karena akal bagi Mu'tazil’h dapat mengetahui sebahagian dari yang baik dan sebahagian dari yang buruk.(hal., 98 dst.)

2.      Al-Khayyat
Memberi fungsi lain selain fungsi yang di atas. Rasul-rasul di kirim untuk menguji manusia, dalam arti siapa yang patuh kepada Tuhan dan siapa yang tidak patuh kepada Tuhan. Tuhan telah menunjukkan jalan ke surga dan jalan ke neraka, dan terserah kepada manusia jalan mana yang akan mereka lalui nantinya.(ibid., 99.)

3.      Al-Syahrastani
Disebutkan oleh al-Syahrastani, fungsi wahyu ialah mengingatkan manusia akan kelalaian mereka dan memperpendek jalan untuk mengetahui Tuhan.(ibid.,99.)

4.      Asy-ariah
Wahyu bagi mereka mempunyai fungsi yang banyak sekali.Wahyu boleh dikata menentukan segala hal. Sekiranya wahyu tak ada, manusia akan bebas berubat apa saja yang dikehendakinya, dan sebagai akibatnya masyarakat akan berada dalam kekacauan. Wahyu perlu untuk mengatur manusia dan memberi tuntunan kepada manusia untuk mengatur hidupnya di dunia.(ibid., 100)

5.      Maturidiah
            Bagi cabang Samarkand, berpendapat yang lebih kurangnya sama dengan pendapat pada wahyu dalam faham Bukhara. Wahyu bagi golongan pertama perlu hanya untuk mengetahui kewajiban tentang baik dan buruk, sedang dalam pendapat golongan ke dua, wahyu perlu untuk mengtahui kewajiban-kewajiban manusia.(ibid.,101.)
            Sebagai kesimpulan dari uaraian mengenai fungsi wahyu ini, dapat dikatakan bahwa wahyu mempunai kedudukan terpenting dalam aliran As-ariah dan fungsi terkecil dalam paham Mu’tazilah.Akal, dalam usaha memperoleh pengetahuan, bertindak atas usaha dan daya sendiri dan dengan demikian menggambarakan kemerdekaan dan kekuasaan manusia.Wahyu sebaliknya, menggambarkan kelemahan manusia, karena wahyu diturunkan Tuhan untuk mnolong manusia memperoleh pengetahuan-pengetahuan.




D. SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU TAUHID

1.‘Alam Tauhid Dari Zaman Nabi Adam Hingga Nabi Nuh A.S
Adam mengajarkan tauhid yang khalis murni kepada anak cucunya. Merekapun tunduk kepada ajaran adam yang meng-esakan Alloh SWT.
Setelah adam wafat, banyak lagi nabi-nabi yang dibangkitkan ganti berganti, untuk menuntun dan memimpin umat. Karena fitrah manusia yang suka dipimpin dan diatur, jika pemimpinnya sudah tidak ada lagi atau wafat, maka kehilangan pemimpin itu mengakibatkan penyimpangan-penyimpangan dari jalan yang lurus dari ajarn semula, menjadi keadaan yang kacau balau. Semenjak adam wafat semuanya kocar-kacir tidak berketentua, untuk mengatasi itu Allah mengutus pula seorang nabi yang akan mengatur dan memimpin umat manusia. Dan yang diutus ialah nabi nuh.
Dialah sebagai bapak atau nenek moyang yang kedua. Dialah pemimpin dan pengatur manusia setelah kehidupannya porak poranda setelah sepeninggalnya nabi adam.
Sebelum nabi nuh ini ada pula nabi-nabi yang tugasnya sama yaitu meneruskan ajaran nabi adam a.s.
Setelah nabi nuh wafat ummat kehilangan pemimpin pula dan kacaulah kembali sehingga datangilah utusan Allah yang bernama nabi ibrahim  a.s. nabi ibrahim selain mengajarkan dan memimpin ketauhidan juga membawa dan mengajarkan syariah yang diantaranya disyariahkan dalam agama yang dibawa nabi muhammad sebagai bukti adanya hubungan yang erat antara syariah nabiibrahim dan syariah nabi muhammad.
Diantara nabi ibrahim dan nabi muhammad banyak sekali nabi-nabi yang diutus Allah untuk mengemban ketauhidan umat manusia dintaranya: nabi musa dan nabi isa.




2. Alam Tauhid Dizaman Nabi Muhammad Hingga Sekarang.
Kerosulan nabi muhammad adalah untuk engembalikan dan memimpin umat kepada tauhid dan mengakui keesaan Allah dengan ikhlas dan semurni-murninya sebagai yang dibawa dan diajarkan oleh nabi ibrahi terdahulu. Tauhid yang diajarkan oleh nabi muhammad ini adalah sebagai yang digariskan dalam al qur’an dan al hadis.
Karena segala sifat-sifat Allah terkandung dalam alquran maka tidak pernah orang-orang dimasa tu menanyakan sifa-sifat Allah kepada nabi. Mereka hanya menanyakn soal ibadah ( sembahyang, haji, puasa dan lain-lain).
Tidak terdapat dalam hadis atau astar-astar yang membuktikan diantara sahabat yang menyelidiki kepada rosul tentang sifat-sifat Allah dan kedudukan sifat-sifat Allah  adalah sifat zat atau sifat fi’il. Adapun kaum muslimin yang tetap murni ketauhidannya bangun menentang pendapat jaham dan menyatakan bahwa pendapat itu sesat. Beberapa tokoh tampil dan menyangkal pendapat jaham ibnu shafwan itu.
Dikala ulama-ulam itu sibuk membicarakan dalil untuk menolak pendapat jaham tiba-tiba timbul pula suatualiran yang bernama mutazilah yang dicetus oleh washil ibnu khata’.

3. Tauhid Dan Filsafat
Sejak akhir pemerintahan umayah dunia islam mulai jebol kemasukan kebudayaan-kebudayaan asing yang datang dari persia, yunani, india dan sebagainya. Diakala pemerintahan abbasiyah yaitu masa khalifah makamun umat islam telah sampai kepuncak ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang tinggi.
Segala kitab-kitab ilmu pengetahuan kebudayaan dan falsfah terutama yang datang dari yunani semuanya diterjemahkan kedalam bahasa arab. Ilmu logika adalah pertama kali yang diterjemahkan kedalam bahasa arab.
Dan sejak masuknya kebudayaan-kebudayaan asing itu lahirlah perbedaan-perbedaan pandangan dalam ilmu tauhid. Dimasa itu pulalah timbul golongan-golongan : jahamiyah, karamiyah, murjiyah, khawarij, dan muktazilah.
Akan tetapi dizaman khalifah makamun semua aliran-aliran itu boleh dikatakan lenyap  begitu pula ahli sunah waljamaah. Muktazalahlah yang subur hidupnya sebab disokong dan dilindungi oleh khalifah makmun.
Setelah khalifah makmun wafat dibawah khalifah-khalifah penggantinya mulai timbul kembali aliran-aliran yang dahulunya tertekan dan tak berpengaruh. Muktazilah tidak mendapat lindungan-lindungan dan pembelaan lagi bahkan mengalami serangan-serangan dan kemunduran.
Dimasa itulah timbul mazhab yang hanya berpegang pada hadis-hadis rosul saja yang dinamakan hadis muhadistin. Golongan muktazilah mengalami kemunduran.
Di masa itulah timbul mazhab yang berpegang kepada hadis rosul saja yang dinamakan mazhab muhadistin. Golongan muktazilah terus menerus mengalami kemunduran sehingga muncul seorang pemimpin dari golongan ahli sunah waljamaah yang bernama imam asy ‘ari.

4.Sejarah Tauhid
Tauhid artinya mengenal allah , mengetahui dan meyakini bahwa allah itu tunggal tidak ada sekutunya. Sejarah menunjukan bahwa pengertian manusia  terhadap tauhid itu sudah tua sekali, yaitu sejak diutusnya anak adam kepada anak cucunya.
Demikianlah nabi adam dan nabi-nabi yang datang sesudahnya yaitu:idris, syis, nuh, ibrahim dan lain-lain hingga yang terakhir yaitu nabi muhammad.
Diantara nabi-nabi yang 25 itu ada 5 orang yang mendapat julukan ulul azmi yaitu: muhammad, ibrahim, musa, isa dan nuh. Semua nibi-nabi itu mengajar dan memimpin umat untuk meyakinkan bahwa yang menjadikan alam atau pencipta alam semesta ini adalah tunggal esa yaitu Allah swt.
Demikianlah adanya suatu garis lurus sejak nabi adam sampai kepada nabi muhammad, yang meyakini dan mempercayai suatu keyakinan dan kepercayaan yang tunggal tentang sifat dn zat pencipta alam Allah Swt.


E. ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU TAUHID

1.                  Aliran Khawarij
Kata “Khawarij” dalah jamak dari kata “kharij” yang artinya “orang yang keluar”. Pengertian yang lazim yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kaum atau golongn yang keluar dari pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib. Sikap oposisi aliran ini terhadap pemerintahan Ali Ibn Abi Thalib adalah didasarkan kepada ketidaksetujuan mereka kepada perdamaian atau perundingan yang dilakukan kepada Ali, di satu pihak kepada mu’awiyah, dipihak lain yang jelas-jelas hasil perundingan itu, sangat merugikan pihak Ali. Sebab merupakan penipuan yang diperbuat oleh delegasi yang diutus oleh muawiayh dalam perundingan itu.
Pemimpin aliran Khawarij ini pada mulanya adalah Abadullah ibn Wahhab Arrasy yang ditetapkan dalam satu permusyawaratan pada tahun 37 H (658 M). Oleh karena mereka keluar dari pemerintahan Ali Ibn Abi Thalib, maka khalifah Ali pun memerintahkan agar Aliran Khawarij ini diperangi, yang kemudian terjadilah peperangan diantara keduanya.

Faham aliran Khawarij
·                     mengerjakan dosa besar adalah mengakibatkan seorang Muslim menjadi kafir
·                     tidak mengakui adanya hak manusia untuk mengatur atau memimpin ummat Islam
·                     Tidak mengakui kekuasaan “Khulafa al-Rasyidin” (khalifah Abu bakar, Umar, Usman dan Ali) dan tidak mengakui mu’awiyah sebagai khalifah. Begitu pula dengan khalifah-khalifah lainnya. [1] 




2.                  Aliran Mur’jiah
 Mur’jiah memberikan pengertian “menangguhkan hukum perbuatan seseorang sampai dihadapan Allah Swt”. Golongan ini berpendapat bahwa muslim yang berbuat dosa besar tidak dihukumkan kafir, tetap mukmin. Mengenai dosa besar yang dilakukannya, diserahkan kepada keputusan Allah nanti. Allah bisa mengampuni dosa itu, bisa pula tidak. Semuanya merupakan urusan Allah Swt. Dengan demikian, muslim yang berdosa besar masih mempunyai harapan mendapatkan ampunan Allah Swt.

Hal-hal yang melatarbelakangi kehadiran Mur’jiah antara lain;
·           Adanya perbedaan pendapat antara orang-orang Syi’ah dan Khawarij; mengkafirkan pihak-pihak yang ingin merebut kekuasaan Ali dan mengkafirkan orang yang terlihat dan menyetujui tahkim dalam perang Shiffin.
·           Adanya pendapat yang menyalahkan Aisyah dan kawan-kawan, yang menyebabkan terjadainya perang Jamal.
·           Adanya pendapat yang menyalahkan orang yang ingin merebut kekuasaan Utsman Ibn Affan.

Ajaran-ajaran Mur’jiah
·                     Imam hanya membenarkan (pengakuan) di dalam hati.
·                     Orang Islam yang melakukan dosa besar, tidak dihukum kafir. Muslim tersebut tetap mukmin, selama ia mengakui 2 kalimat syahadat.
·                     Hukum terhadap perbuatan manusia ditangguhkan hingga hari kiamat.

Tokoh dalam sekte Mur’jiah
Pemimpin ulama mazhab Mur’jiah, ialah Hasan Ibn Bilal al-Muzni, Abu Sallat al-Samman, dan Dirar ibn Umar.
Dalam perkemabangan selanjutnya, terjadi perbedaan pendapat dikalangan pengikut Mur’jiah sehingga aliran ini pecah menjadi bebrapa sekte, ada pula yang moderat, ada pula yang ekstrem.
Tokoh Mur’jiah yang moderat adalah Hasan Ibn Muahmmad ibn Ali ibn Abi Thalib. Ia berpendapat, bagaimana pun besarnya dosa seseorang, kemungkinan mendapat ampunan dari Tuhan. Sedangkan yang ekstrem ialah kelompok Jamhiyah, pengikut Jaham ibn Shafwan. Kelompok ini berpendapat sekali pun seseorang menyatakan dirinya musyrik, oarang itu tidak dihukum kafir.[2]  

3.                  Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah adalh nama dari aliran faham/golongan yang disponsori oleh seorang tokoh terkemuka bernama Washil Ibn Atha’. Aliran ini timbul pada masa pemerintahan khalifah pada masa Abdul Malik Ibn Marwan, dari dinasti bani Umayyah. Mudahnya, Mu’tazilah berarti orang yang memisahkan diri.

Nama lain bagi Mu’tazilah ialah;
Mu’tazilah adalah golangan yang mengutamakan akal atau rasio. Oleh sebab itu, aliran ini sering disebut:
·                     Kaum rasionalis (golongan yang mengutamakan akal)
·                     Ahlul kalam (Ahli berdebat) atau Mutakallimun.
·                     Ahlul Qiyas (Ahli analogi, ahli membanding)

Faham aliran Mu’tazilah:
·                     Sebenarnya yang mengatakan baik atau buruk kepada manusia adalah akalnya sendiri. Al-Qur’an dan hadis hanya memberikan petunjuk-petunjuk saja.
·                     Mengenal Allah haruslah dengan akal.
·                     Manusia memiliki kekuasaan dan kemerdekaan untuk berbuat, tanpa ikut campur Allah Swt.
·                     Di akhirat, Allah Swt tidak dapat dilihat.
·                     Al-Qur’an adalah makhluk Tuhan
·                     Allah tidak mempunyai sifat, sebab tuhan dan sifat-sifatnya tidak dapat dipisahkan, karena Ia merupakan Keesaan.
·                     Seorang mukmin yang melakukan dosa besar, tidak dinamakan mukmin dan buka pula kafir.[3]    

4.                  Aliran Asy’ari
Asy’ariah adalah salah satu aliran dalam theology Islam periode klasik yang namanya dinisbatkan kepada nama pendirinya, yaitu Hasan Ali Ibn Ismail al-Asy’ari. Dalam belajar agama, al-Asy’ari mulai berguru pada Abu Ali al-Jubba’I, seorang pemuka muk’tazilah. Al-Asy’ari pada mulnya adalah pengikut muktazilah dan sangat memahami aliran tersebut.
Akan tetapi, pada usia 40 tahun ia menyatakan diri keluar dari Mu’tazilah, ketika mengalami berbagai keraguan dan tidak puas terhadap doktrin-doktrin Mu’tazilah.
Al-Asy’ariah gigih menyebarkan paham barunya sehingga terbentuk mazhab dalam theology Islam yang dikenal dengan nama Ahlussunnah wal jamaa’ah. Pengikut Asy’ari sering disebut dengan Asy’ariah.

Pokok-pokok jarang Asy-ariah diantara lain;
o        sifat tuhan
o        perbuatan manusia
o        pelaku dosa besar
o        keadilan Tuhan


5.                  Aliran maturidiyah
Nama aliran maturidi diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muahammad. Kelahiran maturid. Kota kecil di daerah Samarkand. Ia mencari ilmu pada pertiga terakhir dari abad ketiga hijriyah, dimana aliran muktazilah sudah mulai mengalami kemundurannya.
Dalam bidang fiqih, al-Maturidi mengikuti mazahab Hanafi. Dan ia sendiri banyak mendalam soal-soal yang diperbuat oleh al-Asy’riah juga. Meskipun metode yang dipakai oelh Maturidi berbeda dengan al-Asy’ari. Namun hasil pemikirannya, banyak yang sama.
Menurut ulama-ulama Hanafiah, hasil pemikiran al-Maturidi dalam bidang aqidah, sama peran dengan pendapat-pendapat imam Abu hanifah. Imam Abu Hanifah sebelum menceburkan dokrinnya dalam lapangan fiqh dan menjadi tokohnya, telah lama berkecimpung dalam lapangan aqidah serta banyak pula mengadakan polemik dan perdebatan seperti yang dikehendaki oleh suasana zamannya. Dalam salah satu buah karyanya dalam lapangan akidah ialah bukunya yang berjudul ‘al-Fiqhul Akabar


F. KONSEP IMAN DALAM ALIRAN ILMU TAUHID
Pengertian iman menurut bahasa adalah pembenaran-konfirmasi, sedangkan dalam pengertian syar’ adalah pembenaran-konfirmatif Rasul terhadap segala sesuatu yang diketahui sumber kehadirannya secara pasti.[4] Sedangkan menurut sekte Murji’ah iman hanya diartikan sebagai ucapan semata, yakni pernyataan dua kalimat syahadat. Lain hal dengan sekte Asy’arisme, beliau mengartikan iman sebagai ucapan dan praktis-praktisnya. Sekte Mu’tazilah dan Khawarij hanya mengartikan sekte sebagai praktis.
Iman erat hubungannya dengan akal dan wahyu. Iman yang didasarkan pada wahyu disebut Tasdiq, yaitu menerima sebagai benar apa yang didengar. Iman yang didasarkan pada akal disebut Ma’rifah, mengetahui benar apa yang diyakini. Tasdiq berdasarkan pada pemberitaan, sedang Ma’rifat berdasarkan pada pengetahuan mendalam.[5]
Muhammad Abduh memberikan kedudukan tinggi kepada akal oleh karena itu beliau tidak menggambarkan iman sebagai Tasdiq. Tetapi iman sebagai ‘ilm (pengetahuan), i’tiqad (kepercayaan) atau yaqin (keyakinan). Bahkan Muhammad Abduh dalam tafsir al-Manar menjelaskan bahwa iman adalah pengetahuan sebenarnya yang diperoleh oleh akal melalui argumen-argumen kuat dan membawa jiwa seseorang untuk tunduk dan menyerah.[6] Iman mempunyai tiga unsur, yaitu: iman kepada Tuhan, Iman kepada alam ghaib, dan melakukan amal yang membawa kebaikan baik bagi pelakunya maupun bagi diri sesama manusia.
Bagi kaum Mu’tazilah dan ‘Abd al-Jabbar iman bukanlah tasdiq, bukan pula ma’rifah tetapi amal. Tegasnya iman menurut kaum Asy’ariyah adalah tasdiq, dan batasan iman, sebagai diberikan al-Asy’ari, ialah tasdiq Allah, yaitu menerima sebagai benar kabar tentang adanya Tuhan.[7] Kaum Maturudiah mendukung pendapat kaum al-Asy’ari. Batasan yang diberikan al-Bazdawi tentang iman adalah menerima dalam hati dengan lidah bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan tidak ada yang serupa dengan Dia.
Ada dua bentuk iman, yaitu: iman orang khawas dan iman orang awam. Menurut Muhammad Abduh, hanya orang Khawas yang sanggup untuk mengetahui Tuhan dan alam ghaib sehingga iman bagi orang Khawas disebut iman iman haqiqi (iman sebenarnya). Orang awam harus bergantung kepada wahyu dan penjelasan dari Khawas sehingga iman bagi oeang awam disebut iman taqlid (iman tradisional).
Orang yang mempunyai iman haqiqi berbuat baik, karena ia tahu bahwa  perbuatan itu adalah baik dan menjauhi perbuatan jahat, karena ia tahu bahwa perbuatan jahat membawa akibat-akibat buruk. Iman haqiqi tidaklah merupakan iman yang diterima begitu saja untuk menghormati orang tua dan leluhur serta tidak terdiri pengetahuan saja tetapi juga amal. Karena iman haqiqi mendorong kepada amal.
Konsep iman yang dimajukan Muhammad Abduh sejalan dengan konsep iman Mu’tazilah yang erat mengaitkannya dengan amal. Bagi kaum Mu’tazilah orang yang berbuat dosa besar tidak bisa disebut mu’min, hanya muslim. Perbuatannya menggambarkan iman.[8]
Lain halnya dengan al-Baghdadi, beliau menyebut batasan iman yang lebih panjang. Iman tasdiq tentang adanya Tuhan, Rasul-rasul dan berita yang mereka bawa, tasdiq tidak sempurna jika tidak disertai oleh pengetahuan. Bagaimanapun iman hanyalah tasdiq dan pengetahuan tidak timbul kecuali setelah datangnya kabar berita yang dibawa wahyu bersangkutan.
Bagi golongan Samarkand, iman mestilah lebih dari tasdiq, karena bagi mereka akal dapat sampai kepada kewajiban mengetahui Tuhan. Al-Maturidi menulis bahwa Islam adalah mengetahui Tuhan dalam ke-Tuhan-annya, Ma’rifah adalah mengetahui Tuhan dengan segala sifat-Nya dan Tauhid adalah mengenal Tuhan dalam ke-Esa-an-Nya.[9]
Bagaimanapun batasan iman dengan tasdiq hanya dapat sesuai dengan aliran Asy’ariyah dan aliran Maturidiah golongan Bukhara. Adapun bagi aliran Mu’tazilah dan aliran Maturidiah golongan Samarkand, iman mestilah lebih dari tasdiq , yaitu Ma’rifah atau ‘amal.

G. KONSEP TAKDIR DAN PERBUATAN MANUSIA
            Percaya kepada takdir Tuhan merupakan salah satu rukun iman yang harus dipercayai oleh setiap orang yang mengaku dirinya seorang mukmin.Namun mempercayai takdir Tuhan masih menyisakan berbagai persoalan pemahaman yang rumit,karma keberadaanya yang bersifat gaib,abstrak,dan tidak mudah difahami oleh nalar manusia,sebagaimana rukun iman yang lainnya.Problem kegaiban dan keabstrakan dari keenam rukun iman kemudian memunculkan berbagai problem pemahaman bagi manusia terhadap yang gaib,termasuk didalamnya pemahaman tentang takdir Tuhan.
            Wacana tentang takdir telah memunculkan definisi yang beragam ,dan juga pemahaman yang saling bertentangan. Hal ini tampak pada pendapat para ulama mengenai takdir Tuhan yang dipahaminya sebagai ketetapan Tuhan yang saling berlawanan ,yaitu bisa berubah dan tidak bisa berubah ,dan apakah manusia bebas atau tidak bebas atas perbuatannya.
1.Pengertian Takdir
            Takdir berasal dari bahasa arab qodaro-yaqdiru-qodron yang memiliki beberapa makna diantaranya hukum,ketetapan yang sesuai dengan batasan.
            Wacana tentang takdir telah memunculkan definisi yang beragam.
§     Abu Hanifah:takdir adalah ketetapan Alloh atas segala makhlukNya yang mencakup baik buruknya.
§      Al-Asy’ari:takdir adalah ketetapan Alloh kepada semua makhluk,yang mencakup baik buruk,pahit,getir,dan manfaat madharat.
§     Fazlur Rahman:takdir adalah sebuah kekuatan buta yang mengukur dan menetapkan hal-hal yang tidak dapat dikendalikanoleh manusia,terutama yang berkaitan dengan kelahiran,rizki,dan mati.
§     M.Qurash shihab:takdir adalah semua peristiwa yang terjadi di alam raya yang dari sisi kejadianya dalam kadar dan ukuran tertentu pada tempat tertentu dan waktu tertentu.
Berdasarkan berubah atau tidaknya takdir dibagi menjadi dua
§     Takdir hatami:yaitu takdir yang tidk bisa berubah
§     Takdir ghairu hatami yaitu takdir yang masih bisa berubah
Ada juga yang berpendapat bahwa takdir itu menjadi dua
§     Musayyar:ketetapan Alloh pada manusia dan makhluk lainnya yang manusia dan makhluk lain itu tidak memiliki kebebasan untuk menolak atau merubahnya.Seperti warna kulit,jenis kelamin,dan bentuk tubuh.
§     Mukhayyar:ketetapan Alloh pada manusia dan makhluk lainnya yang manusia dan makhluk lainya itu memiliki kebebasan untuk memilihnya.
Berdasarkan waktu terjadinya ,takdir dibagi menjadi
§     Takdir azali,yang meliputi segala sesuatu sebelum Alloh menciptakan bumi dan langit,yaitu takdir Alloh setelah menciptakan Qolam.
§     Takdir ‘umri,yang meliputi segala yang terkait dengan manusia seprti umur,rizki,bahagie,susah,dan mati yaitu takdir ketika menciptakan manusia dalam rahim.
§     Takdir hauli atau sanawi,yang terkait dengan malam lailatul qodar,yaitu takdir Alloh yang ditetapkan setiap tahun pada malam lailatul qoadar.
§     Takdir yaumi,yaitu takdir Alloh setiap hari yang terkait dengan semua peristiwa.
Takdir dianggap sebagai rahasia Alloh yang harus diyerima begitu saja oleh manusia dan manusia tidak akan mampu mengetahuinya karena keterbatasan ilmu manusia,bahkan nabi dan rosulpun tidak mampu mengetahui rahasia takdir Alloh.
Tidak semua takdir atau hukum Alloh tidak bisa diketahui oleh manusia.Akan tatapi banyak takdir Alloh yang bisa diketahui oleh manusia melalui berbagi penelitian dan penemuan-penemuan ilmiahnya tentang alam semesta,baik dalam bidang fisika,kimia,biologi,astronomi dan lainya,yang ternyata setiap unsure di alam semesta ini memiliki hukumnya masing-masing,dan semua berjalan melalui hukum atau takdir Alloh.
Seperti mengalirnya air dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.Ternyata,setelah melalui penelitian ilmiah,diketahui bahwa bumi memiliki daya tarik terhadap benda-benda yang kemudian disebut hukum gravitasi.Semua ini adalah bagian dari takdir Alloh yang bisa diketahui oleh manusia.


2. Posisinya Dalam Perbuatan Manusia
            Persoalan lain yang berkaitan dengan pemahaman takdir adalah perbuatan manusia.Perdebatan para ulama tentang takdir yang terkait dengan perbuatan manusia ,talah memunculkan dua kelompok besar dalam ilmu kalam,yaitu jabariyah yang menyatakan bahwa semua perbuatan manusia telah diciptakan oleh Alloh,dan Qodariyah yang berpendapat bahwa manusia memiliki kebebasan atas perbuatannya.
Kalau semua perbuatan manusia sudah diciptakan oleh Alloh sebagaimana pendapat golongan jabariyah,maka hal ini berarti bahwa perbuatan manusia sejak masih dikandungan sampai ia meninggal sudah diciptakan oleh Alloh,dan hal ini juga menafikan keberadaan manusia yang berada dalam pengruh ruang dan waktu.
Sebaliknya,kalau manusia memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk menciptakan perbuatanya sebagaimana golongan Qodariyah,hal ini terkesan pada say manusia sudah dewasa (‘aqil,baligh) yang sudah mampu dan bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk.Bagaimana halnya dengan anak yang msih kecil apakah ia memiliki kekuasaan untuk merubah perbuatan?karna pada realitas yang ada,banyak anak kecil yang berperilaku baik dan berperilaku jahat yang semua itu tidak lepas dari pengaruh lingkungan.



BAB III
PENUTUP


Ilmu tauhid adalah ilmu yang menyelidiki dan membahas soal-soal yang wajib, yang mustahil, dan yang jaiz bagi Alloh SWT dan sekalian utusan-Nya. Tujuan mempelajari ilmu tauhid adalah agar supaya dengan ilmu tersebut manusia bisa mengetahui Allah (ma’rifatullah) dengan segala hal yang wajib ada padanya dan yang mustahil ada pada-Nya, kemudian bisa membenarkan-Nya (tashdiquhu), dan kemudian mengEsakan-Nya (tauhidullah).
Aliran-aliran dalam ilmu tauhid meliputi mur’jiah, khawarij,  mu’tazilah, asy’ariyah dan maturidiyah.
Wahyu mempunai kedudukan terpenting dalam aliran As-ariah dan fungsi terkecil dalam paham Mu’tazilah.Akal, dalam usaha memperoleh pengetahuan, bertindak atas usaha dan daya sendiri dan dengan demikian menggambarakan kemerdekaan dan kekuasaan manusia.Wahyu sebaliknya, menggambarkan kelemahan manusia, karena wahyu diturunkan Tuhan untuk mnolong manusia memperoleh pengetahuan-pengetahuan.
Iman erat hubungannya dengan akal dan wahyu. Iman yang didasarkan pada wahyu disebut Tasdiq, yaitu menerima sebagai benar apa yang didengar. Iman yang didasarkan pada akal disebut Ma’rifah, mengetahui benar apa yang diyakini. Tasdiq berdasarkan pada pemberitaan, sedang Ma’rifat berdasarkan pada pengetahuan mendalam.




[1] Taufiq Idris, Aliran Populer dalam Theology Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset, 1980), hlm. 13.     
[2] Drs. H.M yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 1993), hlm.105.
[3] Taufiq Idris, Aliran Populer dalam Theology Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset, 1980), hlm. 9.     
[4] Hassan Hanafi, Islamologi, (Yogyakarta:Lkis), Hal 44
[5] Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, (Jakarta: UI-Press), Hal 89
[6] Ibid, Hal 89
[7] Harun Nasution, Teologi Islam, Hal 148
[8] Harun Nasution, Hal 90
[9] Ibid, Hal 148

No comments:

Post a Comment

Post Terbaru

  اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. حَمْدًا يُوَافِيْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِ...