Oleh : Rahmad
Fitriyanto
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan dan perkembangan
aspek kehidupan perlu direspon oleh kinerja pendidikan yang profesional dan
bermutu tinggi. Mutu pendidikan yang demikianitu sangat diperlukan untuk
mendukung terciptanya manusia yang cerdas dan berkehidupan yang damai, terbuka
dan berdemokrasi, serta mampu bersaing secara terbuka di era global sehingga
dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh warga negara Indonesia. Oleh karena
itu, kinerja pendidikan menuntut adanya pembenahan dan penyempurnaan terhadap
aspek substantif yang mendukungnya, yakni kurikulum.
Kurikulum
merupakan komponen yang termasuk dalam administrasi pendidikan. Yang mana
pengelolaan dan peran kurikulum ini sangat berpengaruh dalam proses pendikan
pada sekolah. Adapun dalam makalah ini akan dijelaskan tentang kurikulum secara
esensial serta bagaimana pengelolaan kurikulum dalam administrasi pendidikan.
A. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kurikulum?
2. Bagaimana pengelolaan kurikulum dalam administrasi
pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum
Secara definitif, makna
kurikulum ini mempunyai interpretasi yang beragam. Dalam pandangan klasik,
makna kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah.
Pelajaran-pelajaran dan materi yang harus ditempuh di sekolah, itulah yang
dinamakan kurikulum. GeorgeA. Beauchamp(1986)mengemukakan bahwa: “A
Curriculum is awritten document which may contain many ingredients, but
basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in
given school”. Dalam paradigma modern, kurikulum lebih dianggap sebagai
suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan.
Untuk mengakomodasi perbedaan
pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum
dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
1. Kurikulum sebagai suatu ide. Ide
disini merupakan sesuatu yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian,
khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
2. Kurikulum sebagai suatu rencana
tertulis. Yaitu merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang
didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
3. Kurikulum sebagai suatu kegiatan,
yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam
bentuk praktek pembelajaran.
4. Kurikulum sebagai suatu hasil yang
merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk
ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau
kemampuan tertentu dari para peserta didik.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan
nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu”.
B. Landasan Kurikulum
Kurikulum merupakan inti dari bidang
pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan.
Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka
penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan
kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil
pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak
didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan
pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap
kegagalan proses pengembangan manusia.
Dalam hal ini, Nana Syaodih
Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan
kurikulum, yaitu:
- Filosofis
- Psikologis
- Sosial-budaya
- Ilmu pengetahuan dan teknologi
a. Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam
pengembangan kurikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita
dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : Essensialisme, Eksistesialisme,
Progresivisme, dan Rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa
berpijak pada aliran-aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap
konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada
pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari
masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
Ø Essensialisme menekankan pentingnya
pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik
agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata
pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang
berharga untuk hidup di masyarakat. Filsafat
essesialisme ini lebih berorientasi pada masa lalu.
Ø Eksistensialisme menekankan pada
individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami
kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan :
bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
Ø Progresivisme menekankan pada
pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi
pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi
pengembangan belajar peserta didik aktif.
Ø Rekonstruktivisme merupakan elaborasi
lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia
masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan
individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan
tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan
mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu
? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
b. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997)
mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari
pengembangan kurikulum yaitu :
(1) Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan merupakan ilmu
yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya.
Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan
perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu,
serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan
kurikulum.
(2) Psikologi Belajar.
Psikologi belajar merupakan ilmu yang
mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar
mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek
perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
c. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai
suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan
pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha
mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan
bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan,
keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan
lebih lanjut di masyarakat. Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan
pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan
diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala
karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi
pendidikan.
d. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad
pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori
baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus
semakin berkembang Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan
kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan
mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
C. Komponen-Komponen Kurikulum
Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu :
1) Tujuan
2) Materi
3) Strategi
4) Pembelajaran
5) Organisasi kurikulum
6) Evaluasi.
Kelima komponen tersebut terkristalisasi dalam
kurikulum, sehingga antara satu dan lainnya memiliki keterkaitan yang erat dan
tidak bisa dipisahkan.
1) Tujuan
Mengingat pentingnya pendidikan bagi
manusia, hampir di setiap negara telah mewajibkan para warganya untuk mengikuti
kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan
dengan falsafah negara, keadaan sosial-politik kemampuan sumber daya dan
keadaan lingkungannya masing-masing. Kendati demikian, dalam hal menentukan
tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki esensi yang sama.
Dalam perspektif Pendidikan Nasional,
tujuan Pendidikan Nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa : ” Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”..
Tujuan-tujuan pendidikan mulai dari
pendidikan nasional sampai dengan tujuan mata pelajaran masih bersifat abstrak
dan konseptual, oleh karena itu perlu dioperasionalkan dan dijabarkan lebih
lanjut dalam bentuk tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan tujuan
pendidikan yang lebih operasional, yang hendak dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran dari setiap mata pelajaran. Oleh karena itu kurikulum disini
berfungsi sebagai alat untuk mengoperasionalkan tujuan pendidikan yang telah
ada.
2) Materi Pembelajaran
Dalam menentukan materi pembelajaran
atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan yang dikembangkan.
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat
klasik, penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama.
Berkenaan dengan penentuan materi
pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik memiliki
wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai dengan standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.
3) Strategi pembelajaran
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat
dan teori pendidikan yang melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan
dalam menentukan tujuan dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki
konsekuensi pula terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak
dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan
informasi-intelektual, sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan
pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian, maka
strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru
merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat
informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek
yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru.
Menurut kalangan progresivisme, yang
seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu
sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya
sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara
yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya.
Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan
rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui
dinamika kelompok.
Dalam hal ini, guru tidak banyak
melakukan intervensi. Peran guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan
guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan dan menyediakan
lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai motivator, guru
berupaya untuk mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat melakukan
perbuatan belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan pembimbingan dengan
berusaha mengenal para peserta didiknya secara personal.
Terkait dengan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan, belakangan ini mulai muncul konsep pembelajaran dengan
isitilah PAIKEM, yang merupakan akronim dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,
Efektif dan Menyenangkan. Oleh karena itu, dalam prakteknya seorang guru
seyogyanya dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara variatif,
menggunakan berbagai strategi yang memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan
proses belajarnya secara aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan efektivitas
yang tinggi.
4) Organisasi Kurikulum
Beragamnya pandangan yang mendasari
pengembangan kurikulum memunculkan terjadinya keragaman dalam mengorgansiasikan
kurikulum. Setidaknya terdapat enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:
1. Mata
pelajaran terpisah (isolated subject). Kurikulum terdiri dari sejumlah mata
pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada
hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu
tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta
didik, semua materi diberikan sama
2. Mata
pelajaran berkorelasi Korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi
kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang
ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna
memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
3. Bidang
studi (broad field), yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan
beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan
dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata
pelajaran dapat dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran lainnya
dikorelasikan dengan core tersebut.
4. Program
yang berpusat pada anak (child centered), yaitu program kurikulum yang
menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata
pelajaran.
5. Inti
Masalah (core program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah,
dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata
pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya
memecahkan masalahnya. Mata pelajaran itu yang menjadi pisau analisisnya
diberikan secara terintegrasi.
6. Ecletic
Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi
kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
5) Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan salah satu
komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan
untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin
diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan.
Dalam pengertian yang lebih luas,
evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara
keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi
tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi,
kelayakan (feasibility) program.
Pada bagian lain, dikatakan bahwa
luas atau tidaknya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh
tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk
mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja
dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang
perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa.
Evaluasi kurikulum memegang peranan
penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk
pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi
kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para
pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem
pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan
oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam
memahami dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran,
memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas
pendidikan lainnya.
D. Perubahan Kurikulum
Kenapa kurikulum harus berubah?
demikian pertanyaan yang kerapkali dilontarkan orang, ketika menanggapi
terjadinya perubahan kurikulum yang terjadi di Indonesia. Jawabannya pun sangat
beragam, bergantung pada persepsi dan tingkat pemahamannya masing-masing.
Sepanjang sejarahnya, di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan
hingga ada kesan di masyarakat bahwa “ganti menteri, ganti kurikulum”.
Perubahan kurikulum pada dasarnya
memang dibutuhkan manakala kurikulum yang berlaku (current curriculum)
dipandang sudah tidak efektif dan tidak relevan lagi dengan tuntutan dan
perkembangan jaman dan setiap perubahan akan mengandung resiko dan konsekuensi
tertentu.
Perubahan kurikulum yang berskala
nasional memang kerapkali mengundang sejumlah pertanyaan dan perdebatan,
mengingat dampaknya yang sangat luas serta mengandung resiko yang sangat besar,
apalagi kalau perubahan itu dilakukan secara tiba-tiba dan dalam waktu yang
singkat serta tanpa dasar yang jelas.
Namun dalam konteks KTSP, perubahan kurikulum
pada tingkat sekolah justru perlu dilakukan secara terus menerus. Dalam hal
ini, perubahan tentunya tidak harus dilakukan secara radikal dan menyeluruh,
namun bergantung kepada data hasil evaluasi. Mungkin cukup hanya satu atau
beberapa aspek saja yang perlu dirubah.Dengan adanya Tim Pengembang Kurikulum
di sekolah maka kegiatan manajemen kurikulum mungkin akan jauh lebih terarah,
sehingga pada gilirannya pendidikan di sekolah pun akan jauh lebih efektif dan
efisien.
E. Pengelolaan Kurikulum
Pasal 1 butir 19 Undang-undang nomor
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum nasional yang
bersifat minimal pada dasarnya dapat dimodifikasi untuk melayani kebutuhan
siswa yang memiliki kecerdasan dan kemampuan luar biasa.
Namun, pada kenyataannya masih
terdapat dua kendala yaitu : 1) Sekolah menjalankan kurikulum nasional yang
bersifat minimal tanpa mengolah dan memodifikasi kurikulum guna melayani
kebutuhan peserta didik tertentu yang berhak memperoleh pendidikan khusus. 2)
ketentuan yang ada belum mengakomodir kebutuhan peserta didik yang berhak
memperoleh pendidikan khusus.
Kurikulum yang dibuat oleh Pemerintah
Pusat adalah kurikulum standar yang berlaku secara nasional. Padahal kondisi
sekolah pada umumnya sangat beragam. Oleh karena itu, dalam implementasinya, sekolah
dapat mengembangkan (memperdalam, memperkaya, dan memodifikasi), namun tidak
boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional. Sekolah dibolehkan
memperdalam kurikulum, artinya, apa yang diajarkan boleh dipertajam dengan
aplikasi yang bervariasi. Sekolah juga dibolehkan memperkaya apa yang
diajarkan, artinya apa yang diajarkan boleh diperluas dari yang harus, dan
seharusnya, dan yang dapat diajarkan. Demikian juga, sekolah dibolehkan
memodifikasi kurikulum, artinya apa yang diajarkan boleh dikembangkan agar
lebih kontekstual dan selaras dengan karakteristik peserta didik. Selain itu,
sekolah juga diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal.
Pengelolaan kurikulum dilakukan oleh
setiap sekolah.Baik itu pengelolanya, system pengelolaan dan pengembangan
pengelolaan kurikulum tersebut. Karena yang lebih tau keadaan dan kebutuhan
sekolah yaitu guru yang berperan sebagai pendidik. Sehingga kurikulum dapat di
operasionalkan terhadap peserta didik secara proporsional.
F. Pengertian
Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah
Telah dijelaskan pada bagian Pendahuluan
bahwa sekolah yang mampu mengelola kurikulum sendiri harus memenuhi beberapa
persyaratan, baik dari segi kesiapan sumber daya manusia dan sarana
prasarananya, maupun dalam upayanya melibatkan warga sekolah dan masyarakat.
Namun, tidak semua sekolah dapat dikategorikan mampu mengelola kurikulum
sendiri. Jadi, pengelolaan kurikulum di sekolah dapat dilakukan jika sekolah
sudah mampu mengelola kurikulum sendiri, yakni mampu mengembangkan dokumen
kurikulum nasional untuk dijabarkan menjadi silabus, atau sekolah dengan semua
sumber dayanya (kepala sekolah, guru-guru, dan sarana/prasarana) mampu
mengembangkan silabus yang berstandar menjadi bahan ajar yang siap pakai di
kelas. Pengertian siap pakai meliputi penguasaan metode mengajar, kegiatan
pembelajaran, pengelolaan kelas, pemilihan dan penggunaan alat bantu dan sumber
belajar, jenis-jenis penilaian yang sesuai dengan kompetensi yang dilatihkan,
serta mampu memberikan kegiatan perbaikan dan pengayaan kepada siswa sesuai
dengan kebutuhan masing-masing siswa.
G. Kurikulum Berbasis Kompetensi dan
Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang akan
diberi nama Kurikulum 2004 merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang
kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh siswa. Di dalamnya termasuk pelaksanaan dan cara
penilaian kegiatan belajar mengajar, serta pemberdayaan sumber daya pendidikan
dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum ini berorientasi pada: 1) hasil
dan dampak yang diharapkan muncul pada diri siswa melalui serangkaian
pengalaman belajar yangbermakna, dan 2) keberagaman yang dapat diwujudkan
sesuai kebutuhan siswa. Bagaimana Melakukan Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah? Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah Kurikulum
2004 ini merupakan kerangka inti yang memiliki perangkat penyerta lain, yang
kita sebut sebagai model pelayanan profesional KBK: yaitu Model Sistem
Penyampaian KBK, Model Penilaian Berbasis Kelas, Model Kegiatan Belajar
Mengajar, dan Model Pengelolaan Kurikulum
di Tingkat Sekolah. Model Pengelolaan Kurikulum di Tingkat
Sekolah (sebagai salah satu komponen atau perangkat Kurikulum 2004) menyajikan
berbagai pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumberdaya lain di tingkat sekolah
untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Pola ini dilengkapi pula dengan gagasan
pembentukan tim pengembang silabus, cara pengembangan silabus dan bahan ajar,
pembinaan profesional tenaga kependidikan, dan pengembangan sistem informasi
kurikulum. Dalam kaitannya dengan pengembangan silabus, juga dilakukan
penetapan dan pengembangan materi yang diperlukan di sekolah, pelaksanaan kurikulum
termasuk kegiatan intra dan ekstra kurikuler, dan pengembangan sistem
pemantauan.
H. Perencanaan dan Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah
Untuk dapat mengembangkan silabus sendiri,
seperti telah disinggung di atas ada persyaratan yang harus dipenuhi seperti
kekuatan apa saja yang dimiliki oleh suatu sekolah yang membuat keputusan untuk
mengembangkan silabus sendiri. Apakah sekolah itu berada di bawah suatu yayasan
atau dalam kelompok/gugus sekolah sehingga mereka bisa mengkoordinasikan
sekolah-sekolah lain untuk mengembangkan silabus bersama-sama, atau ada alasan
lain. Berikut akan disajikan hal-hal yang harus dilakukan jika sekolah akan
menjabarkan kurikulum
nasional menjadi silabus.
1. Identifikasi Kesiapan Sekolah
Sekolah perlu melakukan identifikasi kesiapan,
baik dari segi kekuatan maupun kelemahan yang dimilikinya. Dari segi
kekuatan, misalnya sumber dana dan fasilitas lain tersedia, namun
kelemahannya tidak semua yang terlibat dalam penyelenggaraan sekolah,
yaitu guru-guru, karyawan sekolah, warga sekolah, dan komite sekolah
sudah siap. Jadi, dalam hal ini setiap sekolah yang memutuskan untuk mengembangkan
silabus sendiri harus melakukan identifikasi kesiapan yang menyangkut
sumber daya manusia, finansial, sarana dan prasarana, dsb. Jika dari
kesemua persyaratan yang dituntut tersebut, ternyata lebih banyak
kelemahannya tentu saja sekolah itu belum layak kalau ingin
mengembangkan silabus sendiri. Ini akan menyulitkan kerja kepala sekolah
sebagai manajer sekolah jika keputusannya tidak bisa didukung oleh
kemampuan dan kemauan semua pihak di sekolahnya.
2. Merencanakan Kegiatan di Tingkat Sekolah
Jika hasil identifikasi kesiapan menunjukkan
suatu sekolah mampu mengembangkan silabus sendiri, selanjutnya perlu dilakukan perencanaan
dalam pelaksanaan langkah-langkah kegiatan, misalnya: mengatur pelaksanaan
pelatihan dan pembinaan guru-guru,mengalokasikan waktu untuk pelatihan dan
pembinaan, pada jam sekolah atau menanti saat liburan sekolah, menyusun program
sekolah, melakukan pemilihan materi, dsb. Berikut akan disajikan rincian
penjelasannya:
a. Mengatur pelaksanaan pelatihan/pembinaan
- apakah semua guru perlu mendapatkan pelatihan untuk pengembangan silabus, apakah digilir dari guru kelas
- rendah, lalu diteruskan dengan guru-guru di kelas tinggi
- berapa hari diperlukan untuk pelatihan
- materi apa saja yang akan diberikan pada pelatihan tersebut,
- bagaimana bentuk pelatihan (tatap muka, supervisi kelas,
- atau bentuk lainnya)
- di mana tempatnya (di tingkat sekolah atau gugus sekolah)
- kapan dilaksanakan (apakah pada jam sekolah atau pada
- saat libur sekolah?)
b. Melakukan pemilihan materi sebelum pelaksanaan pelatihan?
- pemetaan kompetensi tiap mata pelajaran
- pembelajaran tematis di kelas I dan II
- pemilihan materi esensial
- penyusunan program semester dan program tahunan
- penyusunan kegiatan ekstra kurikuler
- kajiulang silabus yang telah dikembangkan
Bagaimana Melakukan Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah? Pengelolaan
Kurikulum di Tingkat Sekolah
c. Melakukan
Pelatihan/Pembinaan Antarsekolah
Pelatihan/pembinaan dapat dilakukan
antarsekolah, misalnya
sekolah-sekolah yang berada dalam satu kompleks.
Di beberapa kota dapat dijumpai ada beberapa sekolah yangb erada dalam satu
kompleks, mereka dapat bergabung melakukan pelatihan, atau pelatihan pada
sekolah-sekolah yang tergabung dalam satu gugus yakni melalui kegiatan KKG atau
MGMP, atau jika sekolah swasta yang berada dalam yayasan tertentu, yayasan
tersebut dapat melaksanakan pelatihan khusus untuk guru-guru yang berada di
bawah yayasan tersebut. Selain dalam bentuk pelatihan, dapat pula dilakukan
pembinaan dengan mengadakan kunjungan antarsekolah, terutama untuk
sekolah-sekolah yang telah mendapatkan pelatihan penyusunan silabus dan telah
pula menggunakannya dapat dikunjungi oleh guru-guru dari sekolah lain, agar
mereka dapat berlajar langsung dari mengamati kbm, melihat dokumen yang telah
dikembangkan, dan melakukan wawancara dengan guru-guru di sekolah
tersebut menanyakan pengalaman dan
berguru bagaimana mengembangkan silabus yang disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan sekolah.
3. Implementasi Kurikulum yang telah Dijabarkan Menjadi Silabus Di
Tingkat Sekolah
Sebelum mengimplementasikan kurikulum baru,
setiap sekolah perlu mempersiapkan diri, misalnya dengan memberikan jaminan bahwa
guru-guru mampu melaksanakannya, misalnya mereka juga menyiapkan sejumlah
bahan/perangkat yang diperlukan, seperti format-format (pengamatan, penilaian,
pencatatan, dsb) pemetaan
kompetensi dan materi untuk setiap mata pelajaran, serta menyiapkan
sumber belajar dan alat bantu mengajarnya. Jika silabus dikembangkan di tingkat
sekolah perlu dilakukan pemantauan dalam penyusunan silabus ini oleh
pihak-pihak yang berwenang seperti pengawas, pihak dinas dari tingkat
kecamatanhingga kabupaten/kota, juga pihak perguruan tinggi setempat untuk mengontrol
standar mutu yang telah ditetapkan secara nasional.
4. Sistem Monitoring dan Pelaporan
a. Bagaimana Memantau
Proses Penyusunan dan Pelaksanaan Silabus? Jika sekolah telah memutuskan untuk
menyusun silabusnya sendiri dengan persetujuan Kepala Dinas Pendidikan
setempat, maka kepala sekolah, pengawas bersama-sama dengan Dinas perlu
memantau proses penyusunan silabus yang sedang berlangsung. Dalam kaitan ini
ada beberapa aspek yang pelu diperhatikan dalam pemantauan ini.
1. Kelengkapan unsur
penyusunan dan penunjangnya Dalam hal ini apakah pihak-pihak yang seharusnya
terlibat dalam penyusunan silabus ini dapat berperan secara aktif. Bila unsur
yang seharusnya datang namun berhalangan, apakah telah diatasi dengan baik.
Pemantauan juga perlu dilakukan untuk mengetahui apakah sarana prasarana pendukung
kegiatan penyusunan silabus ini memadai atau tidak seperti misalnya ruangan
tidak panas, cukup penerangan, tidak banyak gangguan dari kebisingan, keramaian
orang yang lalu lalang, dsb.
2. Kelengkapan aspek
yang harus disusun Dalam penyusunan silabus perlu dilihat apakah silabus tersebut
telah merumuskan dengan jelas kegiatan pembelajarannya. Juga perlu dilihat
apakah pembelajaran yang disusun/diformulasikan tersebut merupakan penjabaran
sinergis dari aspek kompetensi dasar, indikator, dan materi pokok. Selain itu,
dalam silabus hendaknya sudah tergambar metode belajar mengajar yang akan
dipilih, alat bantu belajar, sumber belajar, serta bentuk-bentuk
penilaian yang akan digunakan untuk
menilai hasil kegiatan pembelajaran.
3. Kejelasan Redaksional Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam hal ini
antara lain:
a) apakah bahasanya
mudah dipahami, jelas, singkat, dan tidak menggunakan kosakata yang dapat
menimbulkan makna ganda (ambigue).
b) tidak menggunakan
kata-kata asing, kecuali terpaksaBagaimana Melakukan Pengelolaan Kurikulum di
Tingkat Sekolah? Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolahdan itu pun hanya
bersifat penjelas saja yang ditulis
dalam tanda kurung.
c) kalimat disusun
dengan kaidah bahasa yang benar dan memperhatikan efektivitas berbahasa.
4. Kelayakan (feasibility)
konsep-konsep yang terangkum dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran
yang tersusun perlu ditinjau kembali, apakah telah sesuai dengan tingkat
perkembangan anak (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar), menggunakan
alat bantu belajar yang terjangkau, menggunakan buku sumber yang mudah
diperoleh, serta kegiatan pembelajaran tidak membahayakan siswa.
5. Pelaksanaan silabus yang telah tersusun menjadi kegitan belajar
mengajar di kelas
Apakah telah sesuai dengan yang
direncanakan, misalnya apa benar guru-guru melatihkan semua kompetensi yang harus
dikuasai siswa, bagaimana latihan dan praktek itu dilaksanakan, apakah setiap
siswa mendapatkan pelayanan secara individual, apakah sistem evaluasi atau
penilaian sesuai dengan kompetensi yang akan diukur, apakah gurujuga memberikan
program remedial dan pengayaan, dsb.
b. Bagaimana Agar Sesama Guru Dapat Saling Membantu?
• Guru yang sudah
menguasai/memahami silabus perlu membagikan kemampuannya kepada guru lain yang
belum
memahami dengan memberikan contoh-contoh
pembelajaran.
• Guru yang belum
mampu/menguasai perlu secara proaktif minta penjelasan beserta contoh-contoh
pembelajaran yang sesuai/benar kepada guru yang telah menguasai/mampu.
• Mencari contoh
kongkrit pembelajaran yang sesuai dengan cara mengunjungi/mengobservasi
kegiatan pembelajaran di kelas yang diselenggarakan oleh guru yang telah
menguasai/ mampu.
• Selain itu, saat
istirahat juga merupakan waktu yang tepat bagi guru yang belum menguasai untuk
bertanya atau minta penjelasan kepada guru yang telah menguasai/mampu tentang
suatu hal yang belum dikuasainya.
c. Bagaimana Guru Mau Melakukan Koreksi Diri Sendiri?
Guru dapat melakukan koreksi diri sendiri
melalui penelitian sendiri tentang pelaksanaan pengajarannya. Tujuan melakukan penelitian
sendiri ini untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Dalam bahasa ilmiah
kegiatan penelitian semacam ini disebut “action research” (penelitian
tindakan) yaitu kegiatan penelitian yang meneliti kegiatan belajar mengajarnya
sendiri untuk melihat kekurangan dan kekuatan yang ada. Kekurangan dan kekuatan
tersebut selanjutnya dijadikan umpan balik (feed-back), yang selanjutnya
diolah untuk menentukan tindakan belajar mengajar selanjutnya yang lebih baik.
Misalnya, dalam mengajarkan konsep atau pokok bahasan tertentu hasilnya kurang
baik, ini perlu dianalisis: apakah metodenya kurang tepat, apakah pengorganisasian
kelasnya tidak tepat, apakah alat bantunya kurang atau tidak memadai atau tidak
tepat. Sebagai tindak lanjutnya, dalam mengajar berikutnya, aspek-aspek tersebut
diperbaiki atau dilengkapi dan hasil belajarnya dicatat pula.
d. Bagaimana Memperoleh Umpan Balik dari Siswa?
Dalam rangka memperoleh umpan balik terhadap
kegiatan pembelajaran, siswa merupakan sumber informasi yang sangat penting,
karena siswa sendiri berperan sebagai obyek sekaligus subyek dalam
pembelajaran. Umpan balik ini dapat diperoleh
melalui tanya jawab secara lisan dan tertulis (angket), Dalam hal ini, secara
lisan guru dapat bertanya kepada siswa tentang sesuatu hal yang diperlukan guru
misalnya apa kamu senang mengikuti pelajaran tadi, bagian mana yang
menyenangkan, bagian mana yang tidak menyenangkan, bagian mana yang masih belum
jelas, topik-topik apa yang kamu sukai, apa kamu senang berdiskusi? dsb.
Sedangkan umpan balik yang diperolehmelalui angket pada prinsipnya sama dengan
tanya jawab tersebut, bedanya dalam angket pertanyaan-pertanyaan ditulis dan
jawaban siswa ditulis pula.
e. Bagaimana Pemandu Memonitor/Memantau Kelas?
Pemandu perlu memonitor kegiatan pembelajaran
di kelasuntuk mengontrol tercapainya standar kompetensi yang telah bagaimana
Melakukan Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah? Pengelolaan Kurikulum di
Tingkat Sekolah ditetapkan dalam Kurikulum 2004 sehingga mutu sekolah dapat dipertahankan
atau bahkan ditingkatkan. Yang juga perlu diketahui bahwa tujuan monitoring
bukan untuk mencari kesalahan guru, melainkan untuk memperbaiki program mengajar
guru sehingga dapat dilaksanakan KBM yang efektif yaitu siswa menguasai
kompetensi melalui kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna.
f. Bagaimana Melakukan Sistem Pelaporan?
Monitoring pengembangan dan pelaksanaan silabus
di tingkat sekolah ini dilakukan oleh kepala sekolah, pengawas, dan petugas
dari dinas diknas dari tingkat kecamatan maupun kabupaten. Dapat pula ditambah
oleh sesama guru, komite sekolah, nara
sumber di masyarakat, ahli dari perguruan tinggi, yang kesemuannya ini
dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja guru dalam menguasai isi
silabus, dan pada gilirannya untuk menjaga standar mutu pendidikan yang kita harapkan.
Semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan monitoring ini diharapkan membuat
laporan yang ditujukan kepada kepala sekolah untuk mereka yang berada di
lingkup sekolah. Sedangkan seperti kepala sekolah, pengawas, dan pihak dinas
membuat laporan kepada pihak atasannya. Laporan ini diperlukan untuk
memperbaiki kekurangan dalam pelaksanaan silabus di masing-masing sekolah,
sehingga dapat digunakan untuk melakukan program perbaikan, baik yang akan
dilakukan di tingkat sekolah/yayasan maupun di tingkat gugus atau kecamatan
yang tersistem yang dilaksanakan oleh pihak dinas diknas.
g. Bagaimana Menyusun Program Tindak Lanjut?
Dari hasil butir 1-5 di atas sebaiknya segera
disusun program tindak lanjut yang tujuannya untuk memperbaiki atau meningkatkan
kegiatan-kegiatan pembelajaran dan program lainnya yang tengah berjalan. Dari
butir 1-5 di atas, masingmasing dirumuskan masalahnya. Berdasarkan
masalah-masalah yang telah teridentifikasi tersebut, selanjutnya dapat disusun program
perbaikannya. Program tindak lanjut ini sebaiknya disusun oleh suatu tim yang
terdiri dari kepala sekolah,pengawas, pihak dinas pendidikan, dan guru.
5. Sistem Komunikasi/Layanan Konsultasi
a. Siapa yang Harus Menciptakan Sistem
Komunikasi/LayananKonsultasi?
1. Komunikasi dapat
dilakukan baik secara langsung maupunberjenjang. Komunikasi secara langsung
seperti pihak sekolahdengan pengawas. Sedangkan komunikasi berjenjang,misalnya
dapat dilakukan antara pihak sekolah dengan dinasatau pusat (Depdiknas).
Istilah lain dari layanan komunikasiini adalah layanan konsultasi. Tujuan utama
dari layanan konsultasi ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada sekolah
atau pihak mana pun yang menggunakan Kurikulum 2004 agar mampu melaksanakannya
dengan efektif dan efisien. Dalam memberikan layanan konsultasi ini, sebaiknya dibentuk
tim yang benar-benar dapat memberikan bantuan layanan, mereka boleh saja
berasal dari ahli kurikulum dari Pusat, pihak Dinas Pendidikan dari tingkat
Propinsi sampai Kecamatan, nara
sumber dan ahli pendidikan dari perguruan tinggi setempat, serta para
instruktur atau totor dari MGMP dan KKG. Berbagai unsur ini seyogyanya
membentuk jaringan kerja (networking) agar mereka dapat bekerjasama dan
saling membantu para guru di sekolah sehingga mereka mampu melaksanakan
kegiatan belajar mengajar yang sesuai dengan kompetensi yang diinginkan dalam
Kurikulum 2004.
2. Jaringan komunikasi atau layanan konsultasi ini seyogyanya
dibentuk oleh dinas pendidikan di
tingkat propinsi, sehingga memperoleh legalitas yang memadai serta disegani oleh
semua pihak yang terlibat termasuk para guru. Adapun yang menjadi penanggung
jawab dari jaringan komunikasi ini sebaiknya juga dari pihak dinas khususnya
bidang kurikulum. Fungsi jaringan ini akan lebih baik lagi jika telah memiliki Website,
sehingga para guru dan pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengakses langsung
dengan mudah, murah, dan cepat. Melalui Website ini antarguru (baik
dalam satu sekolah maupun dengan sekolah lain) dapat mencari Bagaimana
Melakukan Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah? Pengelolaan Kurikulum di
Tingkat Sekolah informasi dan berbagi pengalaman tentang pelaksanaan program pembelajaran
yang sesuai dengan maksud kompetensi dalam Kurikulum 2004. Layanan konsultasi
ini dapat dilakukan antarsekolah dengan bantuan pengawas maupun dinas. Di sini pihak
pengawas dan dinas perlu menginformasikan tentang sekolah yang telah dianggap
bagus dalam melaksanakan kurikulum berbasis kompetensi kepada sekolah-sekolah
lain yang masih dianggap kurang. Dengan demikian kepala sekolah tidak akan ragu
lagi untuk berkonsultasi dengan kepala sekolah lain yang lebih tahu/bagus untuk
membicarakan hal-hal yang masih belum dipahami atau masalah yang dihadapi
sekolahnya berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum tersebut. Selain itu, kepala sekolah
juga dapat berkonsultasi langsung kepada pengawas maupun pihak dinas pendidikan
untuk minta bantuanjika sekolahnya menghadapi masalah.
b. Melalui apa saja Layanan Konsultasi ini dapat ditempuh?
Selain Website, layanan konsultasi ini
juga dapat ditempuh melalui jalur telepon. Untuk jalur telepon ini sebaiknya
dipilih sekolah yang telah memiliki SDM yang lebih baik khususnya punya
pemandu, telah ada beberapa guru yang telah mampu melaksanakan pengajaran sesuai
dengan kurikulum baru, dan sekolah tersebut telah memiliki dokumen Kurikulum
yang lengkap. Selain itu, layanan konsultasi ini dapat ditempuh melalui
pertemuan-pertemuan, misalnya saat istirahat atau saat usai kegiatan belajar
mengajar sekolah, atau saat pertemuan KKG/MGMP.
I. Implikasi Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah
1. Pengembangan dan
pelaksanaan kurikulum menjadi dinamis dengan pemecahan masalah yang secara
langsung dapat ditangani pada tingkat sekolah
2. Pengelolaan
kurikulum sepenuhnya ditangani oleh sekolah sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhannya
3. Tenaga-tenaga
kependidikan yang potensial di sekolah dan daerah dapat dilibatkan dalam
penyusunan silabus, pelaksanaan, dan penilaiannya
4. Sumber-sumber daya
pendidikan lainnya yang terdapat di sekolah dan daerah yang bersangkutan dapat
dimanfaatkan untuk penyusunan silabus
5. Sumber-sumber informasi lain termasuk
multimedia dapat dimanfaatkan untuk memperkaya penyusunan silabus dan pelaksanaannya
Bagaimana Melakukan Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah?
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, Ary
H. Administrasi Sekolah (Administrasi
Pendidikan Mikro). Rineka Cipta. Jakarta
:1996.
Nasution, S. Pengembangan Kurikulum. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung 2003
Sukmadinata,
Nana Syaodih. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. P.T. Remaja
Rosdakarya Bandung: 1997.
Tim Pengembang MKDK
Kurikulum dan Pembelajaran Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas
Ilmu Pendidikan UPI.. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: 2002
http://akhmadsudrajat.wordpress.com
Pelayanan Profesional Kurikulum
2004, Pengelolaan Kurikulum di Tingkat
Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta: 2003
No comments:
Post a Comment