Monday, April 18, 2016

PENGELOLAAN KURIKULUM





Oleh : Rahmad Fitriyanto


  

BAB I
PENDAHULUAN



A.       Latar Belakang
Perubahan dan perkembangan aspek kehidupan perlu direspon oleh kinerja pendidikan yang profesional dan bermutu tinggi. Mutu pendidikan yang demikianitu sangat diperlukan untuk mendukung terciptanya manusia yang cerdas dan berkehidupan yang damai, terbuka dan berdemokrasi, serta mampu bersaing secara terbuka di era global sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh warga negara Indonesia. Oleh karena itu, kinerja pendidikan menuntut adanya pembenahan dan penyempurnaan terhadap aspek substantif yang mendukungnya, yakni kurikulum.

            Kurikulum merupakan komponen yang termasuk dalam administrasi pendidikan. Yang mana pengelolaan dan peran kurikulum ini sangat berpengaruh dalam proses pendikan pada sekolah. Adapun dalam makalah ini akan dijelaskan tentang kurikulum secara esensial serta bagaimana pengelolaan kurikulum dalam administrasi pendidikan.

A.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan kurikulum?
2.      Bagaimana pengelolaan kurikulum dalam administrasi pendidikan?



BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Kurikulum
Secara definitif, makna kurikulum ini mempunyai interpretasi yang beragam. Dalam pandangan klasik, makna kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi yang harus ditempuh di sekolah, itulah yang dinamakan kurikulum. GeorgeA. Beauchamp(1986)mengemukakan bahwa: “A Curriculum is awritten document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”. Dalam paradigma modern, kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan.
Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
1.      Kurikulum sebagai suatu ide. Ide disini merupakan sesuatu yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
2.      Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis. Yaitu merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
3.      Kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
4.      Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.


B.     Landasan Kurikulum
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
  1. Filosofis
  2. Psikologis
  3. Sosial-budaya
  4. Ilmu pengetahuan dan teknologi

a. Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : Essensialisme, Eksistesialisme, Progresivisme, dan Rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran-aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
Ø  Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Filsafat  essesialisme ini lebih berorientasi pada masa lalu.
Ø  Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
Ø  Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
Ø  Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.

b. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu :
(1) Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.
(2) Psikologi Belajar.
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

c. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.


d. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.

C.       Komponen-Komponen Kurikulum
Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu :
1)      Tujuan
2)      Materi
3)      Strategi
4)      Pembelajaran
5)      Organisasi kurikulum
6)      Evaluasi.
Kelima komponen tersebut terkristalisasi dalam kurikulum, sehingga antara satu dan lainnya memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa dipisahkan.
1)      Tujuan
Mengingat pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya masing-masing. Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki esensi yang sama.
Dalam perspektif Pendidikan Nasional, tujuan Pendidikan Nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa : ” Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”..
Tujuan-tujuan pendidikan mulai dari pendidikan nasional sampai dengan tujuan mata pelajaran masih bersifat abstrak dan konseptual, oleh karena itu perlu dioperasionalkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan tujuan pendidikan yang lebih operasional, yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran dari setiap mata pelajaran. Oleh karena itu kurikulum disini berfungsi sebagai alat untuk mengoperasionalkan tujuan pendidikan yang telah ada.
2)      Materi Pembelajaran
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan yang dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik, penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama.
Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.

3)      Strategi pembelajaran
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan yang melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan informasi-intelektual, sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru.
Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta didiknya secara personal.
Terkait dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, belakangan ini mulai muncul konsep pembelajaran dengan isitilah PAIKEM, yang merupakan akronim dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Oleh karena itu, dalam prakteknya seorang guru seyogyanya dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara variatif, menggunakan berbagai strategi yang memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan proses belajarnya secara aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi.

4)      Organisasi Kurikulum
Beragamnya pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum memunculkan terjadinya keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum. Setidaknya terdapat enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:
1. Mata pelajaran terpisah (isolated subject). Kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama
2. Mata pelajaran berkorelasi Korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
3. Bidang studi (broad field), yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
4. Program yang berpusat pada anak (child centered), yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
5. Inti Masalah (core program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya. Mata pelajaran itu yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi.
6. Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.

5)      Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan.
Dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelayakan (feasibility) program.
Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa.
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.    
Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya.

D.       Perubahan Kurikulum
Kenapa kurikulum harus berubah? demikian pertanyaan yang kerapkali dilontarkan orang, ketika menanggapi terjadinya perubahan kurikulum yang terjadi di Indonesia. Jawabannya pun sangat beragam, bergantung pada persepsi dan tingkat pemahamannya masing-masing. Sepanjang sejarahnya, di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan hingga ada kesan di masyarakat bahwa “ganti menteri, ganti kurikulum”.
Perubahan kurikulum pada dasarnya memang dibutuhkan manakala kurikulum yang berlaku (current curriculum) dipandang sudah tidak efektif dan tidak relevan lagi dengan tuntutan dan perkembangan jaman dan setiap perubahan akan mengandung resiko dan konsekuensi tertentu.
Perubahan kurikulum yang berskala nasional memang kerapkali mengundang sejumlah pertanyaan dan perdebatan, mengingat dampaknya yang sangat luas serta mengandung resiko yang sangat besar, apalagi kalau perubahan itu dilakukan secara tiba-tiba dan dalam waktu yang singkat serta tanpa dasar yang jelas.
Namun dalam konteks KTSP, perubahan kurikulum pada tingkat sekolah justru perlu dilakukan secara terus menerus. Dalam hal ini, perubahan tentunya tidak harus dilakukan secara radikal dan menyeluruh, namun bergantung kepada data hasil evaluasi. Mungkin cukup hanya satu atau beberapa aspek saja yang perlu dirubah.Dengan adanya Tim Pengembang Kurikulum di sekolah maka kegiatan manajemen kurikulum mungkin akan jauh lebih terarah, sehingga pada gilirannya pendidikan di sekolah pun akan jauh lebih efektif dan efisien.

E.       Pengelolaan Kurikulum
Pasal 1 butir 19 Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum nasional yang bersifat minimal pada dasarnya dapat dimodifikasi untuk melayani kebutuhan siswa yang memiliki kecerdasan dan kemampuan luar biasa.
Namun, pada kenyataannya masih terdapat dua kendala yaitu : 1) Sekolah menjalankan kurikulum nasional yang bersifat minimal tanpa mengolah dan memodifikasi kurikulum guna melayani kebutuhan peserta didik tertentu yang berhak memperoleh pendidikan khusus. 2) ketentuan yang ada belum mengakomodir kebutuhan peserta didik yang berhak memperoleh pendidikan khusus.
Kurikulum yang dibuat oleh Pemerintah Pusat adalah kurikulum standar yang berlaku secara nasional. Padahal kondisi sekolah pada umumnya sangat beragam. Oleh karena itu, dalam implementasinya, sekolah dapat mengembangkan (memperdalam, memperkaya, dan memodifikasi), namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional. Sekolah dibolehkan memperdalam kurikulum, artinya, apa yang diajarkan boleh dipertajam dengan aplikasi yang bervariasi. Sekolah juga dibolehkan memperkaya apa yang diajarkan, artinya apa yang diajarkan boleh diperluas dari yang harus, dan seharusnya, dan yang dapat diajarkan. Demikian juga, sekolah dibolehkan memodifikasi kurikulum, artinya apa yang diajarkan boleh dikembangkan agar lebih kontekstual dan selaras dengan karakteristik peserta didik. Selain itu, sekolah juga diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal. 
            Pengelolaan kurikulum dilakukan oleh setiap sekolah.Baik itu pengelolanya, system pengelolaan dan pengembangan pengelolaan kurikulum tersebut. Karena yang lebih tau keadaan dan kebutuhan sekolah yaitu guru yang berperan sebagai pendidik. Sehingga kurikulum dapat di operasionalkan terhadap peserta didik secara proporsional.

 F. Pengertian Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah
Telah dijelaskan pada bagian Pendahuluan bahwa sekolah yang mampu mengelola kurikulum sendiri harus memenuhi beberapa persyaratan, baik dari segi kesiapan sumber daya manusia dan sarana prasarananya, maupun dalam upayanya melibatkan warga sekolah dan masyarakat. Namun, tidak semua sekolah dapat dikategorikan mampu mengelola kurikulum sendiri. Jadi, pengelolaan kurikulum di sekolah dapat dilakukan jika sekolah sudah mampu mengelola kurikulum sendiri, yakni mampu mengembangkan dokumen kurikulum nasional untuk dijabarkan menjadi silabus, atau sekolah dengan semua sumber dayanya (kepala sekolah, guru-guru, dan sarana/prasarana) mampu mengembangkan silabus yang berstandar menjadi bahan ajar yang siap pakai di kelas. Pengertian siap pakai meliputi penguasaan metode mengajar, kegiatan pembelajaran, pengelolaan kelas, pemilihan dan penggunaan alat bantu dan sumber belajar, jenis-jenis penilaian yang sesuai dengan kompetensi yang dilatihkan, serta mampu memberikan kegiatan perbaikan dan pengayaan kepada siswa sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa.

  G. Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang akan diberi nama Kurikulum 2004 merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh siswa.  Di dalamnya termasuk pelaksanaan dan cara penilaian kegiatan belajar mengajar, serta pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum ini berorientasi pada: 1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri siswa melalui serangkaian pengalaman belajar yangbermakna, dan 2) keberagaman yang dapat diwujudkan sesuai kebutuhan siswa. Bagaimana Melakukan Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah?  Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah Kurikulum 2004 ini merupakan kerangka inti yang memiliki perangkat penyerta lain, yang kita sebut sebagai model pelayanan profesional KBK: yaitu Model Sistem Penyampaian KBK, Model Penilaian Berbasis Kelas, Model Kegiatan Belajar Mengajar, dan Model Pengelolaan Kurikulum
di Tingkat Sekolah. Model Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah (sebagai salah satu komponen atau perangkat Kurikulum 2004) menyajikan berbagai pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumberdaya lain di tingkat sekolah untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Pola ini dilengkapi pula dengan gagasan pembentukan tim pengembang silabus, cara pengembangan silabus dan bahan ajar, pembinaan profesional tenaga kependidikan, dan pengembangan sistem informasi kurikulum. Dalam kaitannya dengan pengembangan silabus, juga dilakukan penetapan dan pengembangan materi yang diperlukan di sekolah, pelaksanaan kurikulum termasuk kegiatan intra dan ekstra kurikuler, dan pengembangan sistem pemantauan.

H. Perencanaan dan Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah
Untuk dapat mengembangkan silabus sendiri, seperti telah disinggung di atas ada persyaratan yang harus dipenuhi seperti kekuatan apa saja yang dimiliki oleh suatu sekolah yang membuat keputusan untuk mengembangkan silabus sendiri. Apakah sekolah itu berada di bawah suatu yayasan atau dalam kelompok/gugus sekolah sehingga mereka bisa mengkoordinasikan sekolah-sekolah lain untuk mengembangkan silabus bersama-sama, atau ada alasan lain. Berikut akan disajikan hal-hal yang harus dilakukan jika sekolah akan menjabarkan kurikulum
nasional menjadi silabus.



1. Identifikasi Kesiapan Sekolah
Sekolah perlu melakukan identifikasi kesiapan, baik dari segi kekuatan maupun kelemahan yang dimilikinya. Dari segi kekuatan, misalnya sumber dana dan fasilitas lain tersedia, namun kelemahannya tidak semua yang terlibat dalam penyelenggaraan sekolah, yaitu guru-guru, karyawan sekolah, warga sekolah, dan komite sekolah sudah siap. Jadi, dalam hal ini setiap sekolah yang memutuskan untuk mengembangkan silabus sendiri harus melakukan identifikasi kesiapan yang menyangkut sumber daya manusia, finansial, sarana dan prasarana, dsb. Jika dari kesemua persyaratan yang dituntut tersebut, ternyata lebih banyak kelemahannya tentu saja sekolah itu belum layak kalau ingin mengembangkan silabus sendiri. Ini akan menyulitkan kerja kepala sekolah sebagai manajer sekolah jika keputusannya tidak bisa didukung oleh kemampuan dan kemauan semua pihak di sekolahnya.

2. Merencanakan Kegiatan di Tingkat Sekolah
Jika hasil identifikasi kesiapan menunjukkan suatu sekolah mampu mengembangkan silabus sendiri, selanjutnya perlu dilakukan perencanaan dalam pelaksanaan langkah-langkah kegiatan, misalnya: mengatur pelaksanaan pelatihan dan pembinaan guru-guru,mengalokasikan waktu untuk pelatihan dan pembinaan, pada jam sekolah atau menanti saat liburan sekolah, menyusun program sekolah, melakukan pemilihan materi, dsb. Berikut akan disajikan rincian penjelasannya:

a. Mengatur pelaksanaan pelatihan/pembinaan
  • apakah semua guru perlu mendapatkan pelatihan untuk pengembangan silabus,       apakah digilir dari guru kelas
  • rendah, lalu diteruskan dengan guru-guru di kelas tinggi
  • berapa hari diperlukan untuk pelatihan
  • materi apa saja yang akan diberikan pada pelatihan tersebut,
  • bagaimana bentuk pelatihan (tatap muka, supervisi kelas,
  • atau bentuk lainnya)
  • di mana tempatnya (di tingkat sekolah atau gugus sekolah)
  • kapan dilaksanakan (apakah pada jam sekolah atau pada
  • saat libur sekolah?)

b. Melakukan pemilihan materi sebelum pelaksanaan pelatihan?
  • pemetaan kompetensi tiap mata pelajaran
  • pembelajaran tematis di kelas I dan II
  • pemilihan materi esensial
  • penyusunan program semester dan program tahunan
  • penyusunan kegiatan ekstra kurikuler
  • kajiulang silabus yang telah dikembangkan
Bagaimana Melakukan Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah? Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah



c. Melakukan Pelatihan/Pembinaan Antarsekolah
Pelatihan/pembinaan dapat dilakukan antarsekolah, misalnya
sekolah-sekolah yang berada dalam satu kompleks. Di beberapa kota dapat dijumpai ada beberapa sekolah yangb erada dalam satu kompleks, mereka dapat bergabung melakukan pelatihan, atau pelatihan pada sekolah-sekolah yang tergabung dalam satu gugus yakni melalui kegiatan KKG atau MGMP, atau jika sekolah swasta yang berada dalam yayasan tertentu, yayasan tersebut dapat melaksanakan pelatihan khusus untuk guru-guru yang berada di bawah yayasan tersebut. Selain dalam bentuk pelatihan, dapat pula dilakukan pembinaan dengan mengadakan kunjungan antarsekolah, terutama untuk sekolah-sekolah yang telah mendapatkan pelatihan penyusunan silabus dan telah pula menggunakannya dapat dikunjungi oleh guru-guru dari sekolah lain, agar mereka dapat berlajar langsung dari mengamati kbm, melihat dokumen yang telah dikembangkan, dan melakukan wawancara dengan guru-guru di sekolah
tersebut menanyakan pengalaman dan berguru bagaimana mengembangkan silabus yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan sekolah.

3. Implementasi Kurikulum yang telah Dijabarkan Menjadi Silabus Di Tingkat Sekolah
Sebelum mengimplementasikan kurikulum baru, setiap sekolah perlu mempersiapkan diri, misalnya dengan memberikan jaminan bahwa guru-guru mampu melaksanakannya, misalnya mereka juga menyiapkan sejumlah bahan/perangkat yang diperlukan, seperti format-format (pengamatan, penilaian, pencatatan, dsb) pemetaan
kompetensi dan materi untuk setiap mata pelajaran, serta menyiapkan sumber belajar dan alat bantu mengajarnya. Jika silabus dikembangkan di tingkat sekolah perlu dilakukan pemantauan dalam penyusunan silabus ini oleh pihak-pihak yang berwenang seperti pengawas, pihak dinas dari tingkat kecamatanhingga kabupaten/kota, juga pihak perguruan tinggi setempat untuk mengontrol standar mutu yang telah ditetapkan secara nasional.

4. Sistem Monitoring dan Pelaporan
a. Bagaimana Memantau Proses Penyusunan dan Pelaksanaan Silabus? Jika sekolah telah memutuskan untuk menyusun silabusnya sendiri dengan persetujuan Kepala Dinas Pendidikan setempat, maka kepala sekolah, pengawas bersama-sama dengan Dinas perlu memantau proses penyusunan silabus yang sedang berlangsung. Dalam kaitan ini ada beberapa aspek yang pelu diperhatikan dalam pemantauan ini.
1. Kelengkapan unsur penyusunan dan penunjangnya Dalam hal ini apakah pihak-pihak yang seharusnya terlibat dalam penyusunan silabus ini dapat berperan secara aktif. Bila unsur yang seharusnya datang namun berhalangan, apakah telah diatasi dengan baik. Pemantauan juga perlu dilakukan untuk mengetahui apakah sarana prasarana pendukung kegiatan penyusunan silabus ini memadai atau tidak seperti misalnya ruangan tidak panas, cukup penerangan, tidak banyak gangguan dari kebisingan, keramaian orang yang lalu lalang, dsb.
2. Kelengkapan aspek yang harus disusun Dalam penyusunan silabus perlu dilihat apakah silabus tersebut telah merumuskan dengan jelas kegiatan pembelajarannya. Juga perlu dilihat apakah pembelajaran yang disusun/diformulasikan tersebut merupakan penjabaran sinergis dari aspek kompetensi dasar, indikator, dan materi pokok. Selain itu, dalam silabus hendaknya sudah tergambar metode belajar mengajar yang akan dipilih, alat bantu belajar, sumber belajar, serta bentuk-bentuk
penilaian yang akan digunakan untuk menilai hasil kegiatan pembelajaran.
3. Kejelasan Redaksional Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini
antara lain:
a) apakah bahasanya mudah dipahami, jelas, singkat, dan tidak menggunakan kosakata yang dapat menimbulkan makna ganda (ambigue).
b) tidak menggunakan kata-kata asing, kecuali terpaksaBagaimana Melakukan Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah? Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolahdan itu pun hanya bersifat penjelas saja yang ditulis
dalam tanda kurung.
c) kalimat disusun dengan kaidah bahasa yang benar dan memperhatikan efektivitas   berbahasa.
4. Kelayakan (feasibility) konsep-konsep yang terangkum dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang tersusun perlu ditinjau kembali, apakah telah sesuai dengan tingkat perkembangan anak (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar), menggunakan alat bantu belajar yang terjangkau, menggunakan buku sumber yang mudah diperoleh, serta kegiatan pembelajaran tidak membahayakan siswa.
5. Pelaksanaan silabus yang telah tersusun menjadi kegitan belajar mengajar di kelas
Apakah telah sesuai dengan yang direncanakan, misalnya apa benar guru-guru melatihkan semua kompetensi yang harus dikuasai siswa, bagaimana latihan dan praktek itu dilaksanakan, apakah setiap siswa mendapatkan pelayanan secara individual, apakah sistem evaluasi atau penilaian sesuai dengan kompetensi yang akan diukur, apakah gurujuga memberikan program remedial dan pengayaan, dsb.

b. Bagaimana Agar Sesama Guru Dapat Saling Membantu?

• Guru yang sudah menguasai/memahami silabus perlu membagikan kemampuannya kepada guru lain yang belum
memahami dengan memberikan contoh-contoh pembelajaran.
• Guru yang belum mampu/menguasai perlu secara proaktif minta penjelasan beserta contoh-contoh pembelajaran yang sesuai/benar kepada guru yang telah menguasai/mampu.
• Mencari contoh kongkrit pembelajaran yang sesuai dengan cara mengunjungi/mengobservasi kegiatan pembelajaran di kelas yang diselenggarakan oleh guru yang telah menguasai/ mampu.
• Selain itu, saat istirahat juga merupakan waktu yang tepat bagi guru yang belum menguasai untuk bertanya atau minta penjelasan kepada guru yang telah menguasai/mampu tentang suatu hal yang belum dikuasainya.



c. Bagaimana Guru Mau Melakukan Koreksi Diri Sendiri?
Guru dapat melakukan koreksi diri sendiri melalui penelitian sendiri tentang pelaksanaan pengajarannya. Tujuan melakukan penelitian sendiri ini untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Dalam bahasa ilmiah kegiatan penelitian semacam ini disebut “action research” (penelitian tindakan) yaitu kegiatan penelitian yang meneliti kegiatan belajar mengajarnya sendiri untuk melihat kekurangan dan kekuatan yang ada. Kekurangan dan kekuatan tersebut selanjutnya dijadikan umpan balik (feed-back), yang selanjutnya diolah untuk menentukan tindakan belajar mengajar selanjutnya yang lebih baik. Misalnya, dalam mengajarkan konsep atau pokok bahasan tertentu hasilnya kurang baik, ini perlu dianalisis: apakah metodenya kurang tepat, apakah pengorganisasian kelasnya tidak tepat, apakah alat bantunya kurang atau tidak memadai atau tidak tepat. Sebagai tindak lanjutnya, dalam mengajar berikutnya, aspek-aspek tersebut diperbaiki atau dilengkapi dan hasil belajarnya dicatat pula.

d. Bagaimana Memperoleh Umpan Balik dari Siswa?
Dalam rangka memperoleh umpan balik terhadap kegiatan pembelajaran, siswa merupakan sumber informasi yang sangat penting, karena siswa sendiri berperan sebagai obyek sekaligus subyek dalam pembelajaran. Umpan balik ini dapat  diperoleh melalui tanya jawab secara lisan dan tertulis (angket), Dalam hal ini, secara lisan guru dapat bertanya kepada siswa tentang sesuatu hal yang diperlukan guru misalnya apa kamu senang mengikuti pelajaran tadi, bagian mana yang menyenangkan, bagian mana yang tidak menyenangkan, bagian mana yang masih belum jelas, topik-topik apa yang kamu sukai, apa kamu senang berdiskusi? dsb. Sedangkan umpan balik yang diperolehmelalui angket pada prinsipnya sama dengan tanya jawab tersebut, bedanya dalam angket pertanyaan-pertanyaan ditulis dan jawaban siswa ditulis pula.

e. Bagaimana Pemandu Memonitor/Memantau Kelas?
Pemandu perlu memonitor kegiatan pembelajaran di kelasuntuk mengontrol tercapainya standar kompetensi yang telah bagaimana Melakukan Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah? Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah ditetapkan dalam Kurikulum 2004 sehingga mutu sekolah dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan. Yang juga perlu diketahui bahwa tujuan monitoring bukan untuk mencari kesalahan guru, melainkan untuk memperbaiki program mengajar guru sehingga dapat dilaksanakan KBM yang efektif yaitu siswa menguasai kompetensi melalui kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna.

f. Bagaimana Melakukan Sistem Pelaporan?
Monitoring pengembangan dan pelaksanaan silabus di tingkat sekolah ini dilakukan oleh kepala sekolah, pengawas, dan petugas dari dinas diknas dari tingkat kecamatan maupun kabupaten. Dapat pula ditambah oleh sesama guru, komite sekolah, nara sumber di masyarakat, ahli dari perguruan tinggi, yang kesemuannya ini dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja guru dalam menguasai isi silabus, dan pada gilirannya untuk menjaga standar mutu pendidikan yang kita harapkan. Semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan monitoring ini diharapkan membuat laporan yang ditujukan kepada kepala sekolah untuk mereka yang berada di lingkup sekolah. Sedangkan seperti kepala sekolah, pengawas, dan pihak dinas membuat laporan kepada pihak atasannya. Laporan ini diperlukan untuk memperbaiki kekurangan dalam pelaksanaan silabus di masing-masing sekolah, sehingga dapat digunakan untuk melakukan program perbaikan, baik yang akan dilakukan di tingkat sekolah/yayasan maupun di tingkat gugus atau kecamatan yang tersistem yang dilaksanakan oleh pihak dinas diknas.

g. Bagaimana Menyusun Program Tindak Lanjut?
Dari hasil butir 1-5 di atas sebaiknya segera disusun program tindak lanjut yang tujuannya untuk memperbaiki atau meningkatkan kegiatan-kegiatan pembelajaran dan program lainnya yang tengah berjalan. Dari butir 1-5 di atas, masingmasing dirumuskan masalahnya. Berdasarkan masalah-masalah yang telah teridentifikasi tersebut, selanjutnya dapat disusun program perbaikannya. Program tindak lanjut ini sebaiknya disusun oleh suatu tim yang terdiri dari kepala sekolah,pengawas, pihak dinas pendidikan, dan guru.

5. Sistem Komunikasi/Layanan Konsultasi

a. Siapa yang Harus Menciptakan Sistem Komunikasi/LayananKonsultasi?
1. Komunikasi dapat dilakukan baik secara langsung maupunberjenjang. Komunikasi secara langsung seperti pihak sekolahdengan pengawas. Sedangkan komunikasi berjenjang,misalnya dapat dilakukan antara pihak sekolah dengan dinasatau pusat (Depdiknas). Istilah lain dari layanan komunikasiini adalah layanan konsultasi. Tujuan utama dari layanan konsultasi ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada sekolah atau pihak mana pun yang menggunakan Kurikulum 2004 agar mampu melaksanakannya dengan efektif dan efisien. Dalam memberikan layanan konsultasi ini, sebaiknya dibentuk tim yang benar-benar dapat memberikan bantuan layanan, mereka boleh saja berasal dari ahli kurikulum dari Pusat, pihak Dinas Pendidikan dari tingkat Propinsi sampai Kecamatan, nara sumber dan ahli pendidikan dari perguruan tinggi setempat, serta para instruktur atau totor dari MGMP dan KKG. Berbagai unsur ini seyogyanya membentuk jaringan kerja (networking) agar mereka dapat bekerjasama dan saling membantu para guru di sekolah sehingga mereka mampu melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang sesuai dengan kompetensi yang diinginkan dalam Kurikulum 2004.
2. Jaringan komunikasi atau layanan konsultasi ini seyogyanya
dibentuk oleh dinas pendidikan di tingkat propinsi, sehingga memperoleh legalitas yang memadai serta disegani oleh semua pihak yang terlibat termasuk para guru. Adapun yang menjadi penanggung jawab dari jaringan komunikasi ini sebaiknya juga dari pihak dinas khususnya bidang kurikulum. Fungsi jaringan ini akan lebih baik lagi jika telah memiliki Website, sehingga para guru dan pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengakses langsung dengan mudah, murah, dan cepat. Melalui Website ini antarguru (baik dalam satu sekolah maupun dengan sekolah lain) dapat mencari Bagaimana Melakukan Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah? Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah informasi dan berbagi pengalaman tentang pelaksanaan program pembelajaran yang sesuai dengan maksud kompetensi dalam Kurikulum 2004. Layanan konsultasi ini dapat dilakukan antarsekolah dengan bantuan pengawas maupun dinas. Di sini pihak pengawas dan dinas perlu menginformasikan tentang sekolah yang telah dianggap bagus dalam melaksanakan kurikulum berbasis kompetensi kepada sekolah-sekolah lain yang masih dianggap kurang. Dengan demikian kepala sekolah tidak akan ragu lagi untuk berkonsultasi dengan kepala sekolah lain yang lebih tahu/bagus untuk membicarakan hal-hal yang masih belum dipahami atau masalah yang dihadapi sekolahnya berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum tersebut. Selain itu, kepala sekolah juga dapat berkonsultasi langsung kepada pengawas maupun pihak dinas pendidikan untuk minta bantuanjika sekolahnya menghadapi masalah.

b. Melalui apa saja Layanan Konsultasi ini dapat ditempuh?
Selain Website, layanan konsultasi ini juga dapat ditempuh melalui jalur telepon. Untuk jalur telepon ini sebaiknya dipilih sekolah yang telah memiliki SDM yang lebih baik khususnya punya pemandu, telah ada beberapa guru yang telah mampu melaksanakan pengajaran sesuai dengan kurikulum baru, dan sekolah tersebut telah memiliki dokumen Kurikulum yang lengkap. Selain itu, layanan konsultasi ini dapat ditempuh melalui pertemuan-pertemuan, misalnya saat istirahat atau saat usai kegiatan belajar mengajar sekolah, atau saat pertemuan KKG/MGMP.

I. Implikasi Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah
1. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum menjadi dinamis dengan pemecahan masalah yang secara langsung dapat ditangani pada tingkat sekolah
2. Pengelolaan kurikulum sepenuhnya ditangani oleh sekolah sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya
3. Tenaga-tenaga kependidikan yang potensial di sekolah dan daerah dapat dilibatkan dalam penyusunan silabus, pelaksanaan, dan penilaiannya
4. Sumber-sumber daya pendidikan lainnya yang terdapat di sekolah dan daerah yang bersangkutan dapat dimanfaatkan untuk penyusunan silabus
     5. Sumber-sumber informasi lain termasuk multimedia dapat dimanfaatkan untuk       memperkaya penyusunan silabus dan pelaksanaannya Bagaimana Melakukan Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah?















DAFTAR PUSTAKA


Gunawan, Ary H. Administrasi Sekolah (Administrasi Pendidikan Mikro). Rineka Cipta. Jakarta :1996.
Nasution, S. Pengembangan Kurikulum. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung 2003
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. P.T. Remaja Rosdakarya Bandung: 1997.
Tim Pengembang MKDK Kurikulum dan Pembelajaran Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: 2002
http://akhmadsudrajat.wordpress.com
Pelayanan Profesional Kurikulum 2004, Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta: 2003

No comments:

Post a Comment

Post Terbaru

  اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. حَمْدًا يُوَافِيْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِ...