Oleh : Rahmad
Fitriyanto
Kebahagiaan hidup dalam
pandangan Islam tidak berkutat pada sisi materi. Walaupun Islam mengakui kalau
materi menjadi bagian dari unsur kebahagiaan.
Islam pada dasarnya
memandang masalah materi sebagai sarana bukan tujuan. Oleh karenanya, Islam
memberikan perhatian sangat besar pada unsur ma'nawi seperti memiliki budi
pekerti yang luhur sebagai cara mendapatkan kebahagiaan hidup.
Beberapa nash syar'i telah
menunjukkan hal ini:
وَالْأَنْعَامَ
خَلَقَهَا لَكُمْ فِيهَا دِفْءٌ وَمَنَافِعُ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ وَلَكُمْ
فِيهَا جَمَالٌ حِينَ تُرِيحُونَ وَحِينَ تَسْرَحُونَ
"Dan Dia telah
menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan
dan berbagai-bagai manfaat, dan sebagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh
pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan
ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan." (QS. An-Nakhl:
5-6)
قُلْ مَنْ حَرَّمَ
زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ
"Katakanlah:
"Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah
dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan)
rezeki yang baik?" (QS. Al-A'raf: 32)
Sabda Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, "di antara unsur kebahagiaan anak Adam adalah
istri shalihah, tempat tinggal luas, dan tunggangan yang nyaman."
(HR. Ahmad)
Islam
pada dasarnya memandang masalah materi sebagai sarana bukan tujuan.
Oleh
karenanya, Islam memberikan perhatian sangat besar pada unsur ma'nawi seperti
memiliki budi pekerti yang luhur sebagai cara mendapatkan kebahagiaan hidup.
Kebahagiaan dunia
Islam telah menetapkan
beberapa hukum dan beberapa kriteria yang mengarahkan manusia untuk mencapai
kebahagiaan hidupnya di dunia. Hanya saja Islam menekankan bahwa kehidupan
dunia, tidak lain, hanyalah jalan menuju akhirat. Sedangkan kehidupan yang sebenarnya
yang harus dia upayakan adalah kehidupan akhirat. Allah Ta'ala berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا
مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
"Barang siapa yang
mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik."
(QS. An-Nahl: 97)
وَابْتَغِ فِيمَا
آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
"Dan carilah pada
apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi." (QS.
Al-Qashshash: 77)
فَمَا مَتَاعُ
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ
"Padahal kenikmatan
hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit."
(QS. At-Taubah: 38)
Kebahagiaan akhirat
Kebahagiaan akhirat
merupakan kebahagiaan abadi yang kekal. Menjadi balasan atas keshalihan hamba
selama hidup di dunia. Allah berfirman,
الَّذِينَ
تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ
ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
"(yaitu)
orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan
mengatakan (kepada mereka): "Salaamun`alaikum, masuklah kamu ke dalam
surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan"." (QS. Al
Nahl: 32)
لِلَّذِينَ
أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَلَدَارُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ
وَلَنِعْمَ دَارُ الْمُتَّقِينَ
"Orang-orang yang
berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya
kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang
bertakwa." (QS. Al Nahl: 30)
Islam telah menetapkan tugas
manusia di bumi sebagai khalifah di dalamnya. Bertugas memakmurkan bumi dan
merealisasikan kebutuhan manusia yang ada di sana. Hanya saja dalam
pelaksanaannya senantiasa ada kesulitan, sehingga menuntutnya
bersungguh-sungguh dan bersabar. Hidup tidak hanya kemudahan sebagaimana yang
diinginkan dan diangankan orang. Bahkan dia selalu berganti dari mudah ke
sulit, dari sehat ke sakit, dari miskin ke kaya, atau sebaliknya.
Ujian-ujian ini akan
selalu mengisi hidup manusia yang menuntunnya untuk bersabar, berkeinginan
kuat, bertekad tinggi, bertawakkal, berani, berkorban, dan berakhlak mulia
serta lainnya. Semua ini akan mendatangkan ketenangan, kebahagiaan, dan ridla.
Allah Ta'ala berfirman,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأَمْوَالِ وَالأَنْفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ
قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ
صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
"Dan sungguh akan
Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" Mereka itulah
yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka
itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. Al Baqarah: 155-157)
Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda :
عَجَبًا لِأَمْرِ
الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا
لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ
أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
"Sungguh
menakjubkan urusan seorang mukmin. Seluruh urusannya bernilai baik. Jika
mendapat kebaikan dia bersyukur, dan itu baik untuknya. Dan jika tertimpa
keburukan dia bersabar, dan itu baik untuknya." (HR. Muslim)
Cara meraih
kebahagiaan
1.
Beriman dan beramal shalih.
Meraih kebahagiaan melalui
iman ditinjau dari beberapa segi:
a. Orang
yang beriman kepada Allah Yang Mahatinggi dan Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya,
dengan iman yang sempurna, bersih dari kotoran dosa, maka dia akan merasakan
ketenangan hati dan ketentraman jiwa. Dia tidak akan galau dan bosan dengan
kehidupannya, bahkan akan ridla terhadap takdir Allah pada dirinya, pastinya
dia akan bersyukur terhadap kebaikan dan bersabar atas bala'.
Ketundukan seorang mukmin
kepada Allah membimbing ruhaninya yang menjadi pondasi awal untuk lebih giat
bekerja karena merasa hidupnya memiliki makna dan tujuan yang berusaha
diwujudkannya. Allah berfirman,
الَّذِينَ
آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ
وَهُمْ مُهْتَدُونَ
"Orang-orang yang
beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik),
mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah
orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. Al An'aam: 82)
b. Iman
menjadikan seseorang memiliki pijakan hidup yang mendorongnya untuk diwujudkan.
Maka hidupnya akan memiliki nilai yang tinggi dan berharga yang mendorongnya
untuk beramal dan berjihad di Jalan-Nya. Dengan itu pula, dia akan meninggalkan
gaya hidup egoistis yang sempit sehingga hidupnya bermanfaat untuk masyarakat
di mana dia tinggal.
Ketika seseorang bersifat
egois maka hari-harinya terasa sempit dan tujuan hidupnya terbatas. Namun
ketika hidupnya dengan memikirkan fungsinya, maka hidup nampak panjang dan
indah, dia akan merasakan hari-harinya penuh nilai.
c. Peran
iman bukan saja untuk mendapatkan kebahagiaan, namun juga sebagai sarana untuk
menghilangkan kesengsaraan. Hal itu karena seorang mukmin tahu dia akan
senantiasa diuji dalam hidupnya. Dan ujian-ujian itu termasuk untuk menguji keimanan,
maka akan tumbuh dalam dirinya kekuatan sabar, semangat, percaya kepada Allah,
bertawakkal kepada-Nya, memohon perlindungan kepada-Nya, dan takut kepada-Nya.
Potensi-potensi ini termasuk sarana utama untuk merealisasikan tujuan hidup
yang mulia dan siap menghadapi ujian hidup. Allah Ta'ala berfirman:
إِنْ تَكُونُوا
تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ
مَا لَا يَرْجُونَ
"Jika kamu
menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula),
sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak
mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
(QS. Al Nisaa': 104)
Peran
iman bukan saja untuk mendapatkan kebahagiaan, namun juga sebagai sarana untuk
menghilangkan kesengsaraan.
2.
Memiliki akhlak mulia yang mendorong untuk berbuat baik kepada sesama.
Manusia adalah makhluk
sosial yang harus melakukan interaksi dengan makhluk sebangsanya. Dia tidak
mungkin hidup sendiri tanpa memerlukan orang lain dalam memenuhi seluruh
kebutuhannya. Jika bersosialisasi dengan mereka merupakan satu keharusan,
sedangkan manusia memiliki tabiat dan pemikiran yang bermacam-macam, maka pasti
akan terjadi kesalahpahaman dan kesalahan yang membuatnya sedih. Jika tidak
disikapi dengan sikap bijak maka interaksinya dengan manusia akan menjadi sebab
kesengsaraan dan membawa kesedihan dan kesusahan. Karena itulah, Islam
memberikan perhatian besar terhadap akhlak dan pembinaannya. Hal ini dapat kita
saksikan dalam beberapa ayat dan hadits berikut ini:
a. Firman
Allah dalam menyifati Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam,
وَإِنَّكَ لَعَلى
خُلُقٍ عَظِيمٍ
"Dan sesungguhnya
kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (QS. Al Qalam: 4)
فَبِمَا رَحْمَةٍ
مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا
مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ
"Maka disebabkan
rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu
bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu." (QS. Ali Imran:
159)
b.
Perintah Allah kepada kaum mukminin agar tolong menolong dalam kebaikan,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى
الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
"Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al Maidah:
2)
c.
Perintah Allah agar membalas keburukan orang dengan kebaikan,
وَلَا تَسْتَوِي
الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي
بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ وَمَا يُلَقَّاهَا
إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
"Dan tidaklah sama
kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik,
maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah
telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan
melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar."
(QSl Fushshilat: 34-35)
d. Sabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "sesungguhnya aku
diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia."
e. Sabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Perumpamaan
orang-orang yang beriman dalam hal kasih sayang, kecintaan dan kelemah-lembutan
diantara mereka adalah bagaikan satu tubuh, apabila ada satu anggotanya yang
sakit maka seluruh tubuh juga merasakan sakit dan tidak bisa tidur."
(Muttafaqun ‘Alaihi)
3.
Memperbanyak dzikir dan merasa selalu disertai Allah.
Sesungguhnya keridlaan hamba
tergantung pada dzat tempat bergantung. Dan Allah Dzat yang paling membuat hati
hamba tentram dan dada menjadi lapang dengan mengingat-Nya. Karena kepadaNya
seorang mukmin meminta bantuan untuk mendapatkan kebutuhan dan menghindarkan
dari mara bahaya. Karena itulah, syariat mengajarkan beberapa dzikir yang
mengikat antara seorang mukmin dengan Allah Ta'ala sesuai tempat dan waktu,
yaitu ketika ada sesuatu yang diharapkan atau ada sesuatu yang
menghawatirkannya. Dzikir-dzikir tadi mengikat seorang hamba dengan penciptanya
sehingga dia akan mengembalikan semua akibat kepada yang mentakdirkannya.
Berikut ini beberapa nash
yang menunjukkan hubungan dzikir dengan kebahagiaan seorang hamba.
a. Firman
Allah Ta'ala:
الَّذِينَ آَمَنُوا
وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ
الْقُلُوبُ
"(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram."
(QS. Al Ra'du: 28)
b.
Perintah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada seorang muslim
ketika menikah.
اللَّهُمَّ إِنِّي
أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ
شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
"Ya Allah, aku
memohon kebaikannya dan kebaikan tabi'at yang dia bawa, dan aku berlindung dari
keburukannya dan keburukan tabi'at yang dia bawa." (HR. Abu Daud no
2160, Ibnu Majah no1918 dan al Hakim).
c. Doa
ketika terjadi angin ribut:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ
أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيْهَا وَخَيْرَ مَا أُرْسِلْتَ بِهِ،
وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيْهَا وَشَرِّ مَا أُرْسِلْتَ بِهِ
"Ya Allah!
Sesungguhnya aku mohon kepadaMu kebaikan angin (ribut ini), kebaikan apa yang
di dalamnya dan kebaikan tujuan angin dihembuskan. Aku berlindung kepadaMu dari
kejahatan angin ini, kejahatan apa yang di dalamnya dan kejahatan tujuan angin
dihembuskan." (Muttafaq 'Alaih)
d.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mewajibkan untuk melakukan
sebab (usaha), minta tolong kepada Allah, dan tidak sedih jika hasil yang
diharapkan tidak terwujud. "Bersemangatlah mencari yang bermanfaat
bagimu, minta pertolongan kepada Allah, dan jangan lemah. Jika engkau tertimpa
musibah janganlah berkata: ‘Seandainya saya berbuat begini maka tentu tidak
terjadi begitu.’ Namun katakanlah: ‘Allah telah menakdirkan musibah ini. Apa
yang Allah kehendaki pasti terjadi’. Karena perkataan ‘Seandainya’ dapat
membuka perbuatan syetan." (HR. Muslim)
No comments:
Post a Comment