Penulis : Rahmad
Fitriyanto
1.‘Alam
Tauhid Dari Zaman Nabi Adam Hingga Nabi Nuh A.S
Adam mengajarkan tauhid yang khalis murni kepada anak
cucunya. Merekapun tunduk kepada ajaran adam yang meng-esakan ALLAH SWT.
Setelah adam wafat, banyak lagi nabi-nabi yang
dibangkitkan ganti berganti, untuk menuntun dan memimpin umat. Karena fitrah
manusia yang suka dipimpin dan diatur, jika pemimpinnya sudah tidak ada lagi
atau wafat, maka kehilangan pemimpin itu mengakibatkan
penyimpangan-penyimpangan dari jalan yang lurus dari ajarn semula, menjadi keadaan
yang kacau balau. Semenjak adam wafat semuanya kocar-kacir tidak berketentua,
untuk mengatasi itu Allah mengutus pula seorang nabi yang akan mengatur dan
memimpin umat manusia. Dan yang diutus ialah nabi nuh.
Dialah sebagai bapak atau nenek moyang yang kedua. Dialah
pemimpin dan pengatur manusia setelah kehidupannya porak poranda setelah
sepeninggalnya nabi adam.
Sebelum nabi nuh ini ada pula nabi-nabi yang tugasnya
sama yaitu meneruskan ajaran nabi adam a.s.
Setelah nabi nuh wafat ummat kehilangan pemimpin pula dan
kacaulah kembali sehingga
datangilah utusan Allah yang bernama nabi
ibrahim a.s. nabi ibrahim selain
mengajarkan dan memimpin ketauhidan juga membawa dan mengajarkan syariah yang
diantaranya disyariahkan dalam agama yang dibawa nabi muhammad sebagai bukti
adanya hubungan yang erat antara syariah nabiibrahim dan syariah nabi muhammad.
Diantara nabi ibrahim dan nabi muhammad banyak sekali
nabi-nabi yang diutus Allah untuk mengemban ketauhidan umat manusia dintaranya:
nabi musa dan nabi isa.
2. Alam Tauhid Dizaman Nabi Muhammad Hingga Sekarang.
Kerosulan nabi muhammad adalah untuk engembalikan dan
memimpin umat kepada tauhid dan mengakui keesaan Allah dengan ikhlas dan
semurni-murninya sebagai yang dibawa dan diajarkan oleh nabi ibrahi terdahulu.
Tauhid yang diajarkan oleh nabi muhammad ini adalah sebagai yang digariskan
dalam alqruan dan al hadis.
Karena segala sifat-sifat Allah terkandung dalam alquran
maka tidak pernah orang-orang dimasa tu menanyakan sifa-sifat Allah kepada
nabi. Mereka hanya menanyakn soal ibadah ( sembahyang, haji, puasa dan
lain-lain).
Tdak terdapat dalam hadis atau astar-astar yang
membuktikan diantara sahabat yang menyelidiki kepada rosul tentang sifat-sifat
Allah dan kedudukan sifat-sifat Allah
adalah sifat zat atau sifat fi’il. Adapun kaum muslimin yang tetap murni
ketauhidannya bangun menentang pendapat jaham dan menyatakan bahwa pendapat itu
sesat. Beberapa tokoh tampil dan menyangkal pendapat jaham ibnu shafwan itu.
Dikala ulama-ulam itu sibuk membicarakan dalil untuk
menolak pendapat jaham tiba-tiba timbul pula suatualiran yang bernama mutazilah
yang dicetus oleh washil ibnu khata’.
3. Tauhid Dan Filsafat
Sejak akhir pemerintahan umayah dunia islam mulai jebol
kemasukan kebudayaan-kebudayaan asing yang datang dari persia, yunani, india
dan sebagainya. Diakala pemerintahan abbasiyah yaitu masa khalifah makamun umat
islam telah sampai kepuncak ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang tinggi.
Segala kitab-kitab ilmu pengetahuan kebudayaan dan
falsfah terutama yang datang dari yunani semuanya diterjemahkan kedalam bahasa
arab. Ilmu logika adalah pertama kali yang diterjemahkan kedalam bahasa arab.
Dan sejak masuknya kebudayaan-kebudayaan asing itu
lahirlah perbedaan-perbedaan pandangan dalam ilmu tauhid. Dimasa itu pulalah
timbul golongan-golongan : jahamiyah, karamiyah, murjiyah, khawarij, dan
muktazilah.
Akan tetapi dizaman khalifah makamun semua aliran-aliran
itu boleh dikatakan lenyap begitu pula
ahli sunah waljamaah. Muktazalahlah yang subur hidupnya sebab disokong dan
dilindungi oleh khalifah makmun.
Setelah khalifah makmun wafat dibawah khalifah-khalifah
penggantinya mulai timbul kembali aliran-aliran yang dahulunya tertekan dan tak
berpengaruh. Muktazilah tidak mendapat lindungan-lindungan dan pembelaan lagi
bahkan mengalami serangan-serangan dan kemunduran.
Dimasa itulah timbul mazhab yang hanya berpegang pada
hadis-hadis rosul saja yang dinamakan hadis muhadistin. Golongan muktazilah
mengalami kemunduran.
dimasa itulah timbul mazhab yang berpegang kepada hadis
rosul saja yang dinamakan mazhab muhadistin. Golongan muktazilah terus menerus
mengalami kemunduran sehingga muncul seorang pemimpin dari golongan ahli sunah
waljamaah yang bernama imam asy ‘ari.
4.Sejarah Tauhid
Tauhid artinya mengenal allah , mengetahui dan meyakini
bahwa allah itu tunggal tidak ada sekutunya. Sejarah menunjukan bahwa
pengertian manusia terhadap tauhid itu
sudah tua sekali, yaitu sejak diutusnya anak adam kepada anak cucunya.
Demikianlah nabi adam dan nabi-nabi yang datang
sesudahnya yaitu:idris, syis, nuh, ibrahim dan lain-lain hingga yang terakhir
yaitu nabi muhammad.
Diantara nabi-nabi yang 25 itu ada 5 orang yang mendapat
julukan ulul azmi yaitu: muhammad, ibrahim, musa, isa dan nuh. Semua nibi-nabi
itu mengajar dan memimpin umat untuk meyakinkan bahwa yang menjadikan alam atau
pencipta alam semesta ini adalah tunggal esa yaitu Allah swt.
Demikianlah adanya suatu garis lurus sejak nabi adam
sampai kepada nabi muhammad, yang meyakini dan mempercayai suatu keyakinan dan
kepercayaan yang tunggal tentang sifat dn zat pencipta alam Allah Swt.
E. ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU
TAUHID
- Khawarij
Kata “Khawarij”
dalah jamak dari kata “kharij” yang artinya “orang yang keluar”. Pengertian
yang lazim yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kaum atau golongn yang keluar
dari pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib. Sikap oposisi aliran ini
terhadap pemerintahan Ali Ibn Abi Thalib adalah didasarkan kepada
ketidaksetujuan mereka kepada perdamaian atau perundingan yang dilakukan kepada
Ali, di satu pihak kepada mu’awiyah, dipihak lain yang jelas-jelas hasil
perundingan itu, sangat merugikan pihak Ali. Sebab merupakan penipuan yang diperbuat
oleh delegasi yang diutus oleh muawiayh dalam perundingan itu.
Pemimpin aliran
Khawarij ini pada mulanya adalah Abadullah ibn Wahhab Arrasy yang
ditetapkan dalam satu permusyawaratan pada tahun 37 H (658 M). Oleh karena
mereka keluar dari pemerintahan Ali Ibn Abi Thalib, maka khalifah Ali pun memerintahkan
agar Aliran Khawarij ini diperangi, yang kemudian terjadilah peperangan
diantara keduanya.
Faham aliran Khawarij
a.
mengerjakan dosa besar adalah mengakibatkan seorang Muslim
menjadi kafir
b.
tidak mengakui adanya hak manusia untuk mengatur atau
memimpin ummat Islam
c.
Tidak mengakui kekuasaan “Khulafa al-Rasyidin” (khalifah
Abu bakar, Umar, Usman dan Ali) dan tidak mengakui mu’awiyah sebagai khalifah.
Begitu pula dengan khalifah-khalifah lainnya. [1]
- Aliran Mur’jiah
- sejarah timbulnya
Mur’jiah memberikan pengertian “menangguhkan
hukum perbuatan seseorang sampai dihadapan Allah Swt”. Golongan ini berpendapat
bahwa muslim yang berbuat dosa besar tidak dihukumkan kafir, tetap mukmin.
Mengenai dosa besar yang dilakukannya, diserahkan kepada keputusan Allah nanti.
Allah bisa mengampuni dosa itu, bisa pula tidak. Semuanya merupakan urusan
Allah Swt. Dengan demikian, muslim yang berdosa besar masih mempunyai harapan
mendapatkan ampunan Allah Swt.
Hal-hal yang
melatarbelakangi kehadiran Mur’jiah antara lain;
1.
Adanya perbedaan pendapat antara orang-orang Syi’ah dan
Khawarij; mengkafirkan pihak-pihak yang ingin merebut kekuasaan Ali dan
mengkafirkan orang yang terlihat dan menyetujui tahkim dalam perang Shiffin.
2.
Adanya pendapat yang menyalahkan Aisyah dan
kawan-kawan, yang menyebabkan terjadainya perang Jamal.
3.
Adanya pendapat yang menyalahkan orang yang ingin
merebut kekuasaan Utsman Ibn Affan.
- ajaran-ajaran Mur’jiah
- Imam hanya membenarkan (pengakuan) di dalam hati.
- Orang Islam yang melakukan dosa besar, tidak dihukum kafir. Muslim tersebut tetap mukmin, selama ia mengakui 2 kalimat syahadat.
- Hukum terhadap perbuatan manusia ditangguhkan hingga hari kiamat.
- Tokoh dalam sekte Mur’jiah
Pemimpin ulama
mazhab Mur’jiah, ialah Hasan Ibn Bilal al-Muzni, Abu Sallat al-Samman, dan Dirar
ibn Umar.
Dalam
perkemabangan selanjutnya, terjadi perbedaan pendapat dikalangan pengikut
Mur’jiah sehingga aliran ini pecah menjadi bebrapa sekte, ada pula yang
moderat, ada pula yang ekstrem.
Tokoh Mur’jiah
yang moderat adalah Hasan Ibn Muahmmad ibn Ali ibn Abi Thalib. Ia berpendapat,
bagaimana pun besarnya dosa seseorang, kemungkinan mendapat ampunan dari Tuhan.
Sedangkan yang ekstrem ialah kelompok Jamhiyah, pengikut Jaham ibn
Shafwan. Kelompok ini berpendapat sekali pun seseorang menyatakan dirinya
musyrik, oarang itu tidak dihukum kafir.[2]
- Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah
adalh nama dari aliran faham/golongan yang disponsori oleh seorang tokoh terkemuka
bernama Washil Ibn Atha’. Aliran ini timbul pada masa pemerintahan khalifah
pada masa Abdul Malik Ibn Marwan, dari dinasti bani Umayyah. Mudahnya,
Mu’tazilah berarti orang yang memisahkan diri.
Nama lain bagi
Mu’tazilah ialah;
Mu’tazilah
adalh golangan yang mengutamakan akal atau rasio. Oleh sebab itu, aliran ini
sering disebut:
- Kaum rasionalis (golongan yang mengutamakan akal)
- Ahlul kalam (Ahli berdebat) atau Mutakallimun.
- Ahlul Qiyas (Ahli analogi, ahli membanding)
Faham lairan
Mu’tazilah:
- Sebenarnya yang mengatakan baik atau buruk kepada manusia adalah akalnya sendiri. Al-Qur’an dan hadis hanya memberikan petunjuk-petunjuk saja.
- Mengenal Allah haruslah dengan akal.
- Manusia memiliki kekuasaan dan kemerdekaan untuk berbuat, tanpa ikut campur Allah Swt.
- Di akhirat, Allah Swt tidak dapat dilihat.
- Al-Qur’an adalah makhluk Tuhan
- Allah tidak mempunyai sifat, sebab tuhan dan sifat-sifatnya tidak dapat dipisahkan, karena Ia merupakan Keesaan.
Seorang mukmin
yang melakukan dosa besar, tidak dinamakan mukmin dan buka pula kafir.[3] Faham lairan Mu’tazilah:
- Sebenarnya yang mengatakan baik atau buruk kepada manusia adalah akalnya sendiri. Al-Qur’an dan hadis hanya memberikan petunjuk-petunjuk saja.
- Mengenal Allah haruslah dengan akal.
- Manusia memiliki kekuasaan dan kemerdekaan untuk berbuat, tanpa ikut campur Allah Swt.
- Di akhirat, Allah Swt tidak dapat dilihat.
- Al-Qur’an adalah makhluk Tuhan
- Allah tidak mempunyai sifat, sebab tuhan dan sifat-sifatnya tidak dapat dipisahkan, karena Ia merupakan Keesaan.
- Seorang mukmin yang melakukan dosa besar, tidak dinamakan mukmin dan buka pula kafir.[4]
- Aliran Asy’ari
Asy’ariah adalah
salah satu aliran dalam theology Islam periode klasik yang namanya dinisbatkan
kepada nama pendirinya, yaitu Hasan Ali Ibn Ismail al-Asy’ari. Dalam belajar
agama, al-Asy’ari mulai berguru pada Abu Ali al-Jubba’I, seorang pemuka
muk’tazilah. Al-Asy’ari pada mulnya adalah pengikut muktazilah dan sangat
memahami aliran tersebut.
Akan
tetapi, pada usia 40 tahun ia menyatakan diri keluar dari Mu’tazilah, ketika
mengalami berbagai keraguan dan tidak puas terhadap doktrin-doktrin Mu’tazilah.
Al-Asy’ariah
gigih menyebarkan paham barunya sehingga terbentuk mazhab dalam theology Islam yang
dikenal dengan nama Ahlussunnah wal jamaa’ah. Pengikut Asy’ari sering disebut
dengan Asy’ariah.
Pokok-pokok jarang
Asy-ariah diantara lain;
- sifat tuhan
- perbuatan manusia
- pelaku dosa besar
- keadilan Tuhan
5.
Aliran maturidiyah
Nama aliran
maturidi diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muahammad.
Kelahiran maturid. Kota kecil di daerah Samarkand. Ia mencari ilmu pada pertiga
terakhir dari abad ketiga hijriyah, dimana aliran muktazilah sudah mulai
mengalami kemundurannya.
Dalam bidang
fiqih, al-Maturidi mengikuti mazahab Hanafi. Dan ia sendiri banyak mendalam
soal-soal yang diperbuat oleh al-Asy’riah juga. Meskipun metode yang dipakai
oelh Maturidi berbeda dengan al-Asy’ari. Namun hasil pemikirannya, banyak yang
sama.
Menurut ulama-ulama
Hanafiah, hasil pemikiran al-Maturidi dalam bidang aqidah, sama peran dengan
pendapat-pendapat imam Abu hanifah. Imam Abu Hanifah sebelum menceburkan dokrinnya
dalam lapangan fiqh dan menjadi tokohnya, telah lama berkecimpung dalam
lapangan aqidah serta banyak pula mengadakan polemik dan perdebatan seperti
yang dikehendaki oleh suasana zamannya. Dalam salah satu buah karyanya dalam
lapangan akidah ialah bukunya yang berjudul ‘al-Fiqhul Akabar
G. KONSEP IMAN
Pengertian iman menurut bahasa adalah
pembenaran-konfirmasi, sedangkan dalam pengertian syar’ adalah
pembenaran-konfirmatif Rasul terhadap segala sesuatu yang diketahui sumber
kehadirannya secara pasti.[5]
Sedangkan menurut sekte Murji’ah iman hanya diartikan sebagai ucapan semata,
yakni pernyataan dua kalimat syahadat. Lain hal dengan sekte Asy’arisme, beliau
mengartikan iman sebagai ucapan dan praktis-praktisnya. Sekte Mu’tazilah dan
Khawarij hanya mengartikan sekte sebagai praktis.
Iman erat hubungannya dengan akal dan wahyu. Iman yang
didasarkan pada wahyu disebut Tasdiq, yaitu menerima sebagai benar apa yang
didengar. Iman yang didasarkan pada akal disebut Ma’rifah, mengetahui benar apa
yang diyakini. Tasdiq berdasarkan pada pemberitaan, sedang Ma’rifat berdasarkan
pada pengetahuan mendalam.[6]
Muhammad Abduh memberikan kedudukan tinggi kepada akal
oleh karena itu beliau tidak menggambarkan iman sebagai Tasdiq. Tetapi iman
sebagai ‘ilm (pengetahuan), i’tiqad (kepercayaan) atau yaqin (keyakinan).
Bahkan Muhammad Abduh dalam tafsir al-Manar menjelaskan bahwa iman adalah
pengetahuan sebenarnya yang diperoleh oleh akal melalui argumen-argumen kuat
dan membawa jiwa seseorang untuk tunduk dan menyerah.[7] Iman
mempunyai tiga unsur, yaitu: iman kepada Tuhan, Iman kepada alam ghaib, dan
melakukan amal yang membawa kebaikan baik bagi pelakunya maupun bagi diri
sesama manusia.
Bagi kaum Mu’tazilah dan ‘Abd al-Jabbar iman bukanlah
tasdiq, bukan pula ma’rifah tetapi amal. Tegasnya iman menurut kaum Asy’ariyah
adalah tasdiq, dan batasan iman, sebagai diberikan al-Asy’ari, ialah tasdiq
Allah, yaitu menerima sebagai benar kabar tentang adanya Tuhan.[8] Kaum
Maturudiah mendukung pendapat kaum al-Asy’ari. Batasan yang diberikan
al-Bazdawi tentang iman adalah menerima dalam hati dengan lidah bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah dan tidak ada yang serupa dengan Dia.
Ada dua bentuk iman, yaitu: iman orang khawas dan iman
orang awam. Menurut Muhammad Abduh, hanya orang Khawas yang sanggup untuk
mengetahui Tuhan dan alam ghaib sehingga iman bagi orang Khawas disebut iman
iman haqiqi (iman sebenarnya). Orang awam harus bergantung kepada wahyu dan
penjelasan dari Khawas sehingga iman bagi oeang awam disebut iman taqlid (iman
tradisional).
Orang yang mempunyai iman haqiqi berbuat baik, karena ia
tahu bahwa perbuatan itu adalah baik dan
menjauhi perbuatan jahat, karena ia tahu bahwa perbuatan jahat membawa
akibat-akibat buruk. Iman haqiqi tidaklah merupakan iman yang diterima begitu
saja untuk menghormati orang tua dan leluhur serta tidak terdiri pengetahuan
saja tetapi juga amal. Karena iman haqiqi mendorong kepada amal.
Konsep iman yang dimajukan Muhammad Abduh sejalan dengan
konsep iman Mu’tazilah yang erat mengaitkannya dengan amal. Bagi kaum
Mu’tazilah orang yang berbuat dosa besar tidak bisa disebut mu’min, hanya
muslim. Perbuatannya menggambarkan iman.[9]
Lain halnya dengan al-Baghdadi, beliau menyebut batasan
iman yang lebih panjang. Iman tasdiq tentang adanya Tuhan, Rasul-rasul dan
berita yang mereka bawa, tasdiq tidak sempurna jika tidak disertai oleh
pengetahuan. Bagaimanapun iman hanyalah tasdiq dan pengetahuan tidak timbul
kecuali setelah datangnya kabar berita yang dibawa wahyu bersangkutan.
Bagi golongan Samarkand, iman mestilah lebih dari
tasdiq, karena bagi mereka akal dapat sampai kepada kewajiban mengetahui Tuhan.
Al-Maturidi menulis bahwa Islam adalah mengetahui Tuhan dalam ke-Tuhan-annya,
Ma’rifah adalah mengetahui Tuhan dengan segala sifat-Nya dan Tauhid adalah
mengenal Tuhan dalam ke-Esa-an-Nya.[10]
Bagaimanapun batasan iman dengan tasdiq hanya dapat
sesuai dengan aliran Asy’ariyah dan aliran Maturidiah golongan Bukhara. Adapun
bagi aliran Mu’tazilah dan aliran Maturidiah golongan Samarkand, iman mestilah
lebih dari tasdiq , yaitu Ma’rifah atau ‘amal.
Faham lairan
Mu’tazilah:
- Sebenarnya yang mengatakan baik atau buruk kepada manusia adalah akalnya sendiri. Al-Qur’an dan hadis hanya memberikan petunjuk-petunjuk saja.
- Mengenal Allah haruslah dengan akal.
- Manusia memiliki kekuasaan dan kemerdekaan untuk berbuat, tanpa ikut campur Allah Swt.
- Di akhirat, Allah Swt tidak dapat dilihat.
- Al-Qur’an adalah makhluk Tuhan
- Allah tidak mempunyai sifat, sebab tuhan dan sifat-sifatnya tidak dapat dipisahkan, karena Ia merupakan Keesaan.
- Seorang mukmin yang melakukan dosa besar, tidak dinamakan mukmin dan buka pula kafir.[11]
[1] Taufiq
Idris, Aliran Populer dalam Theology Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu
Offset, 1980), hlm. 13.
[2] Drs. H.M
yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 1993),
hlm.105.
[3]
Taufiq Idris, Aliran Populer dalam Theology Islam, (Surabaya: PT. Bina
Ilmu Offset, 1980), hlm. 9.
[4]
Taufiq Idris, Aliran Populer dalam Theology Islam, (Surabaya: PT. Bina
Ilmu Offset, 1980), hlm. 9.
[5]
Hassan Hanafi, Islamologi, (Yogyakarta:Lkis), Hal 44
[6]
Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, (Jakarta:
UI-Press), Hal 89
[7]
Ibid, Hal 89
[8]
Harun Nasution, Teologi Islam, Hal 148
[9]
Harun Nasution, Hal 90
[10]
Ibid, Hal 148
[11]
Taufiq Idris, Aliran Populer dalam Theology Islam, (Surabaya: PT. Bina
Ilmu Offset, 1980), hlm. 9.
No comments:
Post a Comment