Tuesday, April 12, 2016

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU TAUHID





Penulis : Rahmad Fitriyanto



1.‘Alam Tauhid Dari Zaman Nabi Adam Hingga Nabi Nuh A.S
Adam mengajarkan tauhid yang khalis murni kepada anak cucunya. Merekapun tunduk kepada ajaran adam yang meng-esakan ALLAH SWT.
Setelah adam wafat, banyak lagi nabi-nabi yang dibangkitkan ganti berganti, untuk menuntun dan memimpin umat. Karena fitrah manusia yang suka dipimpin dan diatur, jika pemimpinnya sudah tidak ada lagi atau wafat, maka kehilangan pemimpin itu mengakibatkan penyimpangan-penyimpangan dari jalan yang lurus dari ajarn semula, menjadi keadaan yang kacau balau. Semenjak adam wafat semuanya kocar-kacir tidak berketentua, untuk mengatasi itu Allah mengutus pula seorang nabi yang akan mengatur dan memimpin umat manusia. Dan yang diutus ialah nabi nuh.
Dialah sebagai bapak atau nenek moyang yang kedua. Dialah pemimpin dan pengatur manusia setelah kehidupannya porak poranda setelah sepeninggalnya nabi adam.
Sebelum nabi nuh ini ada pula nabi-nabi yang tugasnya sama yaitu meneruskan ajaran nabi adam a.s.
Setelah nabi nuh wafat ummat kehilangan pemimpin pula dan kacaulah kembali sehingga
datangilah utusan Allah yang bernama nabi ibrahim  a.s. nabi ibrahim selain mengajarkan dan memimpin ketauhidan juga membawa dan mengajarkan syariah yang diantaranya disyariahkan dalam agama yang dibawa nabi muhammad sebagai bukti adanya hubungan yang erat antara syariah nabiibrahim dan syariah nabi muhammad.
Diantara nabi ibrahim dan nabi muhammad banyak sekali nabi-nabi yang diutus Allah untuk mengemban ketauhidan umat manusia dintaranya: nabi musa dan nabi isa.

2. Alam Tauhid Dizaman Nabi Muhammad Hingga Sekarang.
Kerosulan nabi muhammad adalah untuk engembalikan dan memimpin umat kepada tauhid dan mengakui keesaan Allah dengan ikhlas dan semurni-murninya sebagai yang dibawa dan diajarkan oleh nabi ibrahi terdahulu. Tauhid yang diajarkan oleh nabi muhammad ini adalah sebagai yang digariskan dalam alqruan dan al hadis.
Karena segala sifat-sifat Allah terkandung dalam alquran maka tidak pernah orang-orang dimasa tu menanyakan sifa-sifat Allah kepada nabi. Mereka hanya menanyakn soal ibadah ( sembahyang, haji, puasa dan lain-lain).
Tdak terdapat dalam hadis atau astar-astar yang membuktikan diantara sahabat yang menyelidiki kepada rosul tentang sifat-sifat Allah dan kedudukan sifat-sifat Allah  adalah sifat zat atau sifat fi’il. Adapun kaum muslimin yang tetap murni ketauhidannya bangun menentang pendapat jaham dan menyatakan bahwa pendapat itu sesat. Beberapa tokoh tampil dan menyangkal pendapat jaham ibnu shafwan itu.
Dikala ulama-ulam itu sibuk membicarakan dalil untuk menolak pendapat jaham tiba-tiba timbul pula suatualiran yang bernama mutazilah yang dicetus oleh washil ibnu khata’.

3. Tauhid Dan Filsafat
Sejak akhir pemerintahan umayah dunia islam mulai jebol kemasukan kebudayaan-kebudayaan asing yang datang dari persia, yunani, india dan sebagainya. Diakala pemerintahan abbasiyah yaitu masa khalifah makamun umat islam telah sampai kepuncak ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang tinggi.
Segala kitab-kitab ilmu pengetahuan kebudayaan dan falsfah terutama yang datang dari yunani semuanya diterjemahkan kedalam bahasa arab. Ilmu logika adalah pertama kali yang diterjemahkan kedalam bahasa arab.
Dan sejak masuknya kebudayaan-kebudayaan asing itu lahirlah perbedaan-perbedaan pandangan dalam ilmu tauhid. Dimasa itu pulalah timbul golongan-golongan : jahamiyah, karamiyah, murjiyah, khawarij, dan muktazilah.
Akan tetapi dizaman khalifah makamun semua aliran-aliran itu boleh dikatakan lenyap  begitu pula ahli sunah waljamaah. Muktazalahlah yang subur hidupnya sebab disokong dan dilindungi oleh khalifah makmun.
Setelah khalifah makmun wafat dibawah khalifah-khalifah penggantinya mulai timbul kembali aliran-aliran yang dahulunya tertekan dan tak berpengaruh. Muktazilah tidak mendapat lindungan-lindungan dan pembelaan lagi bahkan mengalami serangan-serangan dan kemunduran.
Dimasa itulah timbul mazhab yang hanya berpegang pada hadis-hadis rosul saja yang dinamakan hadis muhadistin. Golongan muktazilah mengalami kemunduran.
dimasa itulah timbul mazhab yang berpegang kepada hadis rosul saja yang dinamakan mazhab muhadistin. Golongan muktazilah terus menerus mengalami kemunduran sehingga muncul seorang pemimpin dari golongan ahli sunah waljamaah yang bernama imam asy ‘ari.

4.Sejarah Tauhid
Tauhid artinya mengenal allah , mengetahui dan meyakini bahwa allah itu tunggal tidak ada sekutunya. Sejarah menunjukan bahwa pengertian manusia  terhadap tauhid itu sudah tua sekali, yaitu sejak diutusnya anak adam kepada anak cucunya.
Demikianlah nabi adam dan nabi-nabi yang datang sesudahnya yaitu:idris, syis, nuh, ibrahim dan lain-lain hingga yang terakhir yaitu nabi muhammad.
Diantara nabi-nabi yang 25 itu ada 5 orang yang mendapat julukan ulul azmi yaitu: muhammad, ibrahim, musa, isa dan nuh. Semua nibi-nabi itu mengajar dan memimpin umat untuk meyakinkan bahwa yang menjadikan alam atau pencipta alam semesta ini adalah tunggal esa yaitu Allah swt.
Demikianlah adanya suatu garis lurus sejak nabi adam sampai kepada nabi muhammad, yang meyakini dan mempercayai suatu keyakinan dan kepercayaan yang tunggal tentang sifat dn zat pencipta alam Allah Swt.



E. ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU TAUHID

  1. Khawarij
Kata “Khawarij” dalah jamak dari kata “kharij” yang artinya “orang yang keluar”. Pengertian yang lazim yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kaum atau golongn yang keluar dari pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib. Sikap oposisi aliran ini terhadap pemerintahan Ali Ibn Abi Thalib adalah didasarkan kepada ketidaksetujuan mereka kepada perdamaian atau perundingan yang dilakukan kepada Ali, di satu pihak kepada mu’awiyah, dipihak lain yang jelas-jelas hasil perundingan itu, sangat merugikan pihak Ali. Sebab merupakan penipuan yang diperbuat oleh delegasi yang diutus oleh muawiayh dalam perundingan itu.
Pemimpin aliran Khawarij ini pada mulanya adalah Abadullah ibn Wahhab Arrasy yang ditetapkan dalam satu permusyawaratan pada tahun 37 H (658 M). Oleh karena mereka keluar dari pemerintahan Ali Ibn Abi Thalib, maka khalifah Ali pun memerintahkan agar Aliran Khawarij ini diperangi, yang kemudian terjadilah peperangan diantara keduanya.

Faham aliran Khawarij
a.       mengerjakan dosa besar adalah mengakibatkan seorang Muslim menjadi kafir
b.      tidak mengakui adanya hak manusia untuk mengatur atau memimpin ummat Islam
c.       Tidak mengakui kekuasaan “Khulafa al-Rasyidin” (khalifah Abu bakar, Umar, Usman dan Ali) dan tidak mengakui mu’awiyah sebagai khalifah. Begitu pula dengan khalifah-khalifah lainnya. [1] 

  1. Aliran Mur’jiah
  1. sejarah timbulnya
 Mur’jiah memberikan pengertian “menangguhkan hukum perbuatan seseorang sampai dihadapan Allah Swt”. Golongan ini berpendapat bahwa muslim yang berbuat dosa besar tidak dihukumkan kafir, tetap mukmin. Mengenai dosa besar yang dilakukannya, diserahkan kepada keputusan Allah nanti. Allah bisa mengampuni dosa itu, bisa pula tidak. Semuanya merupakan urusan Allah Swt. Dengan demikian, muslim yang berdosa besar masih mempunyai harapan mendapatkan ampunan Allah Swt.

Hal-hal yang melatarbelakangi kehadiran Mur’jiah antara lain;
1.        Adanya perbedaan pendapat antara orang-orang Syi’ah dan Khawarij; mengkafirkan pihak-pihak yang ingin merebut kekuasaan Ali dan mengkafirkan orang yang terlihat dan menyetujui tahkim dalam perang Shiffin.
2.        Adanya pendapat yang menyalahkan Aisyah dan kawan-kawan, yang menyebabkan terjadainya perang Jamal.
3.        Adanya pendapat yang menyalahkan orang yang ingin merebut kekuasaan Utsman Ibn Affan.

  1. ajaran-ajaran Mur’jiah
    1. Imam hanya membenarkan (pengakuan) di dalam hati.
    2. Orang Islam yang melakukan dosa besar, tidak dihukum kafir. Muslim tersebut tetap mukmin, selama ia mengakui 2 kalimat syahadat.
    3. Hukum terhadap perbuatan manusia ditangguhkan hingga hari kiamat.

  1. Tokoh dalam sekte Mur’jiah
Pemimpin ulama mazhab Mur’jiah, ialah Hasan Ibn Bilal al-Muzni, Abu Sallat al-Samman, dan Dirar ibn Umar.

Dalam perkemabangan selanjutnya, terjadi perbedaan pendapat dikalangan pengikut Mur’jiah sehingga aliran ini pecah menjadi bebrapa sekte, ada pula yang moderat, ada pula yang ekstrem.

Tokoh Mur’jiah yang moderat adalah Hasan Ibn Muahmmad ibn Ali ibn Abi Thalib. Ia berpendapat, bagaimana pun besarnya dosa seseorang, kemungkinan mendapat ampunan dari Tuhan. Sedangkan yang ekstrem ialah kelompok Jamhiyah, pengikut Jaham ibn Shafwan. Kelompok ini berpendapat sekali pun seseorang menyatakan dirinya musyrik, oarang itu tidak dihukum kafir.[2]  

  1. Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah adalh nama dari aliran faham/golongan yang disponsori oleh seorang tokoh terkemuka bernama Washil Ibn Atha’. Aliran ini timbul pada masa pemerintahan khalifah pada masa Abdul Malik Ibn Marwan, dari dinasti bani Umayyah. Mudahnya, Mu’tazilah berarti orang yang memisahkan diri.

Nama lain bagi Mu’tazilah ialah;
Mu’tazilah adalh golangan yang mengutamakan akal atau rasio. Oleh sebab itu, aliran ini sering disebut:
  1. Kaum rasionalis (golongan yang mengutamakan akal)
  2. Ahlul kalam (Ahli berdebat) atau Mutakallimun.
  3. Ahlul Qiyas (Ahli analogi, ahli membanding)



Faham lairan Mu’tazilah:
  1. Sebenarnya yang mengatakan baik atau buruk kepada manusia adalah akalnya sendiri. Al-Qur’an dan hadis hanya memberikan petunjuk-petunjuk saja.
  2. Mengenal Allah haruslah dengan akal.
  3. Manusia memiliki kekuasaan dan kemerdekaan untuk berbuat, tanpa ikut campur Allah Swt.
  4. Di akhirat, Allah Swt tidak dapat dilihat.
  5. Al-Qur’an adalah makhluk Tuhan
  6. Allah tidak mempunyai sifat, sebab tuhan dan sifat-sifatnya tidak dapat dipisahkan, karena Ia merupakan Keesaan.
Seorang mukmin yang melakukan dosa besar, tidak dinamakan mukmin dan buka pula kafir.[3]     Faham lairan Mu’tazilah:
  1. Sebenarnya yang mengatakan baik atau buruk kepada manusia adalah akalnya sendiri. Al-Qur’an dan hadis hanya memberikan petunjuk-petunjuk saja.
  2. Mengenal Allah haruslah dengan akal.
  3. Manusia memiliki kekuasaan dan kemerdekaan untuk berbuat, tanpa ikut campur Allah Swt.
  4. Di akhirat, Allah Swt tidak dapat dilihat.
  5. Al-Qur’an adalah makhluk Tuhan
  6. Allah tidak mempunyai sifat, sebab tuhan dan sifat-sifatnya tidak dapat dipisahkan, karena Ia merupakan Keesaan.
  7. Seorang mukmin yang melakukan dosa besar, tidak dinamakan mukmin dan buka pula kafir.[4]    
  8.  

  1. Aliran Asy’ari
Asy’ariah adalah salah satu aliran dalam theology Islam periode klasik yang namanya dinisbatkan kepada nama pendirinya, yaitu Hasan Ali Ibn Ismail al-Asy’ari. Dalam belajar agama, al-Asy’ari mulai berguru pada Abu Ali al-Jubba’I, seorang pemuka muk’tazilah. Al-Asy’ari pada mulnya adalah pengikut muktazilah dan sangat memahami aliran tersebut.
Akan tetapi, pada usia 40 tahun ia menyatakan diri keluar dari Mu’tazilah, ketika mengalami berbagai keraguan dan tidak puas terhadap doktrin-doktrin Mu’tazilah.

Al-Asy’ariah gigih menyebarkan paham barunya sehingga terbentuk mazhab dalam theology Islam yang dikenal dengan nama Ahlussunnah wal jamaa’ah. Pengikut Asy’ari sering disebut dengan Asy’ariah.

Pokok-pokok jarang Asy-ariah diantara lain;
    1. sifat tuhan
    2. perbuatan manusia
    3. pelaku dosa besar
    4. keadilan Tuhan



5.         Aliran maturidiyah
Nama aliran maturidi diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muahammad. Kelahiran maturid. Kota kecil di daerah Samarkand. Ia mencari ilmu pada pertiga terakhir dari abad ketiga hijriyah, dimana aliran muktazilah sudah mulai mengalami kemundurannya.

Dalam bidang fiqih, al-Maturidi mengikuti mazahab Hanafi. Dan ia sendiri banyak mendalam soal-soal yang diperbuat oleh al-Asy’riah juga. Meskipun metode yang dipakai oelh Maturidi berbeda dengan al-Asy’ari. Namun hasil pemikirannya, banyak yang sama.

Menurut ulama-ulama Hanafiah, hasil pemikiran al-Maturidi dalam bidang aqidah, sama peran dengan pendapat-pendapat imam Abu hanifah. Imam Abu Hanifah sebelum menceburkan dokrinnya dalam lapangan fiqh dan menjadi tokohnya, telah lama berkecimpung dalam lapangan aqidah serta banyak pula mengadakan polemik dan perdebatan seperti yang dikehendaki oleh suasana zamannya. Dalam salah satu buah karyanya dalam lapangan akidah ialah bukunya yang berjudul ‘al-Fiqhul Akabar


G. KONSEP IMAN
Pengertian iman menurut bahasa adalah pembenaran-konfirmasi, sedangkan dalam pengertian syar’ adalah pembenaran-konfirmatif Rasul terhadap segala sesuatu yang diketahui sumber kehadirannya secara pasti.[5] Sedangkan menurut sekte Murji’ah iman hanya diartikan sebagai ucapan semata, yakni pernyataan dua kalimat syahadat. Lain hal dengan sekte Asy’arisme, beliau mengartikan iman sebagai ucapan dan praktis-praktisnya. Sekte Mu’tazilah dan Khawarij hanya mengartikan sekte sebagai praktis.
Iman erat hubungannya dengan akal dan wahyu. Iman yang didasarkan pada wahyu disebut Tasdiq, yaitu menerima sebagai benar apa yang didengar. Iman yang didasarkan pada akal disebut Ma’rifah, mengetahui benar apa yang diyakini. Tasdiq berdasarkan pada pemberitaan, sedang Ma’rifat berdasarkan pada pengetahuan mendalam.[6]
Muhammad Abduh memberikan kedudukan tinggi kepada akal oleh karena itu beliau tidak menggambarkan iman sebagai Tasdiq. Tetapi iman sebagai ‘ilm (pengetahuan), i’tiqad (kepercayaan) atau yaqin (keyakinan). Bahkan Muhammad Abduh dalam tafsir al-Manar menjelaskan bahwa iman adalah pengetahuan sebenarnya yang diperoleh oleh akal melalui argumen-argumen kuat dan membawa jiwa seseorang untuk tunduk dan menyerah.[7] Iman mempunyai tiga unsur, yaitu: iman kepada Tuhan, Iman kepada alam ghaib, dan melakukan amal yang membawa kebaikan baik bagi pelakunya maupun bagi diri sesama manusia.
Bagi kaum Mu’tazilah dan ‘Abd al-Jabbar iman bukanlah tasdiq, bukan pula ma’rifah tetapi amal. Tegasnya iman menurut kaum Asy’ariyah adalah tasdiq, dan batasan iman, sebagai diberikan al-Asy’ari, ialah tasdiq Allah, yaitu menerima sebagai benar kabar tentang adanya Tuhan.[8] Kaum Maturudiah mendukung pendapat kaum al-Asy’ari. Batasan yang diberikan al-Bazdawi tentang iman adalah menerima dalam hati dengan lidah bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan tidak ada yang serupa dengan Dia.
Ada dua bentuk iman, yaitu: iman orang khawas dan iman orang awam. Menurut Muhammad Abduh, hanya orang Khawas yang sanggup untuk mengetahui Tuhan dan alam ghaib sehingga iman bagi orang Khawas disebut iman iman haqiqi (iman sebenarnya). Orang awam harus bergantung kepada wahyu dan penjelasan dari Khawas sehingga iman bagi oeang awam disebut iman taqlid (iman tradisional).
Orang yang mempunyai iman haqiqi berbuat baik, karena ia tahu bahwa  perbuatan itu adalah baik dan menjauhi perbuatan jahat, karena ia tahu bahwa perbuatan jahat membawa akibat-akibat buruk. Iman haqiqi tidaklah merupakan iman yang diterima begitu saja untuk menghormati orang tua dan leluhur serta tidak terdiri pengetahuan saja tetapi juga amal. Karena iman haqiqi mendorong kepada amal.
Konsep iman yang dimajukan Muhammad Abduh sejalan dengan konsep iman Mu’tazilah yang erat mengaitkannya dengan amal. Bagi kaum Mu’tazilah orang yang berbuat dosa besar tidak bisa disebut mu’min, hanya muslim. Perbuatannya menggambarkan iman.[9]
Lain halnya dengan al-Baghdadi, beliau menyebut batasan iman yang lebih panjang. Iman tasdiq tentang adanya Tuhan, Rasul-rasul dan berita yang mereka bawa, tasdiq tidak sempurna jika tidak disertai oleh pengetahuan. Bagaimanapun iman hanyalah tasdiq dan pengetahuan tidak timbul kecuali setelah datangnya kabar berita yang dibawa wahyu bersangkutan.
Bagi golongan Samarkand, iman mestilah lebih dari tasdiq, karena bagi mereka akal dapat sampai kepada kewajiban mengetahui Tuhan. Al-Maturidi menulis bahwa Islam adalah mengetahui Tuhan dalam ke-Tuhan-annya, Ma’rifah adalah mengetahui Tuhan dengan segala sifat-Nya dan Tauhid adalah mengenal Tuhan dalam ke-Esa-an-Nya.[10]
Bagaimanapun batasan iman dengan tasdiq hanya dapat sesuai dengan aliran Asy’ariyah dan aliran Maturidiah golongan Bukhara. Adapun bagi aliran Mu’tazilah dan aliran Maturidiah golongan Samarkand, iman mestilah lebih dari tasdiq , yaitu Ma’rifah atau ‘amal.



Faham lairan Mu’tazilah:
  1. Sebenarnya yang mengatakan baik atau buruk kepada manusia adalah akalnya sendiri. Al-Qur’an dan hadis hanya memberikan petunjuk-petunjuk saja.
  2. Mengenal Allah haruslah dengan akal.
  3. Manusia memiliki kekuasaan dan kemerdekaan untuk berbuat, tanpa ikut campur Allah Swt.
  4. Di akhirat, Allah Swt tidak dapat dilihat.
  5. Al-Qur’an adalah makhluk Tuhan
  6. Allah tidak mempunyai sifat, sebab tuhan dan sifat-sifatnya tidak dapat dipisahkan, karena Ia merupakan Keesaan.
  7. Seorang mukmin yang melakukan dosa besar, tidak dinamakan mukmin dan buka pula kafir.[11]    





[1] Taufiq Idris, Aliran Populer dalam Theology Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset, 1980), hlm. 13.     
[2] Drs. H.M yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 1993), hlm.105.
[3] Taufiq Idris, Aliran Populer dalam Theology Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset, 1980), hlm. 9.     
[4] Taufiq Idris, Aliran Populer dalam Theology Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset, 1980), hlm. 9.     
[5] Hassan Hanafi, Islamologi, (Yogyakarta:Lkis), Hal 44
[6] Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, (Jakarta: UI-Press), Hal 89
[7] Ibid, Hal 89
[8] Harun Nasution, Teologi Islam, Hal 148
[9] Harun Nasution, Hal 90
[10] Ibid, Hal 148
[11] Taufiq Idris, Aliran Populer dalam Theology Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset, 1980), hlm. 9.     

No comments:

Post a Comment

Post Terbaru

  اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. حَمْدًا يُوَافِيْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِ...