DINAMISME
ISLAM
Muhammad
Iqbal lahir di Sialkot, Pakistan tahun 1877. Berangkat ke Inggris dan masuk di
Universitas Cambridge menekuni filsafat tahun 1905. Tahun 1907 meneruskan
studinya ke Jerman di Universitas Heidelberg dan Munich. Tahun 1908 kembali ke
Lahore, Pakistan. Bekerja sebagai pengacara di samping menjdi dosen filsafat.
Bukunya The Reconstraction of Religious Thought in Islam adalah hasil
ceramah-ceramah yang diberikan di beberapa Universitas di India. Tahun 1930 ia
dipilih sebagai Presiden Liga Muslim. Dalam pidatonya sebagai ketua sidang Liga
Muslimin di Allahabad pada tanggal 29 Desember, ia meng-ungkapkan rencananya
untuk mendirikan “Negara Islam di Barat Laut”.
Muhammad
Iqbal, seorang penyair, filosof, dan ahli politik, merupa-kan salah satu tokoh
gerakan pembaharuan di India di mana pada tahun 1930 M pernah menjadi ketua
Liga Muslim yang didirikan pada tahun 1906 M oleh segolongan intelektual Islam
India untuk menampung aspirasi na-sionalisme Islam, sebagai reaksi terhadap ide
nasionalisme Hindu di Partai Kongres India.
Pada
mulanya, Liga Muslim, sesuai dengan ajaran Ahmad Khan ber-sikap loyal terhadap
pemerintah Inggris di India, tetapi tahun 1912 M dalam programnya dimasukan
tuntutan pemerintah sendiri bagi India.
Pemikiran
Muhammad Iqbal
Di
tahun 1930 M, Muhammad Iqbal menjadi ketua Liga Muslim di mana pada waktu itu
ia melahirkan pendapat bahwa orang Islam dan orang Hindu di India merupakan dua
bangsa. Karena itu, dalam rapat tahunan Liga Muslim tahun 1930 M ia mencetuskan
ide membentuk Negara untuk golongan Islam India di daerah yang mencakup Punjab,
daerah perbatasan di barat laut India, Sind dan Balukhistan. Hal ini dapat
dilihat dalam pidatonya pada siding tahunan Liga Muslim, di berkata: “Saya
ingin melihat Punjab, Propinsi Perbatasan Barat Laut, Sind, dan Baluchistan,
digabung menjadi sebuah Negara. Pemerintahan sendiri dengan atau tanpa bantuan
Kerajaan Inggris, pembentukan negara muslim India Barat Laut yang
terkonsolidasi tampaknya bagi saya sebagai tujuan akhir umat Islam, seti-daknya
di India Barat Laut.” Ide beliau ini kemudian menjadi aspirasi nasional umat
Islam India, dan di masa kepemimpinan Muhammad Ali Jinnah, Liga Muslim menjadi
gerakan popular umat Islam India dan mulai memajukan ide Negara sendiri bagi
umat Islam di India. Dan pada tahun 1940 M, Liga Muslim menerima pembentukan
Pakistan sebagai tujuan perjuangan dan tercapai pada tahun 1947 M.
Tentang
penyataan Muhammad Iqbal dalam pidatonya di atas, Edward Mortimer menulis: “Pernyataan
Iqbal ini dianggap sebagai ke-inginan untuk membentuk suatu negara Islam yang
terpisah dari India (seperti Pakistan dewasa ini). Namun demikian, penelitian
lebih lanjut mengungkapkan bahwa Iqbal pada tahun 1930 M sebenarnya tidak
mengu-sulkan adanya sebuah negara muslim yang sama sekali terpisah dari India.
Dia menyatakan tentang “muslim India di dalam India” dan membuat per-nyataan
sebagai tanggapan atas tuntutan nasionalis Hindu akan sebuah pemerintahan
persautan, bahwa “kehidupan Islam sebagai kekuatan kul-tural sangat bergantung
kepada pemusatannya di wilayah tertentu.”
Dalam
paham keagamaan, Muhammad Iqbal sangat menganjurkan supaya umat Islam
meninggalkan faham fatalisme dan mengambil faham qadariah. Kafir
yang dinamis, menurutnya, lebih baik daripada muslim yang pasif. Pintu ijtihad
tidak tertutup dan dinamika Islam harus juga memasuki lapangan fikih. Bagi
Iqbal, Islam pada hakekatnya mengajarkan dinamisme. Al-Qur’an senantiasa
menganjurkan pemakaian akal terhadap ayat atau tanda-tanda yang terdapat dalam
alam, seperti matahari, bulan, bintang, pergantian siang dan malam dan
sebagainya. Paham dinamisme Islam yang ditonjolkan inilah membuat Iqbal
mempunyai kedudukan penting dalam pembaharuan di India. Dalam syair-syairnya ia
mendorong umat Islam supaya bergerak, jangan tinggal diam. Intisari hidup
adalah gerak, sedang-kan hukum hidup adalah menciptakan, maka Iqbal berseru
kepada umat Islam supaya bangun dan menciptakan dunia baru.
Dalam
pembaharuannya Iqbal tidak berpendapat bahwa Baratlah yang harus dijadikan
model. Kapitalisme dan imperialisme Barat tidak dapat diterimannya. Barat
menurut penilaiannya, banyak dipengarhi oleh materialisme dan telah mulai
meninggalkan agama. Yang harus diambil umat Islam dari Barat hanyalah ilmu
pengetahuan. Ia melihat bahwa antara sosialisme dan Islam ada persamaan, dan
oleh karena itu ia tidak menolak sosialisme.
Kesimpulan
Di
antara hal yang melatarbelakangi pemikiran politik Islam adalah: Pertama,
kemunduran dan kerapuhan dunia Islam yang disebabkan oleh faktor internal dan
yang berakibat munculnya gerakan-gerakan pembaha-ruan dan pemurnian. Kedua,
rongrongan Barat terhadap keutuhan ke-kuasaan politik dan wilayah dunia Islam
yang berakhir dengan dominasi atau penjajahan oleh negara-negara Barat
tersebut. Ketiga, keunggulan Barat dalam bidang ilmu, teknologi, dan
organisasi.
Ketiga
hal tersebut ini juga memberi pengaruh pada pemikiran politik Islam yakni
banyak di antara para pemikir politik Islam tidak mengetengahkan konsepsi
tentang system politik Islam, tetapi lebih ke-pada konsepsi perjuangan politik
umat Islam terhadap kezaliman penguasa, lebih-lebih terhadap imperialis dan
kolonialis Barat. Perhatian mereka lebih banyak dipusatkan pada perjuangan
pembebasan dunia Islam dari cengkraman atau dominasi Barat.
Kalau
gerakan pembaharuan umat Islam di Turki pada akhirnya me-nimbulkan Negara Turki
yang bersifat sekuler, gerakan pembaharuan umat Islam di India melahirkan
Pakistan yang mempunyai agama sebagai dasar.
Gerakan
yang diusung oleh tiga tokoh pembaharu, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh,
dan Muhammad Rasyid Ridha, dikenal dengan gerakan Salafiyah yaitu suatu
aliran keagamaan yang berpendirian bahwa untuk dapat memulihkan kejayaannya,
umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang masih murni seperti yang
dahulu diamalkan oleh gene-rasi pertama Islam.
Pemerintahan
yang ideal menurut Muhammad Abduh kurang lebih seperti yang diangankan oleh
ahli-ahli hukum pada abad pertengahan, penguasa yang adil, yang memerintah
sesuai dengan hukum dan bermu-syawarah dengan para pemimpin
No comments:
Post a Comment