Oleh : Rahmad
Fitriyanto
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Salah satu tugas perkembangan yang
harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok dari
padanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapam
social tanpa terus dibimbing,diawasi didororng dan diancam hukuman seperti yang
dialami waktu anak-anak.
Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang
sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual)
sehingga mampu berproduksi. Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa
perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah
kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian
terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah
“Perkembangan Moral dan Keagamaan Remaja” dapat dirumuskan sebagai berikut:
1).
Bagaimana perkembangan moral remaja?
2).
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan moral remaja?
3).
Bagaimana pula perkembangan keagamaan remaja?
C.
Prosedur Pemecahan Masalah
Pemecahan
masalah yaitu langkah-langkah yang ditempuh dengan pendekatan Metode Library
Research (kepustakaan) yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.
D.
Sistematika pembahasan
Makalah
ini terdiri dari tiga bab, yaitu pertama pendahuluan meliputi latar belakang
masalah, perumusan masalah, proses pemecahan masalah dan sistematika pembahasan
itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan Moral Remaja
Istilah
moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang berarti adat istiadat,
kebiasaan, peraturan/niali-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas
merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau
prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti:
1.
Seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan
keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan
2.
Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras dan berjudi.
Seseorang
dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan
nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas
penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh
kelompok daripadanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan
harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman
seperti yang dialami waktu anak-anak.
Remaja
diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke
dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya.
Tidak
kalah pentingnya, sekarang remaja harus mengendalikan perilakunya sendiri, yang
sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan guru. Mitchell telah
meringkaskan lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja
yaitu:
1).
Pandangan moral individu semakin lama semakin menjadi lebih abstrak dan kurang
konkret.
2).
Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang
salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominant.
3).
Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Ia mendorong remaja lebih berani
menganalisis kode social dan kode pribadi dari pada masa anak-anak dan berani
mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral yang dihadapinya.
4).
Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
5).
Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa
penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis.
Pada
masa remaja, laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang oleh Piaget
disebut tahap pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif. Sekarang remaja
mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan
mempertanggungjawabkannya berdasarkan suatu hipotesis atau proporsi. Jadi ia
dapat memandang masalahnya dari berbagai sisi dan menyelesaikannya dengan
mengambil banyak faktor sebagai dasar pertimbangan.
Menurut
Kohlberg, tahap perkembangan moral ketiga, moral moralitas pascakonvensional
harus dicapai selama masa remaja.tahap ini merupakan tahap menerima sendiri
sejumlah prinsip dan terdiri dari dua tahap. Dalam tahap pertama individu yakin
bahwa harus ada kelenturan dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya
perbaikan dan perubahan standar apabila hal ini menguntungkan anggota-anggota
kelompok secara keseluruhan. Dalam tahap kedua individu menyesuaikan dengan
standar sosial dan ideal yang di internalisasi lebih untuk menghindari hukuman
terhadap diri sendiri daripada sensor sosial. Dalam tahap ini, moralitas
didasarkan pada rasa hormat kepada orang-orang lain dan bukan pada keinginan
yang bersifat pribadi.
Ada
tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1).
Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
2).
Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode
prilaku.
3).
Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.
Perkembangan
moral adalah salah satu topic tertua yang menarik minat mereka yang ingin tahu
mengenai sifat dasar manusia. Kini kebanyakan orang memiliki pendapat yang kuat
mengenai tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat di terima,
tingkah laku etis dan tidak etis, dan cara-cara yang harus dilakukan untuk
mengajarkan tingkah laku yang dapat diterima dan etis kepada remaja.
Perkembangan
moral (moral development) berhubungan dengan peraturan-peraturan dan
nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya
dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral).
Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap untuk dikembangkan. Karena itu,
melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara
dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang
boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
Teori
Psikoanalisis tentang perkembangan moral menggambarkan perkembangan moral,
teori psikoanalisa dengan pembagian struktur kepribadian manusia menjadi tiga,
yaitu id, ego, dan superego. Id adalah struktur kepribadian yang terdiri atas
aspek biologis yang irasional dan tidak disadari. Ego adalah struktur
kepribadian yang terdiri atas aspek psikologis, yaitu subsistem ego yang
rasional dan disadari, namun tidak memiliki moralitas. Superego adalah struktur
kepribadian yang terdiri atas aspek social yang berisikan system nilai dan
moral, yang benar-benar memperhitungkan “benar” atau “salahnya” sesuatu.
Hal
penting lain dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya untuk
mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan
tingkah laku moral dalam arti perbuatan nyata. Semakin tinggi tahap
perkembangan moral sesorang, akan semakin terlihat moralitas yang lebih mantap
dan bertanggung jawabdari perbuatan-perbuatannya.
B.
Perkembangan Keagamaan Remaja.
Latar
belakang kehidupan keagamaan remaja dan ajaran agamanya berkenaan dengan
hakekat dan nasib manusia, memainkan peranan penting dalam menentukan
konsepsinya tentang apa dan siapa dia, dan akan menjadi apa dia.
Agama,
seperti yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, terdiri atas suatu
sistem tentang keyakinan-keyakinan, sikap-sikap danpraktek-praktek yang kita
anut, pada umumnya berpusat sekitar pemujaan.
Dari
sudut pandangan individu yang beragama, agama adalah sesuatu yang menjadi
urusan terakhir baginya. Artinya bagi kebanyakan orang, agama merupakan jawaban
terhadap kehausannya akan kepastian, jaminan, dan keyakinan tempat mereka
melekatkan dirinya dan untuk menopang harapan-harapannya.
Dari
sudut pandangan social, seseorang berusaha melalui agamanya untuk memasuki
hubungan-hubungan bermakna dengan orang lain, mencapai komitmen yang ia pegang
bersama dengan orang lain dalam ketaatan yang umum terhadapnya.bagi kebanyakan
orang, agama merupakan dasar terhadap falsafah hidupnya.
Penemuan
lain menunjukkan, bahwa sekalipun pada masa remaja banyak mempertanyakan
kepercayaan-kepercayaan keagamaan mereka, namun pada akhirnya kembali lagi
kepada kepercayaan tersebut. Banyak orang yang pada usia dua puluhan dan awal
tiga puluhan, tatkala mereka sudah menjadi orang tua, kembali melakukan
praktek-praktek yang sebelumnya mereka abaikan (Bossard dan Boll, 1943).
Bagi
remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Bahkan,
sebagaiman dijelaskan oleh Adams & Gullotta (1983), agama memberikan sebuah
kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya.
Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bias memberikan penjelasan mengapa
dan untuk apa seseorang berada didunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa
aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.
Dibandingkan
dengan masa awal anak-anak misalnya, keyakinan agama remaja telah mengalami
perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa awal anak-anak ketika mereka
baru memiliki kemampuan berpikir simbolik. Tuhan dibayangkan sebagai person
yang berada diawan, maka pada masa remajamereka mungkin berusaha mencari sebuah
konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman
remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan
kognitifnya.
Oleh
karena itu meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh
orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuann
dalam perkembangan kognitif, mereka mungkin mempertanyakan tentang kebenaran
keyakinan agama mereka sendiri. Sehubungan dengan pengaruh perekembangan
kognitif terhadap perkembangan agama selama masa remaja ini.
Dalam
suatu studi yang dilakukan Goldman (1962) tentang perkembangan pemahaman agama
anak-anak dan remaja dengan latar belakang teori perkembangan kognitif Piaget,
ditemukan bahwa perkembangan pemahaman agama remaja berada pada tahap 3, yaitu
formal operational religious thought, di mana remaja memperlihatkann pemahaman
agama yang lebih abstrak dan hipotesis. Peneliti lain juga menemukan perubahan
perkembangan yang sama, pada anak-anak dan remaja. Oser & Gmunder, 1991
(dalam Santrock, 1998) misalnya menemukan bahwa remaja usia sekitar 17 atau 18
tahun makin meningkat ulasannya tentang kebebasan, pemahaman, dan pengharapan
konsep-konsep abstrak ketika membuat pertimbangan tentang agama.
Apa
yang dikemukakan tentang perkembangan dalam masa remaja ini hanya merupakan
cirri-ciri pokoknya saja.
James
Fowler (1976) mengajukan pandangan lain dalam perkembangan konsep religius.
Indiduating-reflexive faith adalah tahap yang dikemukakan Fawler, muncul pada
masa remaja akhir yang merupakan masa yang penting dalam perkembangan identitas
keagamaan. Untuk pertama kalinya dalam hidup mereka, individu memiliki tanggung
jawab penuh atas keyakinan religius mereka. Sebelumnya mereka mengandalkan
semuanya pada keyakinan orang tuanya.
Salah
satu area dari pengaruh agama terhadap perkembangan remaja adalah kegiatan
seksual. Walaupun keanakaragaman dan perubahan dalam pengajaran menyulitkan
kita untuk menentukan karakteristik doktrin keagamaan, tetapi sebagian besar
agama tidak mendukung seks pranikah.
Oleh
karena itu, tingkat keterlibatan remaja dalam organisai keagamaan mungkin lebih
penting dari pada sekedar keanggotaan mereka dalam menentukan sikap dan tingkah
laku seks pranikah mereka. Remaja yang sering menghadiri ibadat keagamaan dapat
mendengarkan pesan-pesan untuk menjauhkan diri dari seks.
Remaja
masa kini menaruh minat pada agama dan menganggap bahwa agama berperan penting
dalam kehidupan. Minat pada agama antara lain tampak dengan dengan membahas
masalah agama, mengikuti pelajaran-pelajaran agama di sekolah dan perguruan
tinggi, mengunjungi tempat ibadah dan mengikuti berbagai upacara agama.
Sejalan
dengan perkembangan kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagamaan,
yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual disamping emosional dan
volisional (konatif) mengalami perkembangan.
Para
ahli umumnya (Zakiah Daradjat, Starbuch, William James) sependapat bahwa pada
garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat di bagi dalam tiga
tahapan yang secara kulitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda. Adapun
penghayatan keagamaan remaja adalah sebagai berikut:
1).
Masa awal remaja (12-18 tahun) dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan sebagai
berikut:
a)
Sikap negative (meskipun tidak selalu terang-terangan) disebabkan alam
pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama secara hipocrit
(pura-pura) yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan
perbuatannya.
b)
Pandangan dalam hal ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau
mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak
cocok atau bertentangan satu sama lain.
c)
Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptic(diliputi kewas-wasan) sehingga banyak
yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya
dengan kepatuhan.
2).
Masa remaja akhir yang ditandai antara lain oleh hal-hal berikyut ini:
a)
Sikap kembali, pada umumnya, kearah positif dengan tercapainya kedewasaan
intelektual, bahkan agama dapat menjadi pegangan hidupnya menjelanh dewasa.
b)
Pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut
dan dipilihnya.
c)
Penghayatan rohaniahnya kembali tenanh setelah melalui proses identifikasi dan
merindu puja ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan
manusia penganutnya, yang baik shalih) dari yang tidak. Ia juga memahami bahwa
terdapat berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh toleransi
seyogyanya diterima sebagai kenyataan yang hidup didunia ini.
Menurut
Wagner (1970) banyak remaja menyelidiki agama sebagai suatu sumber dari
rangsangan emosial dan intelektual. Para pemuda ingin mempelajari agama berdasarkan
pengertian intelektual dan tidak ingin menerimanya secara begitu saja. Mereka
meragukan agama bukan karena ingin manjadi agnostik atau atheis, melainkan
karena ingin menerima agama sebagai sesuatu yang bermakna berdasarkan keinginan
mereka untuk mandiri dan bebas menentukan keputusan-keputusan mereka sendiri.
BAB III
KESIMPULAN
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku
orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh
kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah
mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompoknya.
Ada
tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1.
Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
2.
Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode
prilaku.
3).
Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi,
Ani, 2006, Psikologi Perkembangan, Ciputat : Press Group
Desmita,
2007. Psikologi Perkembangan, Bandung : Rosda Karya
Fatimah
Enung, 2006. Psikologi Perkembangan, Bandung : Pustaka Setia
Hamalik
Oemar, 1995. Psikologi Remaja (dimensi-dimensi perkembangan), Bandung: Maju
Mundur
Hartati
Netty, 2004. Islam dan Psikologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Hurlock,
Elizabeth B. 1980, Psikoilogi Perkembangan, New York: McGraw-Hill, Inc.
Nurihsan,
Juntika, 2007. Perkembangan Peserta Didik, Bandung : Sekolah Pasca Sarjana UPI
Panuju,
Panut, 1999, Psikologi Remaja, Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya
Santrock,
John W., 1996, Adolescence (Perkembangan Remaja), The University of at Dallas:
Times Mirror higher Education
Santrock,
John W, 1983, Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup), University of
Texas at Dallas: Brown and Bench-mark
Yusuf,
Syamsu, 2007, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Rosda Karya
No comments:
Post a Comment