Oleh : Rahmad
Fitriyanto
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada
umumnya, manusia mendambakan akan adanya suatu yang adil dalam kehidupannya.
Baik adil secara individual maupun secara social. Rata-rata manusia mendambakan
suatu keadilan secara berlebihan. Buktinya ketika seseorang telah mendapatkan
bagian dari haknya, mereka masih berusaha untuk yang lebih dari yang mereka
dapatkan. Ini jelas-jelas telah terbukti. Faktanya orang yang duduk digedung
pemerintahan kebanyakan mereka mengambil bagian orang lain yang bukan menjadi
haknya (korupsi). Ini jelas-jelas telah mencerminkan suatu sikap yang tidak
adil.
Keadilan
merupakan sesuatu yang kerap terdengar di telinga kita. Seorang penguasa
negara, pemerintah, dan masyarakat pada umumnya, semuanya menyerukan dan
menginginkan suatu keadilan. Tidak hanya itu, bahkan mereka juga dituntut untuk
menegakkan suatu keadilan. Nah, keadilan seperti apakah yang sebenarnya
diharapkan dapat terwujud dalam sendi-sendi kehidupan ini?.
Pada
dasarnya keadilan itu adalah suatu keselarasan dan keharmonisan antara hak dan
kewajiban. Yang mana orang dikatakan berbuat adil ketika ia benar-benar telah
melaksanakan apa yang seharusnya dilakukan sesuai dengan apa yang dibebankan,
dan kemudian baru orang itu bersedia menerima apa yang sudah menjadi haknya.
Oleh karena itu keduanya tidak dapat dipisahkan. Jika orang hanya menuntut
haknya saja, maka dapat dikatakan ia telah memperbudak orang lain. Begitu juga
sebaliknya, jika ia melaksanakan kewajibannya semata, dan tidak mau menerima
haknya, maka ia telah siap diperbudak orang lain.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
itu Keadilan?
2. Apa
makna yang terkandung dalam keadilan?
3. Apa
saja macam-macam keadilan?
4. Apa
itu kejujuran?
5. Bagaimana
hakikat kejujuran?
6. Apa
itu kecurangan?
7. Mengapa
manusia melakukan kecurangan?
BAB
II
Pembahasan
A.
Pengertian
Keadilan
1.
Keadilan
Keadilan adalah
pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Jika kita
mengakui hak hidup kita, maka sebaiknya kita wajib mempertahankan hak hidup
dengan bekerja keras tanpa merugikan orang lain. Hal ini disebabkan oleh karena
orang lain pun mempunyai hak hidup seperti kita. Jika kita pun mengakui hak
hidup orang lain, kita wajib memberikan kesempatan kepada orang lain itu untuk
mempertahankan hak hidup mereka sendiri. Jadi, keadilan pada pokoknya terletak
pada keseimbangan atau keharmonisan antara menuntut hak, dan menjalankan
kewajiban.
Berdasarkan
kesadaran etis, kita diminta untuk tidak hanya menuntut hak dan lupa
menjalankan kewajiban. Jika kita hanya menuntut hak dan lupa menjalankan
kewajiban, maka sikap dan tindakan kita akan mengarah kepada pemerasan dan
memperbudak orang lain. Sebaliknya pula, jika kita hanya menjalankan kewajiban
dan lupa menuntut hak, maka kita akan mudah diperbudak atau diperas orang lain.
Oleh karena itu, untuk memperoleh keadilan, misalnya, kita menuntut kenaikan upah;
sudah tentu kita harus berusaha meningkatkan prestasi kerja itu. Apabila kita
menjadi majikan, kita harus memikirkan keseimbangan kerja mereka dengan upah
yang mereka terima.
Berbicara
tentang keadilan, kita tentu segera ingat akan dasar negara kita ialah
Pancasila. Sila kelima Pancasila, berbunyi “Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Tentu kita semua hafal kalimat itu.
Akan tetapi, apa arti, “adil” dan “keadilan”, besar kemungkinan Anda tidak
dapat segera menjawabnya. Sebab pengertian “adil” dan “keadilan” itu sampai
detik ini belum dirumuskan secara jelas. Dalam dokumen lahirnya Pancasila
diusulkan oleh Bung Karno adanya prinsip kesejahteraan sebagai salah satu dasar
negara. Selanjutnya prinsip itu dijelaskan sebagai prinsip “tidak akan ada kemiskinan
di dalam Indonesia merdeka”. Dari usul dan penjelasan itu tampak adanya
pembauran pengertian kesejahteraan dan keadilan.
Selanjutnya, untuk mewujudkan
keadilan sosial itu, dirinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni[1]
:
1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Sikap
adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta
menghormati hak-hak orang lain.
3. Sikap
suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
4. Sikap
suka bekerja keras.
5. Sikap
menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
Keadilan dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan manusia karena dalam hidupnya manusia menghadapi
keadilan/ketidakadilan setiap hari. Oleh sebab itu, keadilan dan ketidakadilan,
menimbulkan daya kreativitas manusia. Banyak hasil seni lahir dari imajinasi
ketidakadilan, seperti seni drama, seni puisi, novel, musik, film, filsafat dan
lain-lain. Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi orang “main hakim
sendiri”. Perbuatan itu sama halnya dengan mencapai keadilan sendiri, yang
akibatnya ketidakadilan bagi yang dihakimi.
Ada berbagai macam keadilan dalam masyarakat,
keadilan legal, keadilan distributif, dan keadilan komutatif. Pada hakikatnya
keadilan-keadilan tercipta untuk mewujudkan masyarakat yang adil, sejahtera,
dan sentosa.[2]
2.
Keadilan
Individual
Yaitu keadilan
yang tergantung pada kehendak baik-buruk seseorang. Misalnya sebagai seorang
dosen harus memberikan nilai yang adil dengan ukuran/kriteria yang sama untuk
tiap-tiap hasil pekerjaan mahasiswa. Hakikatnya adalah pemberian hak dan
kewajiban yang sama pada setiap orang.
3.
Keadilan
Sosial :
Yaitu keadilan
yang pelaksanaannya tergantung pada struktur sosial di luar individu, seperti
kondisi sosial, politik, ekonomi, budaya dan ideologi. Misalnya ada segelintir
golongan masyarakat yang kaya sementara masyarakat yang lain miskin. Setelah
diselidiki ternyata sistem sosial-politik-ekonomi-budaya menghalalkan hadirnya
bentuk “monopoli”. Si miskin menjadi miskin, si kaya menjadi kaya karena
kondisi sosial-politik-ekonomi-budaya.[3]
Franz
Magniz-Suseno mensinyalir bahwa bila di suatu tempat ada orang yang miskin
sekali dan ada orang yang kaya sekali maka dapat diperkirakan bahwa
kondisi/struktur masyarakat (struktur sosial, politik, ekonomi, dan lain-lain)
tidak mampu menjamin ditegakkannya keadilan sosial. Maka untuk menegakkan
keadilan sosial masalahnya adalah bagaimana bekerjanya suatu sistem dalam struktur masyarakat yang nantinya
berpengaruh pada kemampuan individu untuk mencapai haknya seperti hak untuk
mencapai kesejahteraan, memperoleh perlindungan hukum, hak untuk bebas
beribadah, hak untuk memilih partainya dengan bebas, dan sebagainya.
B.
Makna
Yang Terkandung Dalam Keadilan
Ketika
kita berbicara mengenai keadilan berarti kita berbicara pada semua orang,
karena semua orang mendambakan akan hadirnya suatu keadilan. Terkadang orang
merasa iri terhadap orang lain ketika orang melihat keberhasilan orang lain
(secara materi). Tetapi orang yang merasa kecukupan akan suatu materi tetapi
dia kurang merasakan suatu kebahagiaan dan iri terhadap orang miskin yang
notabennya orang-orang yang kurang berhasil tetapi hidup mereka terasa bahagia dan damai.
Orang
yang seperti itu sebenarnya dia belum mengetahui makna kata adil yang
sebenarnya. Adil merupakan suatu perbuatan yang memberikan sama rata sama rasa.
Dimana semua elemen manusia bisa merasakan suatu yang sama dalam artian
sama-sama terpenuhi haknya. Tetapi dalam memenuhi haknya pastinya akan ada sesuatu yang kurang terhadap hal
yang lain. Karena dalam konsep ini Allah menciptakan manusia secara
berpasang-pasangan dimana manusia tersebut dianjurkan untuk saling tolong
menolong dalam hidupnya.
Ketika
orang telah menyadari hal tersebut, seyogyanya orang tersebut telah paham
mengenai konsep suatu keadilan yang akan memberikan suatu perdamaian dan
ketentraman tanpa adanya suatu perselisihan dikalangan masyarakat. Adil akan
memberikan suatu kehidupan yang tentram dimana semua hak manusia terpenuhi dan
kecurigaan dikalangan pemerintah tidak terjadi dan akan berujung pada penyatuan umat
manusia.
C.
Macam-Macam
Keadilan
1.
Keadilan
Legal atau Keadilan Moral
Plato
berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat
yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap
orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya
(Than man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan
Sunoto menyebutnya keadilan legal.
Keadilan
timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras
kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam
masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik
menurut kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam
negara kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang
tidak mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya.
Ketidakadilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak
lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan
pertentangan dan ketidak serasian. Misalnya seorang pengurus kesehatan
mencampuri urusan pendidikan, maka akan terjadi kekacauan.
2.
Keadilan
Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana
hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara
tidak sama (justice is done when equals
are treated equally) Sebagai contoh: Ali bekerja 10 tahun dan budi bekerja
5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu
perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata Ali menerima
Rp.100.000,-maka Budi harus menerima Rp. 50.000,-. Akan tetapi bila besar hadiah
Ali dan Budi sama, juster hal tersebut tidak adil.
3.
Keadilan
Komutatif
Keadilan
ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi
Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban
dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidak
adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam
masyarakat.Contoh :
Dr. Sukartono dipanggil seorang pasien, Yanti namanya, sebagai seorang
dokter ia menjalankan tugasnya dengan baik. Sebaliknya Yanti menanggapi lebih
baik lagi. Akibatnya, hubungan mereka berubah dari dokter dan pasien menjadi
dua insan lain jenis saling mencintai. Bila dr. sukartono belum berkeluarga
mungkin keadaan akan baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi karena dr.
sukartono sudah berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan
akan menghancurkan rumah tangga. Karena dr. Sukartono melalaikan kewajibannya
sebagai suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga dr. Sukartono.
D.
Pengertian
kejujuran dan Hakikat kejujuran
Berbicara
tentang keadilan hambar rasanya jika kita tidak membicarakan mengenai
kejujuran. Karena keadilan dapat tercapai jika ada sikap jujur. Kejujuran
adalah sebuah kata yang tidak asing lagi bagi manusia, fenomena tentang
kejujuran pun selalu kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Namun masih banyak
orang yang tidak tahu ataupun tahu namun sekedar samar-samar saja mengenai apa itu arti jujur. Sungguh ironis memang hal
yang sangat penting tapi kita hanya tahu artinya secara samar-samar.
Kejujuran
menurut bahasa berasal dari kata jujur yang berarti lurus hati atau tidak
curang, sehingga kejujuran menurut bahasa ialah kelurusan hati atau ketulusan
hati.[4]
Sedangkan menurut istilah, kejujuran biasa diartikan sebagai kata yang
digunakan untuk menyatakan sikap seseorang, bila seseorang berhadapan dengan
sesuatu atau fenomena maka
orang itu akan mendapatkan gambaran tentang sesuatu itu. Bila seseorang itu
menceritakan fenomena tentang gambaran tersebut kepada orang lain tanpa ada
perubahan atau tambahan. Pengertian jujur tidak cukup sampai disini saja,
karena jujur mempunyai arti yang sangat luas. Jujur juga diartikan menepati
janji atau kesanggupan, baik yang telah terlahir dalam kata-kata ataupun yang masih
di dalam hati atau niat. Secara agama jujur berarti seseorang yang bersih
hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang agama maupun hukum. Jadi
kejujuran itu menyangkut dua aspek yaitu hati nurani dan perbuatan (baik berupa
perkataan maupun tingkah laku).
Di
zaman sekarang kejujuran merupakan suatu hal yang sangat berarti dan langka.
Bahkan tak jarang kita mendengar kata-kata “sopo
jujur ajur”. Kejujuran terkadang memang menyakitkan, namun lebih
menyakitkan lagi kalau kita tidak jujur karena satu kebohongan menuntut seribu
kebohongan selanjutnya. Manusia yang tidak bermoral akan melakukan apa saja
untuk memenuhi nafsunya bahkan dengan memanipulasi kejujuran. Menurut mereka
seperti itu akan mendatangkan kebahagiaan namun mereka tak sadar telah menjerumuskan
diri mereka ke lubang kenistaan. Kebahagian yang diawali dengan kebohongan
tidak akan bertahan lama, karena dengan berjalannya waktu kebohongan itu akan
terungkap dan kita pun tak akan mendapatkan ketentraman dalam hidup.
Orang
bodoh yang jujur itu jauh lebih baik dari pada orang pandai yang lancung.
Barang siapa tidak dapat dipercaya perkataannya, atau tidak menepati janji atau kesanggupannya maka ia adalah
orang yang munafik (pura-pura, mendua hatinya) sehingga tidak akan mendapatkan
belas kasihan Tuhan.[5]
Pada
hakekatnya kejujuran itu dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, keberanian
menegakkan kebenaran serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa. Kesadaran
moral adalah kesadaran kita terhadap diri kita sendiri karena kita melihat diri
kita berhadapan dengan hal baik dan buruk. Di situ kita dihadapkan kepada
pilihan antara yang halal dan yang haram, yang boleh dan yang tidak boleh
dilakukan, meskipun dapat dilakukan. Dalam hal ini, kita melihat sesuatu yang
spesifik atau khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada soal kejujuran dan
ketidak jujuran, patut dan tidak patut, adil dan tidak adil, dan sebagainya.[6]
Penyebab
ketidak jujuran itu sangat beragam, mungkin karena tidak rela, pengaruh
lingkungan, sosial ekonomi, terpaksa ingin populer, sopan santun dan untuk
mendidik. Ketidakjujuran sangat luas kawasannya, sesuai dengan luasnya
kehidupan dan kebutuhan hidup manusia. Untuk mempertahankan kejujuran, berbagai
cara dan sikap perlu dipupuk.
E.
Pengertian
kecurangan
Kecurangan
merupakan istilah lain dari ketidakadilan, yang mana merupakan bentuk tidak
terpuji. Dalam keadilan terdapat asas persamaan yang dimaksudkan untuk
memberikan perlakuan yang sama sesuai dengan kesamaanya dan memberikan yang
beda sesuai dengan perbedaanya. Lain halnya dengan kecurangan yaitu setiap perlakuan yang tidak
menghormati hak-hak manusia. Kecurangan dapat dikatakan sebagai suatu kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran
atau keadaan yang disembunyikan dari sebuah fakta material yang dapat
mempengaruhi orang lain untuk melakukan perbuatan atau tindakan yang
merugikannya, biasanya merupakan kesalahan namun dalam beberapa kasus
(khususnya dilakukan secara disengaja) memungkinkan merupakan suatu kejahatan.
Kecurangan merupakan penipuan yang dibuat untuk mendapatkan
keuntungan pribadi atau untuk merugikan orang lain. Dalam hukum pidana,
kecurangan adalah kejahatan atau pelanggaran yang dengan sengaja menipu orang
lain dengan maksud untuk merugikan mereka, biasanya untuk memiliki
sesuatu/harta benda atau jasa ataupun keuntungan dengan cara tidak adil/curang.
F.
Sebab-sebab
orang melakukan kecurangan
Ketidakadilan / kecurangan timbul karena sebab- sebab tetentu.
Dalam hal ini terdapat beberapa hal yang melatar belakangi adanya kecurangan
yaitu:
1.
Kecurangan terjadi dalam
kehidupan bersama
Sebagai suatu fenomena
manusiawi yang universal, tentu kehidupan bersama manusia bukan suatu yang
kebetulan, melainkan suatu yang mempunyai dasarnya didalam kemanusiaan manusia,
di dalam humanitas manusia.[7]
2.
Kecurangan terjadi karena
adanya kebebasan dan kemampuan manusia dalam merancang kehidupanya
Setiapa manusia mempunyai
kebebasan dalam merancang kehidupanya sehingga setiap individu ingin menjadi
dirinya sendiri di dalam anyaman kehidupan bersama. Dengan hidup yang bebas
itulah sehingga timbul ketidak adilan karena manusia ingin mengekspresikan jati
dirinya. Setiap individu selalu berbeda dalam menentukan alur kehidupan.
3.
Kecurangan tejadi karena
adanya dialektika kehidupan manusia
Merancang dan melaksanakan
kehidupan adalah satu prinsip yaitu prinsip dalam kemanusiaan manusia. Dapat
diktakan bahwa dengan keadaan yang demikian, kehidupan manusia terwujud secara
dialektis.
Dapat diketahuai bahwa dalam
pelaksanaan dialektika selalu mendatangkan keadaan yang didalamnya terjadi
ketidakseimbangan yaitu individu dikorbankan kemanusiaanya oleh kebersamaan,dan
individu dikorbankan oleh individu lain. Sehingga masalah keadilan dan
ketidakadilan adalah masalah yang menyentuh martabat manusia.
Terdapat empat faktor pendorong
seseorang untuk melakukan kecurangan,
yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu:
- Greed (keserakahan)
- Opportunity (kesempatan)
- Need (kebutuhan)
- Exposure (pengungkapan)
Faktor Greed dan Need merupakan
faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan (disebut juga faktor
individual). Sedangkan faktor Opportunity dan Exposure merupakan
faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan
(disebut juga faktor generik/umum).[8]
BAB
III
Kesimpulan
Dari
uraian diatas jelas sudah pembahasan mengenai manusia dan keadilan. Dimana
manusia adalah makhluk yang diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya dan
dalam bentuk yang berpasang pasangan. Dimana manusia ada yang baik juga ada
yang jelek, ada yang pandai juga ada yang bodoh. Ini semua merupakan suatu
konsep keadilan yang hakiki secara kodrat tuhan. Keadilan menurut para
pandangan tokoh yaitu keadilan yang sama rata sama rasa dan terpenuhinya semua
hak-hak manusia.
Hubungannya
dengan manusia adalah hubungan yang sangat erat sekali yang tidak dapat
dipisahkan dengan apa pun. Manusia tanpa keadilan maka kehidupannya tidak akan
tentran. Karena unsur pertama dari kehidupan adalah keadilan. Karena keadilan
memberikan suatu perdamaian dan persatuan dikalangan manusia.
Daftar Pustaka
Hariyono.
Pemahaman Kontekstual Tentang Ilmu Budaya Dasar.(Yogyakarta: Kanisius.1996.
M.
Munandar Soelaeman. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung : PT
Rafika Aditama. 2001.
m.
habib Mustapa. Ilmu Budaya Dasar kumpulan esay manusia dan budaya. Surabaya:
Usaha Nasional. 1989.
Notowidagdo,Rohiman.Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Quran dan Hadits.Jakarta:RajaGrafindo
Persada.1997.
Suyadi
M.P., Buku Materi Pokok Ilmu Budaya Dasar,
Depdikbud, 1984,
W.J.S.
Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1985.
Widagdho,
Djoko.Ilmu Budaya Dasar.Jakarta:Bumi
Aksara.1994
Burhan
D. Magenda, “Aspek Keadilan Sosial dalam
Kebudayaan Politik Indonesia, Beberapa Pendekatan Teoritis, dalam Ismid
Hadad (ED), Kebudayaan Politik dan Keadilan Sosial, LP3ES, Jakarta,1979.
www.asei.co.id/internal/docs/Asei-Kecurangan.doc.
[1] Notowidagdo,Rohiman.Ilmu Budaya
Dasar Berdasarkan Al-Quran dan Hadits.(Jakarta:RajaGrafindo Persada.1997)
hal. 133
[3] Hariyono. Pemahaman Kontekstual Tentang Ilmu Budaya Dasar.(Yogyakarta:
Kanisius.1996) hal. 104-105.
[4] W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, 1985, hal.424.
[5] Drs. Djoko Widagdho,dkk, Ilmu Budaya Dasar, Bumi Aksara,
Jakarta, 1994, hal.116.
[6] Drs. Suyadi M.P., Buku Materi Pokok Ilmu Budaya Dasar,
Depdikbud, 1984, hal.13.
[7] M. munandar Soelaeman. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar.
Bandung : PT Rafika Aditama. 2001. Hal. 95.
No comments:
Post a Comment