Penulis : Rahmad
Fitriyanto
Mazhab
Khawarij muncul bersama dengan mazhab syi’ah pada masa pemerintahan Khilafah
‘Ali Ibnu Thalib. Pada awalnya, pengikut kedua mazhab tersebut adalah para
pendukung ‘Ali, mekipun mazhab Khawarij muncul lebih dahulu daripada mazhab
Syi’ah.
Menurut catatan sejarah, ketika
pasukan Mua’wiyah terdesak dalam perisyiwa perang Shiffien yang terjadi
antara pengikut ‘Ali dengan pengikut Muawiyah, Muawiyah merencanakan untuk
mundur. Niat tersebut dibatalkan karena ada ide untuk mengdakan tahkim. Tentara
muawiyah mengangkat mushaf al-Qur’an diatas kepala mereka agar bertahkim dengan
al-Qur’an. Melihat kenyataan tersebut ‘Ali tetap bermaksud melanjutkan
peperangan. Namun ada sekolompok orang dari pasukan ‘Ali menuntut agar ‘Ali
bersedia menerima usulan tahkim dengan terpaksa ‘Ali menyetujui usulan
tersebut.
Kedua
belah pihak sepakat untuk mengangkat wakil-wakilnya. Mua’wiyah memilih ‘Amr
ibnu ‘Ash dan ‘Ali yang pada awalnya hendak mengirim ‘Abdullah ibnu
‘Abbas, akhirnya atas desakan pasukannya mengangkat Abu Musa al-Asyari
yang dianggap lebih tua. Hasil akhir dari tahkim ini berakibat buruk
pada diri ‘Ali dan menguntungkan pada pihak Mu’awiyah ‘Ali turun dari jabatan
Khalifah, sedang Mu’awiyah naik ke jabatan tersebut menggeser ‘Ali.
Yang
sebenarnya Alilah yang resmi sebagai khalifah. Sedang Mu’awiyah tidak lebih
hanya seorang Gubernur daerah yang tidak mau tunduk kepada ‘Ali sebagai
khalifah[1]
Sebagaimana
Syi’ah, Khawarij pecah dalam skate-skate dengan ajaran yang bebeda antara satu
sketa dengan sketa lain. Ini bukan berarti sketa-sketa tersebut tidak memiliki
persamaan sedikitpun. Mereka mempunyai ajaran pokok yang dapat mempertemukan
seluruh sketa yang ada.
A. Sejarah Khawarij
Dalam
catatan sejarah ditemukam sejumlah nama Khawarij. Namun didasarkan atas ayat
100 surat an-Nisa, yang menyebutkan:
`tBur öÅ_$pkç Îû È@Î6y «!$# ôÅgs Îû ÇÚöF{$# $VJxîºtãB #ZÏWx. Zpyèyur 4 `tBur ólãøs .`ÏB ¾ÏmÏF÷t/ #·Å_$ygãB n<Î) «!$# ¾Ï&Î!qßuur §NèO çmø.Íôã ßNöqpRùQ$# ôs)sù yìs%ur ¼çnãô_r& n?tã «!$# 3 tb%x.ur ª!$# #Yqàÿxî $VJÏm§
Artinya:
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi
Ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. barangsiapa keluar dari
rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian kematian
menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh Telah tetap
pahalanya di sisi Allah. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(An-Nisa,:100)
Dengan demikian kaum khawarij memanndang diri
mereka sebagai kaum yang berhijrah/keluar meninggalkan rumah dan kampung
halaman mereka untuk mengabdikan diri kepada Allah dan RasulNya dan untuk
memperoleh ridha dan pahala dari Allah SWT.
Pendapat lain mengatakan, bahwa
khawarij berasal dari kata “ k h a r a j a “ yang mengadung pengertian keluar.
Semula mereka berada di dalam barisan ‘Ali kemudian keluar memisahkan diri[2]
karena tidak sepaham dalam persengketaan dengan Mu’awiyah.
Nama lain yang diberikan kepada
Khwarij adalah ‘Haruriyah” yang berasal kata Harura, sebuah desa
dekat kota kufah, di Irak. Di desa ini mereka yang berjumlah dua ribu orang
menyusun kakuatan untuk mengadakan “makar” terhadap pemerintah ‘Ali yang
sah.
Disisi mereka memilih Abdullah
ibnu Wahab al-Rasibi menjadi Imam mereka sebagai pengganti Ali bin Thalib,
bertempur denga kekuatan Ali kalah besar, akhirnya seseorang nama Abd al
Rahman ibnu al-Muljam dapat membunuh Ali bin Abi Thalib.
Sedangkan kaum khawarij menyebut
diri mereka dengan Syurah yang berasal dari kata yasyri yang
berarti menjual. Penyebutan nama tersebut di dsarkan atas ayat 207 surat
al-Baqarah:
ÆÏBur Ĩ$¨Y9$# `tB Ìô±o çm|¡øÿtR uä!$tóÏGö/$# ÉV$|ÊósD «!$# 3 ª!$#ur 8$râäu Ï$t6Ïèø9$$Î/
Artinya
: Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya Karena mencari
keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.
(Al-Baqarah:207)
Khawarij selalu memfokuskan
gerakannya pada tiga hal.
1.
Dalam persoalan politik
mereka slalu menjunjung tinggi nila-nilai demokrasi. Seorang yang dipilih oleh
umat harus memiliki kualitas jabatan itu, yaitu : mempunyai kemampuan dan
komitmen pada syari’ah. Jabatan khalifah dapat dipegang oleh siapapun tidak
mutlak unutuk suku strata sosial tertentu. Khalifah dapat dijadikan sasaran
“mosi tidak percaya” jika tidak lagi menegakkan keadilan dan melaksanakan
syari’at Islam[3]
2.
Pandangan khawarij yang
semula lebih terarah kepada bidang politik, kemudian berkembang kearah teologi.
Khususnya mengenai siapa yang : tetap mu’min dan siapa yang telah keluar dari
Islam atau kafir. Ali dalam kepasitasnya sebagai khalifah secara politis
berada pada pihak yang dirugikan dalam tahkim, dapat dianggap kafir dan berarti
ia keluar dari Islam. Demikian juga Talhah, Zubair dan sahabat besar lain yang
tidak sepaham dengan pandangan mereka, dinilai kafir.[4],
termasuk juga Mu’awiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa al-Asy’ari.[5]
Karena keluar dari Islam atau kafir berarti darah mereka halal, dan boleh
dubunuh.
3.
Kecedruangan khawarij
dalam memahami nash al-Qur’an dan Hadits secara tekstual. Mereka hanya melihat
teks nash tanpa mau memahami konteksnya.[6] Sehingga Khawarij dalam episode sejarah
terlihat kaku dan “Hitam putih”.
Ketiga
arah pandangan di atas tercermin pada aktivitas gerakan mereka di Harura.
Khawarij
membentuk suatu jama’ah (organisasi) dan memilih Abdullah bin Wahab
al-Rasyidi sebagai pemimpin mereka menggantikan ‘Ali bin Abi Thalib.[7]
Hal ini dilakukan karena kepemimpinan ‘Ali dipandang tidak sah lagi dan secara
teologis telah kafir, keluar dari Islam. Meskipun sesungguhnya ketika Abdullah
bin Wahab al-Rasyidi terpilih, ‘Ali masih menjadi Khalifah.
Upaya
konsolidasi dengan memilih Abdullah bin Wahab al-Rasyidi sebagai pemimpinnya
bertujuan untuk melakukan bemberontakan terhadap ‘Ali bin Abi Thalib.[8]
Meskipun mereka mengalami kekalahan besar dalam pertempuran melawan ‘Ali, namun
salah seorang Khawarij yang bernama Abdurrahman bin Muljam berhasil membunuh
Ali.[9]
Ketika Mu’awiyah bin Abi Sofyan
menjadi Khalifah meskipun lebih tepat dengan istilah Raja – umat islam
terbagi ke dalam tiga ketentuan :
1.
Pendukung Mu’awiyah di
Syiria, Mesir dan mayoritas umat Islam.
2.
Pendukung ‘Ali yang
berpusat di Irak dan sebagian kecil di mesir.
3.
Khawarij sebagai
kekuatan ketiga[10] tetap
menjadi sandungan bagi pemerintah.
Dan
pada masa ini sudah diwarnai koflik tajam dikalangan pemimpin Khawarij,
sehingga lahirlah skete-sekete dan sub sekete berjumlah delapan belas[11]
dan bahkan mencapai dua puluh.[12]
A.
Ajaran pokok Khawarij
Meskipun khawarij terbagi skete dan sub
skete, tetapi sebenarnya ajaran mereka dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu
tentang politik dan aqidah.
Sebagaimana diketahui bahwa latar
belakang kelahiran Khawarij berawal dari masalah politik yakni Tahkim sebagai
jalan penyelesaian persengketaan khalifah antar Ali dan Mu’awiyah. Khawarij berpendapat
bahwa Imam tidak dibutuhkan jika umat dapat menyelesaikan masalah mereka
sendiri. Dalam realitas empiris, umat tidak dapat menghindar dari kebutuhan
tersebut. Oleh karena itu perlu adanya pemimpin yang berwibawa untuk mengatur
mekanisme kehidupan mereka. Khlifah harus dipilih secara bebas oleh seluruh
anggota masyarakat dengan syarat kualifikasi, yaitu muslim, yang berakhlaq
mulia, menjalankan syari’at dengan baik dan tidak punya cela, meskipun berasal
dari seseorang budak hitam.
B.
Sekte-sekte Khawarij dan ajaran-ajaran mereka
Seperti
yang disinggung sebelumnya bahwa sekte-sekte khawarij dan sub-sub sekte mereka
mencapai jumlah delapan belas bahkan dua puluhan. Al-syahrastani mengatakan
delapan belas, karena dia tidak memasukkan sub sekte al-Ma’umiyah dan
al-Majhuliyah sempalan dari sekte al-Khzimiyah dan sub-sub sekte
al-Hafsiyah, al-Haritsiyah, al-yazidiyah dan Ashhab Tha,ah la Yurad Allah biha dari sekte al-Ibadiyah.
Sedangkan al-Baghdadi menghitung dua puluh, karena tidak mengikutsertakan empat
sub sekte dari sekte al-Ibadiyah.
1. Al-Muhakkimah
Pada
awalnya mereka adalah pengikut Ali. Tetapi setelah peristiwa tahkim, mereka
keluar dari barisan Ali dan berkumpul di harura, Kuffah. Mereka berjumlah
sekitar dua belas ribu orang dengan tokoh utama Abdullah bin Kawa, ‘Itba, bin
al-a’war, Abdullah bin wahab Al-Rasyidi
Urwah bin Jarir, yazid bin Abi Shim Al-muharibi dan Harqus bin Zubair
al-Biiji.
2. Al
- Azariqah
Mereka
ini adalah pengikut Abu Rasyid Nafi’bin al-Azraq. Sekta ini merupakan sekta
yang terbesar. Penuh penuh wibawa dan menjunjung tinggi harga diri. Sedangkan
ajaranya adalah sebagai berikut :
a.
Semua orang yang tidak
sepaham dengan mereka dinyatakan musyriq, penghuni abadi neraka, halal
memerangi dan membunuh mereka.
b.
Daerah atau negara
orang-orang yang tidak sependapat dengan mereka dinyatakan sebagai Dara
al-Harb. Oleh karena itu, dibenarkan melakukan pembunuhan terhadap
anak-anak dan kaum wanita, menawan dan menjadikan mereka sebagai budak.
c.
Anak-anak akan masuk
neraka bersama orang tua mereka, karena orang tua mereka tidak sependapat
dengan sekte ini dan berarti kafir.
d.
Pelaku zina tidak perlu
dirajam, cukup dijilid saja, karena dalam al-Qur’an tidak dijumpai adanya hukum
rajam dalam hadits tadak diakui keabsahannya.
e.
Penetapan hukum Had
Qazap, hukuman bagi orang yang menuduh zina, hanya berlaku bagi orang yang
menuduh wanita dan tidak berlaku bagi orang yang menuduh lelaki. Ajaran ini
didasarkan atas surat Al-Nur 4:
tûïÏ%©!$#ur tbqãBöt ÏM»oY|ÁósßJø9$# §NèO óOs9 (#qè?ù't Ïpyèt/ör'Î/ uä!#ypkà óOèdrßÎ=ô_$$sù tûüÏZ»uKrO Zot$ù#y_ wur (#qè=t7ø)s? öNçlm; ¸oy»pky #Yt/r& 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÍÈ
Artinya : Dan orang-orang yang menuduh
wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat
orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera,
dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka
Itulah orang-orang yang fasik.
3. Al
- Najdat
Mereka
adalah pengikut Najdah bin ‘Amir al-hanafi, ia berasal dari daerah
yamamah sekta ini merupakan gabungan dari kelompok Najdah sediri ditambah
kelompok Fudaik. Rasyid al-Thawil dan ‘Athiyah al-Hanafi yang memisahkandiri
dari sekte Azariqah. Akhirnya koalisi kelompok memilih Najdah sebagai pemimpin
mereka.
Adapun
ajaran-ajarannya sebagai berikut:
a.
Umat islam wajib
mengetahui Allah dan Rasul-rasul-Nya, haram membunuh orang Islam yang sepaham
dengan mereka dan wajib percaya pada wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad.
b.
Jika seseorang
berijtihad diluar tersebut di atas dan salah, maka dia akan dimaafkan.
c.
Sipapun orang yang
sepaham dengan mereka, bila melakukan dosa besar akan diampuni Tuhan dan
kalaupun terpaksa disiksa, maka siknya itu tidak dineraka. Sesudah itu, pasti
masuk surga.
4. Al - Shufriyah
Pemimpin
sekte ini adalah Zaid bin Ashfar, dengan ajaran-ajarannya sebagai berikut :
a.
Orang yang tidak pergi
perang dan tidak berhijrah tidak dianggap kafir selama tetap sepaham dengan
mereka.
b.
Dilarang membunuh
anak-anak orang musyrik, karena mereka tidak dianggap kafir sebagaimana orang
tua mereka dan anak-anak tidak kekal dsi nereka.
c.
Pelaku dosa besar yang
ada sanksinya di dunia ini, seperti zina, mencuri, menuduh zina, tidak dianggap
kafir atau musyrik. Namun bila dosa besar itu tiada sanksinya di dunia, seperti
menunggalkan shalat, lari dari medan perang
5. Al - Ajaridah
Mereka
adalah pengikut ‘Abd al-Karim bin ‘Ajrad, yang mempunyai ajaran-ajaran sebagai
berikut :
a. Pada dasarnya anak-anak itu netral. Tetapi
jika orang tua merasa musyrik, maka akan masuk neraka bersama-sama.
b. Orang-orang yang tak sepaham dengan mereka,
jika mati terbunh, harta mereka dapat dirampas.
c. Hijrah keempat mereka tidaklah wajib, tetapi
hanya merupakan keutamaan saja, kaum ajridah bebas tinggal dimana saja, diluar daerah
kekuasaan mereka, dan mereka tidak dianggap sebagai orang kafir.
6. Al - Khazimiyah
Sekta ini didukung mayoritas ‘Ajaridah
Sijistan. Mengenai masalah taqdir, Kasb manusia dan kehendak Allahlah,
meraka nyatakan bahwa Allahlah satu-satunya pencipta, apapun ada di dunia ini
tidak mungkin tanpa kehendakNya dan manusia sebagai hamba-Nya harus berusaha
bekerja, meskipun usaha itui tidak tercapai tanpa kehendakNya. Mereka memandang
kafir terhadap orang yang berpendapat dengan paham Qodariyahnya aliran
Mu’tazilah.
Sedangkan
ajaran sub sekte dari al-Khazamiyah, al-Ma’lumiyah dan al-Majhuliyah,
adalah bahwa seseorang yang tidak mengetahui seluruh sifat Allah itu bodoh dan
bodoh terhadap sifat Allah berarti kafir. Kasb itu bukan ciptaan Allah,
namun manusia tidak mungkin dapat melakukan Kasb tanpa kehendakNya.
7. Al – Tsa’alibah
Mereka ini pengikut Tsa’alibah bin
‘Amir. Ajaran mereka cukup sederhana, yaitu tidak terkena hukum bagi anak-anak
sampai mereka mengetahui atau tamyiz. Kalau mereka telah menerima dakwah,
muslimah mereka. Namun jika mereka inkar, maka dinyatakan kafir.
8. Al - Ibadiyah
Di bawah pimpinan ‘Abdullah bin Ibadh
mereka menyatakan bahwa :
a. Orang yang tidak sepaham dengan mereka adalah
kafir, namun tidak musyrik. Mengadakan kontak perkawinan dan warisan dengan
mereka yang tidak sepaham tidak ada masalah. Harta yang bisa dirampas hanya
senjata dan kuda, sedangkan yang lain haram. Haram membunuh dan menawan dalam
keadaan damai.
b. Wilayah mereka yang tidak sepaham dinyatakan
sebagai Dar al-Tauhid, bukan Dar al-Harb, kecuali daerah basis
militer.
c. sah saja persaksian dari orang yang tidak
sepaham.
d. Pelaku dosa besar adalah tetap muwahhid, tetapi
tidak mukmin. Kalupun sampai naik ke tingkat kafir, paling-paling kafir ni’mah,
bukan kafir millah.
[1] Harun Naution, Teologi
Islam (jakarta, U-Pres, 1968) hlm.76
[2] Muhammad Abu Zahrah, op.
Cit., hlm 195-196.
[3] Jalal mausa, Nasyi’atu
al-asyari wa Tartawwuriha (Beirut : al-kita al-lubnani,1975), hlm 280.
[4] Harun Nasution, op.
Cit.., hlm. 76.
[5] Abu zahrah op. Cit.,
hlm. 195-196.
[6] W.Montgomery Watt, Pemikiran
teologi dan Filsafat Islam,
[8] Ibid.
[10] Hasan
ibrahim hasan, Tarikh al-Islam, I, Kairo maktabah al-Nahdhan
–l-Masyiriyah 1964), P, 375-376.
[13] Harun Nasution, Teologi
Islam (Jakarta: UII Pres, 1972), hlm 31.
[14] Ibid, hlm. 38
[15] Ali Mustafa al Ghurabi, Tarikh
al-Firaq al-Islamiyyah (Mesir Mathba’ah Ali, Shabih wa Auladih, tt), hlm.13
[16] Harun Nasution, op
cit, hlm. 33.
[17] Al Nasysyar, Nasy’ah
al-fikrah al- Falsafiy Fii al-Islam (Kairo: t.p.1966), hlm. 30-31.
[18] Al-Ghurabi, op. cit. hlm.
13
[19] Al-Nasysyar, op cit. hlm.330-331
[20] Ahman Amin, Fajrul
Islam (Siangapura: Sulaiman al-Mar’i, 1965. hlm 284
[21] Ibid, hlm.
284-285
[22] Yahya, Dirasah fii
Ilmi al-kalam wa al falsafah al-Islamiyah (Kairo: Daar al-Nahdla
al-Arabiyah :1972 hlm. 99
[23] Al-Syahrastani, al-Milal
wa al-Nihal, (Mesir: Mustafa al-Baby al-Halaby, 1967)hlm.85-91
[24] Ahmad Amin, op cit.
hlm. 286.
[25] An-Nasysyar, op cit, hlm.330.
[26]Al-Bagdhdadi, al-Farqu
Baina al-Firaq (Mesir : Mathba’ah Muhammad Ali Shabih wa Auladih,
t.t)hlm.212
[27] Ibid, hlm. 87-88
[28] Al-Syahrastani, op.
cit. hlm.37-38
[30] Al-Ghurabi, op. cit
hlm. 25
[31] Harun Nasution, op
cit. hlm 34
[32] An-Nasysyar, op cit. hlm.
346.
[33] H.M rasyidi, Koreksi
Terhadap Harun Nasution Tentang Islam ditijau Dari berbagai Aspeknya(Jakarta:
Bulan Bintang, 1977)hlm. 108
[34]Al-Baghdadi, op cit, hlm.
208
[35] Al-Syahrastani, op
cit. hlm. 89.
[36] Ibid hlm. 91
[37] Ibid
[38]Ahmad Amin op cit.
ihlm. 284
[40] Al-Nasysyar, op cit. hlm
318-319
[41] Ahmad Amin, op cit. hlm.318
[42] Al-Syahrastani, op
cit. hlm. 47
[43] Yahya, op cit. hlm.
100
[44] Al-Ghurabi, op cit. hlm.
340
[45] Harun nasution, loc. Cit.
[46] Jalal Muhammad Abdul
Hamid Musa, op. Cit., hlm 447.
[47] Ibid, hlm. 439-440
[48] Ibid hlm. 443.
No comments:
Post a Comment