Oleh : Rahmad
Fitriyanto
BAB
I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Globalisasi
adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam
masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu.
Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi
proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan.
Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus
dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan
kehidupan. Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar dua
puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh tahun
terakhir. Sebagai istilah, globalisasi begitu mudah diterima atau dikenal
masyarakat seluruh dunia. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai
dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi sehingga ia mampu
mengubah dunia secara mendasar. Globalisasi sering diperbincangkan oleh banyak
orang, mulai dari para pakar ekonomi, sampai penjual iklan. Dalam kata
globalisasi tersebut mengandung suatu pengetian akan hilangnya satu situasi
dimana berbagai pergerakan barang dan jasa antar negara diseluruh dunia dapat
bergerak bebas dan terbuka dalam perdagangan. Dan dengan terbukanya satu negara
terhadap negara lain, yang masuk bukan hanya barang dan jasa, tetapi juga
teknologi, pola konsumsi, pendidikan, nilai budaya dan lain-lain. Konsep akan
globalisasi menurut Robertson (1992), mengacu pada penyempitan dunia secara
insentif dan peningkatan kesadaran kita akan dunia, yaitu semakin meningkatnya
koneksi global dan pemahaman kita akan koneksi tersebut. Di sini penyempitan
dunia dapat dipahami dalam konteks institusi modernitas dan intensifikasi
kesadaran dunia dapat dipersepsikan refleksif dengan lebih baik secara budaya.
Globalisasi memiliki banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang. Sebagian
orang menafsirkan globalisasi sebagai proses pengecilan dunia atau menjadikan
dunia sebagaimana layaknya sebuah perkampungan kecil. Sebagian lainnya
menyebutkan bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan masyarakat dunia dari sisi
gaya hidup,
orientasi, dan budaya. Pengertian lain dari globalisasi seperti yang dikatakan
oleh Barker (2004) adalah bahwa globalisasi merupakan koneksi global ekonomi,
sosial, budaya dan politik yang semakin mengarah ke berbagai arah di seluruh
penjuru dunia dan merasuk ke dalam kesadaran kita. Produksi global atas produk
lokal dan lokalisasi produk global Globalisasi adalah proses dimana berbagai
peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa
konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia yang
lain.(A.G. Mc.Grew, 1992). Proses perkembangan globalisasi pada awalnya
ditandai kemajuan bidang teknologi informasi dan komunikasi. Bidang tersebut
merupakan penggerak globalisasi. Dari kemajuan bidang ini kemudian mempengaruhi
sektor-sektor lain dalam kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya dan lain-lain. Contoh sederhana dengan teknologi internet, parabola dan
TV, orang di belahan bumi manapun akan dapat mengakses berita dari belahan
dunia yang lain secara cepat. Hal ini akan terjadi interaksi antarmasyarakat
dunia secara luas, yang akhirnya akan saling mempengaruhi satu sama lain,
terutama pada kebudayaan daerah,seperti kebudayaan gotong royong,menjenguk
tetangga sakit dan lain-lain. Globalisasi juga berpengaruh terhadap pemuda
dalam kehidupan sehari-hari, seperti budaya berpakaian, gaya rambut dan sebagainya
B.
IDENTIFIKASI MASALAH
Dalam
perkembangannya globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam bidang
kebudayaan,misalnya : - hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu negara -
terjadinya erosi nilai-nilai budaya, - menurunnya rasa nasionalisme dan
patriotisme - hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong royong - kehilangan
kepercayaan diri - gaya
hidup kebarat-baratan
C.
RUMUSAN MASALAH
Adanya
globalisasi menimbulkan berbagai masalah terhadap eksistensi kebudayaan daerah,
salah satunya adalah terjadinya penurunan rasa cinta terhadap kebudayaan yang
merupakan jati diri suatu bangsa, erosi nilai-nilai budaya, terjadinya
akulturasi budaya yang selanjutnya berkembang menjadi budaya massa.
D.
TUJUAN
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu : 1. Mengetahui pengaruh globalisasi
terhadap eksistensi kebudayaan daerah 2. Untuk meningkatkan kesadaran remaja
untuk menjunjung tinggi kebudayaan bangsa sendiri karena kebudayaan merupakan
jati diri bangsa
BAB
II KERANGKA TEORITIK DAN RUMUSAN HIPOTESIS
A.
BATASAN ISTILAH
Dalam
pembuatan makalah ini menggunakan istilah-istilah yang sudah dimengerti oleh
masyarakat banyak, adapun tujuan dari penggunaan istilah-istilah tersebut yaitu
untuk memudahkan pembaca dalam membaca makalah ini.
B.
SUDUT PANDANG PENDEKATAN
Sudut
pandang yang kami gunakan dalam pembuatan mekalah ini yaitu sudut pandang
secara sosiologis dan psikologis yaitu pengaruh globalisasi pada masyarakat
umum dan sikap para pemuda dalam menyikapi pengaruh budaya asing.
C.
KERANGKA BERPIKIR
Dalam
pembuatan makalah ini kami menggunakan pola paragraf dari umum ke khusus,
dengan alasan agar pembaca merasa bingung dalam membaca karena dalam membaca
dimulai dari hal-hal yang ringan dulu baru meningkat ke hal-hal yang lebih
kompleks.
D.
RUMUSAN HIPOTESIS
Adanya
globalisasi yang memiliki dampak positif maupun negative, maka perlu adanya
tindak lanjut dalam menyikapi globalisasi tersebut. Adapun tindakan-tindakan
yang dapat dilakukan yaitu : 1. Menambah porsi pengetahuan tentang kebudayaan
bangsa di sekolah-sekolah baik mulai dari tingkat SD sampai perguruan tinggi 2.
Menyeleksi kemunculan globalisasi kebudayaan baru, sehingga budaya yang masuk
tidak merugikan dan berdampak negative. 3. Mengadakan berbagai pertunjukan
kubudayaan 4. Membatasi acara-acara yang dapat memunculkan rasa cinta terhadap
budaya asing.
BAB
III PEMBAHASAN
A.
GLOBALISASI DAN BUDAYA
Gaung
globalisasi, yang sudah mulai terasa sejak akhir abad ke-20, telah membuat
masyarakat dunia, termasuk bangsa Indonesia harus bersiap-siap
menerima kenyataan masuknya pengaruh luar terhadap seluruh aspek kehidupan
bangsa. Salah satu aspek yang terpengaruh adalah kebudayaan. Terkait dengan
kebudayaan, kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut
oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap
berbagai hal. Atau kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang
mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan (Koentjaraningrat), dimana
hal-hal tersebut terwujud dalam kesenian tradisional kita. Oleh karena itu
nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau
psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan
ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang
sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang
bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah
kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan Bagi bangsa Indonesia aspek
kebudayaan merupakan salah satu kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan nilai
yang beragam, termasuk keseniannya. Kesenian rakyat, salah satu bagian dari
kebudayaan bangsa Indonesia
tidak luput dari pengaruh globalisasi. Globalisasi dalam kebudayaan dapat
berkembang dengan cepat, hal ini tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan
kemudahan dalam memperoleh akses komunikasi dan berita namun hal ini justru
menjadi bumerang tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling krusial atau
penting dalam globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengertahuan
dikuasai oleh negara-negara maju, bukan negara-negara berkembang seperti
Indonesia. Mereka yang memiliki dan mampu menggerakkan komunikasi internasional
justru negara-negara maju. Akibatnya, negara-negara berkembang, seperti Indonesia
selalu khawatir akan tertinggal dalam arus globalisai dalam berbagai bidang
seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, termasuk kesenian kita. Wacana
globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar.
Komunikasi dan transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas
budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada
globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara
menyeluruh. Simon Kemoni, sosiolog asal Kenya mengatakan bahwa globalisasi
dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai
budaya. Dalam proses alami ini, setiap bangsa akan berusaha menyesuaikan budaya
mereka dengan perkembangan baru sehingga mereka dapat melanjutkan kehidupan dan
menghindari kehancuran. Tetapi, menurut Simon Kimoni, dalam proses ini,
negara-negara harus memperkokoh dimensi budaya mereka dan memelihara struktur
nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh budaya asing. Dalam rangka ini,
berbagai bangsa haruslah mendapatkan informasi ilmiah yang bermanfaat dan
menambah pengalaman mereka. Terkait dengan seni dan budaya, Seorang penulis
asal Kenya
bernama Ngugi Wa Thiong’o menyebutkan bahwa perilaku dunia Barat, khususnya
Amerika seolah-olah sedang melemparkan bom budaya terhadap rakyat dunia. Mereka
berusaha untuk menghancurkan tradisi dan bahasa pribumi sehingga bangsa-bangsa
tersebut kebingungan dalam upaya mencari indentitas budaya nasionalnya. Penulis
Kenya
ini meyakini bahwa budaya asing yang berkuasa di berbagai bangsa, yang dahulu
dipaksakan melalui imperialisme, kini dilakukan dalam bentuk yang lebih luas
dengan nama globalisasi.
B.
GLOBALISASI DALAM KEBUDAYAAN TRADISIONAL DI INDONESIA
Proses
saling mempengaruhi adalah gejala yang wajar dalam interaksi antar masyarakat.
Melalui interaksi dengan berbagai masyarakat lain, bangsa Indonesia ataupun kelompok-kelompok masyarakat
yang mendiami nusantara (sebelum Indonesia terbentuk) telah
mengalami proses dipengaruhi dan mempengaruhi. Kemampuan berubah merupakan
sifat yang penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu kebudayaan tidak mampu
menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa berubah. Perubahan yang
terjadi saat ini berlangsung begitu cepat. Hanya dalam jangka waktu satu
generasi banyak negara-negara berkembang telah berusaha melaksanakan perubahan
kebudayaan, padahal di negara-negara maju perubahan demikian berlangsung selama
beberapa generasi. Pada hakekatnya bangsa Indonesia, juga bangsa-bangsa lain,
berkembang karena adanya pengaruh-pengaruh luar. Kemajuan bisa dihasilkan oleh
interaksi dengan pihak luar, hal inilah yang terjadi dalam proses globalisasi.
Oleh karena itu, globalisasi bukan hanya soal ekonomi namun juga terkait dengan
masalah atau isu makna budaya dimana nilai dan makna yang terlekat di dalamnya
masih tetap berarti.. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang
majemuk dalam berbagai hal, seperti anekaragaman budaya, lingkungan alam, dan
wilayah geografisnya. Keanekaragaman masyarakat Indonesia ini dapat dicerminkan
pula dalam berbagai ekspresi keseniannya. Dengan perkataan lain, dapat
dikatakan pula bahwa berbagai kelompok masyarakat di Indonesia dapat mengembangkan
keseniannya yang sangat khas. Kesenian yang dikembangkannya itu menjadi
model-model pengetahuan dalam masyarakat.
C.
PERUBAHAN BUDAYA DALAM GLOBALISASI ; KESENIAN YANG BERTAHAN DAN YANG
TERSISIHKAN
Perubahan
budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari
masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai
yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma social merupakan salh
satu dampak dari adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah
mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi
internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan
setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia
sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Misalnya saja khusus dalam
bidang hiburan massa
atau hiburan yang bersifat masal, makna globalisasi itu sudah sedemikian
terasa. Sekarang ini setiap hari kita bisa menyimak tayangan film di tv yang
bermuara dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea,
dll melalui stasiun televisi di tanah air. Belum lagi siaran tv internasional
yang bisa ditangkap melalui parabola yang kini makin banyak dimiliki masyarakat
Indonesia.
Sementara itu, kesenian-kesenian populer lain yang tersaji melalui kaset, vcd,
dan dvd yang berasal dari manca negara pun makin marak kehadirannya di
tengah-tengah kita. Fakta yang demikian memberikan bukti tentang betapa
negara-negara penguasa teknologi mutakhir telah berhasil memegang kendali dalam
globalisasi budaya khususnya di negara ke tiga. Peristiwa transkultural seperti
itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap keberadaan kesenian kita. Padahal
kesenian tradisional kita merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional
yang perlu dijaga kelestariannya. Di saat yang lain dengan teknologi informasi
yang semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi oleh banyak alternatif
tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih menarik
jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan parabola masyarakat
bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang berasal
dari berbagai belahan bumi. Kondisi yang demikian mau tidak mau membuat semakin
tersisihnya kesenian tradisional Indonesia
dari kehidupan masyarakat Indonesia
yang sarat akan pemaknaan dalam masyarakat Indonesia. Misalnya saja
bentuk-bentuk ekspresi kesenian etnis Indonesia, baik yang rakyat maupun
istana, selalu berkaitan erat dengan perilaku ritual masyarakat pertanian.
Dengan datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses
industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka
kesenian kita pun mulai bergeser ke arah kesenian yang berdimensi komersial.
Kesenian-kesenian yang bersifat ritual mulai tersingkir dan kehilangan
fungsinya. Sekalipun demikian, bukan berarti semua kesenian tradisional kita
lenyap begitu saja. Ada
berbagai kesenian yang masih menunjukkan eksistensinya, bahkan secara kreatif
terus berkembang tanpa harus tertindas proses modernisasi. Pesatnya laju
teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana difusi
budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam
bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati
berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan
mereka. Misalnya saja kesenian tradisional wayang orang Bharata, yang terdapat
di Gedung Wayang Orang Bharata Jakarta kini tampak sepi seolah-olah tak ada
pengunjungnya. Hal ini sangat disayangkan mengingat wayang merupakan salah satu
bentuk kesenian tradisional Indonesia
yang sarat dan kaya akan pesan-pesan moral, dan merupakan salah satu agen
penanaman nilai-nilai moral yang baik, menurut saya. Contoh lainnya adalah
kesenian Ludruk yang sampai pada tahun 1980-an masih berjaya di Jawa Timur
sekarang ini tengah mengalami “mati suri”. Wayang orang dan ludruk merupakan
contoh kecil dari mulai terdepaknya kesenian tradisional akibat globalisasi.
Bisa jadi fenomena demikian tidak hanya dialami oleh kesenian Jawa tradisional,
melainkan juga dalam berbagai ekspresi kesenian tradisional di berbagai tempat
di Indonesia. Sekalipun demikian bukan berarti semua kesenian tradisional mati
begitu saja dengan merebaknya globalisasi. Di sisi lain, ada beberapa seni
pertunjukan yang tetap eksis tetapi telah mengalami perubahan fungsi. Ada pula kesenian yang
mampu beradaptasi dan mentransformasikan diri dengan teknologi komunikasi yang
telah menyatu dengan kehidupan masyarakat, misalnya saja kesenian tradisional
“Ketoprak” yang dipopulerkan ke layar kaca oleh kelompok Srimulat. Kenyataan di
atas menunjukkan kesenian ketoprak sesungguhnya memiliki penggemar tersendiri,
terutama ketoprak yang disajikan dalam bentuk siaran televisi, bukan ketoprak
panggung. Dari segi bentuk pementasan atau penyajian, ketoprak termasuk
kesenian tradisional yang telah terbukti mampu beradaptasi dengan perubahan
zaman. Selain ketoprak masih ada kesenian lain yang tetap bertahan dan mampu
beradaptasi dengan teknologi mutakhir yaitu wayang kulit. Beberapa dalang
wayang kulit terkenal seperti Ki Manteb Sudarsono dan Ki Anom Suroto tetap
diminati masyarakat, baik itu kaset rekaman pementasannya, maupun pertunjukan
secara langsung. Keberanian stasiun televisi Indosiar yang sejak beberapa tahun
lalu menayangkan wayang kulit setiap malam minggu cukup sebagai bukti akan
besarnya minat masyarakat terhadap salah satu khasanah kebudayaan nasional
kita. Bahkan Museum Nasional pun tetap mempertahankan eksistensi dari kesenian
tradisonal seperti wayang kulit dengan mengadakan pagelaran wayang kulit tiap
beberapa bulan sekali dan pagelaran musik gamelan tiap satu minggu atau satu
bulan sekali yang diadakan di aula Kertarajasa, Museum Nasional.
D.
PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP BUDAYA BANGSA
Arus
globalisasi saat ini telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya
bangsa Indonesia
. Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah
kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya.
Perkembangan 3T (Transportasi, Telekomunikasi, dan Teknologi) mengkibatkan
berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri . Budaya Indonesia yang
dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan berganti dengan budaya barat,
misalnya pergaulan bebas. Di Tapanuli (Sumatera Utara) misalnya, duapuluh tahun
yang lalu, anak-anak remajanya masih banyak yang berminat untuk belajar tari
tor-tor dan tagading (alat musik batak). Hampir setiap minggu dan dalam acara
ritual kehidupan, remaja di sana
selalu diundang pentas sebagai hiburan budaya yang meriah. Saat ini, ketika
teknologi semakin maju, ironisnya kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut semakin
lenyap di masyarakat, bahkan hanya dapat disaksikan di televisi dan Taman Mini
Indonesi Indah (TMII). Padahal kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut, bila dikelola
dengan baik selain dapat menjadi pariwisata budaya yang menghasilkan pendapatan
untuk pemerintah baik pusat maupun daerah, juga dapat menjadi lahan pekerjaan
yang menjanjikan bagi masyarakat sekitarnya. Hal lain yang merupakan pengaruh
globalisasi adalah dalam pemakaian bahasa indonesia yang baik dan benar (bahasa
juga salah satu budaya bangsa). Sudah lazim di Indonesia untuk menyebut orang
kedua tunggal dengan Bapak, Ibu, Pak, Bu, Saudara, Anda dibandingkan dengan kau
atau kamu sebagai pertimbangan nilai rasa. Sekarang ada kecenderungan di
kalangan anak muda yang lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta seperti
penyebutan kata gue (saya) dan lu (kamu). Selain itu kita sering dengar anak
muda mengunakan bahasa Indonesia dengan dicampur-campur bahasa inggris seperti
OK, No problem dan Yes’, bahkan kata-kata makian (umpatan) sekalipun yang
sering kita dengar di film-film barat, sering diucapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Kata-kata ini disebarkan melalui media TV dalam film-film, iklan dan
sinetron bersamaan dengan disebarkannya gaya
hidup dan fashion . Gaya berpakaian remaja Indonesia yang
dulunya menjunjung tinggi norma kesopanan telah berubah mengikuti perkembangan
jaman. Ada
kecenderungan bagi remaja putri di kota-kota besar memakai pakaian minim dan
ketat yang memamerkan bagian tubuh tertentu. Budaya perpakaian minim ini dianut
dari film-film dan majalah-majalah luar negeri yang ditransformasikan kedalam
sinetron-sinetron Indonesia
. Derasnya arus informasi, yang juga ditandai dengan hadirnya internet, turut
serta `menyumbang` bagi perubahan cara berpakaian. Pakaian mini dan ketat telah
menjadi trend dilingkungan anak muda. Salah satu keberhasilan penyebaran
kebudayaan Barat ialah meluasnya anggapan bahwa ilmu dan teknologi yang berkembang
di Barat merupakan suatu yang universal. Masuknya budaya barat (dalam kemasan
ilmu dan teknologi) diterima dengan `baik`. Pada sisi inilah globalisasi telah
merasuki berbagai sistem nilai sosial dan budaya Timur (termasuk Indonesia )
sehingga terbuka pula konflik nilai antara teknologi dan nilai-nilai ketimuran.
E.
TINDAKAN YANG MENDORONG TIMBULNYA GLOBALISASI KEBUDAYAAN DAN CARA
MENGANTISIPASI ADANYA GLOBALISASI KEBUDAYAAN
Peran
kebijaksanaan pemerintah yang lebih mengarah kepada pertimbangan-pertimbangan
ekonomi daripada cultural atau budaya dapat dikatakan merugikan suatu
perkembangan kebudayaan. Jennifer Lindsay (1995) dalam bukunya yang berjudul
‘Cultural Policy And The Performing Arts In South-East Asia’, mengungkapkan
kebijakan kultural di Asia Tenggara saat ini secara efektif mengubah dan
merusak seni-seni pertunjukan tradisional, baik melalui campur tangan,
penanganan yang berlebihan, kebijakan-kebijakan tanpa arah, dan tidak ada
perhatian yang diberikan pemerintah kepada kebijakan kultural atau konteks
kultural. Dalam pengamatan yang lebih sempit dapat kita melihat tingkah laku
aparat pemerintah dalam menangani perkembangan kesenian rakyat, di mana
banyaknya campur tangan dalam menentukan objek dan berusaha merubah agar sesuai
dengan tuntutan pembangunan. Dalam kondisi seperti ini arti dari kesenian
rakyat itu sendiri menjadi hambar dan tidak ada rasa seninya lagi. Melihat
kecenderungan tersebut, aparat pemerintah telah menjadikan para seniman
dipandang sebagai objek pembangunan dan diminta untuk menyesuaikan diri dengan
tuntutan simbol-simbol pembangunan. Hal ini tentu saja mengabaikan masalah
pemeliharaan dan pengembangan kesenian secara murni, dalam arti benar-benar
didukung oleh nilai seni yang mendalam dan bukan sekedar hanya dijadikan model
saja dalam pembangunan. Dengan demikian, kesenian rakyat semakin lama tidak
dapat mempunyai ruang yang cukup memadai untuk perkembangan secara alami atau
natural, karena itu, secara tidak langsung kesenian rakyat akhirnya menjadi
sangat tergantung oleh model-model pembangunan yang cenderung lebih modern dan
rasional. Sebagai contoh dari permasalahan ini dapat kita lihat, misalnya
kesenian asli daerah Betawi yaitu, tari cokek, tari lenong, dan sebagainya
sudah diatur dan disesuaikan oleh aparat pemerintah untuk memenuhi tuntutan dan
tujuan kebijakan-kebijakan politik pemerintah. Aparat pemerintah di sini turut
mengatur secara normatif, sehingga kesenian Betawi tersebut tidak lagi terlihat
keasliannya dan cenderung dapat membosankan. Untuk mengantisipasi hal-hal yang
tidak dikehendaki terhadap keaslian dan perkembangan yang murni bagi kesenian
rakyat tersebut, maka pemerintah perlu mengembalikan fungsi pemerintah sebagai
pelindung dan pengayom kesenian-kesenian tradisional tanpa harus turut campur
dalam proses estetikanya. Memang diakui bahwa kesenian rakyat saat ini
membutuhkan dana dan bantuan pemerintah sehingga sulit untuk menghindari
keterlibatan pemerintah dan bagi para seniman rakyat ini merupakan sesuatu yang
sulit pula membuat keputusan sendiri untuk sesuai dengan keaslian
(oroginalitas) yang diinginkan para seniman rakyat tersebut. Oleh karena itu
pemerintah harus ‘melakoni’ dengan benar-benar peranannya sebagai pengayom yang
melindungi keaslian dan perkembangan secara estetis kesenian rakyat tersebut
tanpa harus merubah dan menyesuaikan dengan kebijakan-kebijakan politik.
Globalisasi informasi dan budaya yang terjadi menjelang millenium baru seperti
saat ini adalah sesuatu yang tak dapat dielakkan. Kita harus beradaptasi
dengannya karena banyak manfaat yang bisa diperoleh. Harus diakui bahwa
teknologi komunikasi sebagai salah produk dari modernisasi bermanfaat besar
bagi terciptanya dialog dan demokratisasi budaya secara masal dan merata.
Globalisasi mempunyai dampak yang besar terhadap budaya. Kontak budaya melalui
media massa
menyadarkan dan memberikan informasi tentang keberadaan nilai-nilai budaya lain
yang berbeda dari yang dimiliki dan dikenal selama ini. Kontak budaya ini
memberikan masukan yang penting bagi perubahan-perubahan dan pengembangan-pengembangan
nilai-nilai dan persepsi dikalangan masyarakat yang terlibat dalam proses ini.
Kesenian bangsa Indonesia
yang memiliki kekuatan etnis dari berbagai macam daerah juga tidak dapat lepas
dari pengaruh kontak budaya ini. Sehingga untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian
terhadap perubahan-perubahan diperlukan pengembangan-pengembangan yang bersifat
global namun tetap bercirikan kekuatan lokal atau etnis. Globalisasi budaya
yang begitu pesat harus diantisipasi dengan memperkuat identitas kebudayaan nasional.
Berbagai kesenian tradisional yang sesungguhnya menjadi aset kekayaan
kebudayaan nasional jangan sampai hanya menjadi alat atau slogan para pemegang
kebijaksanaan, khususnya pemerintah, dalam rangka keperluan turisme, politik
dsb. Selama ini pembinaan dan pengembangan kesenian tradisional yang dilakukan
lembaga pemerintah masih sebatas pada unsur formalitas belaka, tanpa menyentuh
esensi kehidupan kesenian yang bersangkutan. Akibatnya, kesenian tradisional
tersebut bukannya berkembang dan lestari, namun justru semakin dijauhi
masyarakat. Dengan demikian, tantangan yang dihadapi oleh kesenian rakyat cukup
berat. Karena pada era teknologi dan komunikasi yang sangat canggih dan modern
ini masyarakat dihadapkan kepada banyaknya alternatif sebagai pilihan, baik
dalam menentukan kualitas maupun selera. Hal ini sangat memungkinkan keberadaan
dan eksistensi kesenian rakyat dapat dipandang dengan sebelah mata oleh
masyarakat, jika dibandingkan dengan kesenian modern yang merupakan imbas dari
budaya pop. Untuk menghadapi hal-hal tersebut di atas ada beberapa alternatif
untuk mengatasinya, yaitu meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM ) bagi para
seniman rakyat. Selain itu, mengembalikan peran aparat pemerintah sebagai
pengayom dan pelindung, dan bukan sebaliknya justru menghancurkannya demi
kekuasaan dan pembangunan yang berorientasi pada dana-dana proyek atau
dana-dana untuk pembangunan dalam bidang ekonomi saja
BAB
IV PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pengaruh
globalisasi disatu sisi ternyata menimbulkan pengaruh yang negatif bagi
kebudayaan bangsa Indonesia
. Norma-norma yang terkandung dalam kebudayaan bangsa Indonesia
perlahan-lahan mulai pudar. Gencarnya serbuan teknologi disertai nilai-nilai
interinsik yang diberlakukan di dalamnya, telah menimbulkan isu mengenai globalisasi
dan pada akhirnya menimbulkan nilai baru tentang kesatuan dunia. Radhakrishnan
dalam bukunya Eastern Religion and Western Though (1924) menyatakan “untuk
pertama kalinya dalam sejarah umat manusia, kesadaran akan kesatuan dunia telah
menghentakkan kita, entah suka atau tidak, Timur dan Barat telah menyatu dan
tidak pernah lagi terpisah�.
Artinya adalah bahwa antara barat dan timur tidak ada lagi perbedaan. Atau
dengan kata lain kebudayaan kita dilebur dengan kebudayaan asing. Apabila timur
dan barat bersatu, masihkah ada ciri khas kebudayaan kita? Ataukah kita larut
dalam budaya bangsa lain tanpa meninggalkan sedikitpun sistem nilai kita? Oleh
karena itu perlu dipertahanan aspek sosial budaya Indonesia sebagai identitas bangsa.
Caranya adalah dengan penyaringan budaya yang masuk ke Indonesia dan
pelestarian budaya bangsa. Bagi masyarakat yang mencoba mengembangkan seni
tradisional menjadi bagian dari kehidupan modern, tentu akan terus berupaya
memodifikasi bentuk-bentuk seni yang masih berpolakan masa lalu untuk dijadikan
komoditi yang dapat dikonsumsi masyarakat modern. Karena sebenarnya seni itu
indah dan mahal. Kesenian adalah kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ternilai
harganya dan tidak dimiliki bangsa-bangsa asing. Oleh sebab itu, sebagai generasi
muda, yang merupakan pewaris budaya bangsa, hendaknya memelihara seni budaya
kita demi masa depan anak cucu.
B.
SARAN – SARAN
Dari
hasil pembahasan diatas, dapat dilakukan beberapa tindakan untuk mencegah
terjadinya pergeseran kebudayaan yaitu : 1. Pemerintah perlu mengkaji ulang
perturan-peraturan yang dapat menyebabkan pergeseran budaya bangsa 2.
Masyarakat perlu berperan aktif dalam pelestarian budaya daerah masing-masing
khususnya dan budaya bangsa pada umumnya 3. Para pelaku usaha media massa perlu mengadakan
seleksi terhadap berbagai berita, hiburan dan informasi yang diberikan agar
tidak menimbulkan pergeseran budaya 4. Masyarakat perlu menyeleksi kemunculan
globalisasi kebudayaan baru, sehingga budaya yang masuk tidak merugikan dan
berdampak negative. 5. Masyarakat harus berati-hati dalam meniru atau menerima
kebudayaan baru, sehingga pengaruh globalisasi di negara kita tidak terlalu
berpengaruh pada kebudayaan yang merupakan jati diri bangsa kita.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Kuntowijoyo, Budaya Elite dan Budaya Massa dalam
Ecstasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia,
Mizan 1997. 2. Sapardi Djoko Damono, Kebudayaan Massa dalam Kebudayaan Indonesia: Sebuah Catatan Kecil dalam Ecstasy
Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia,
Mizan 1997. 3. Fuad Hassan. “Pokok-pokok Bahasan Mengenai Budaya Nusantara Indonesia”.
Dalam http://kongres.budpar.go.id/news/article/Pokok_pokok_bahasan.htm,
didownload 7/15/04. 4. Koenjaraningrat. 1990. Kebudayaan Mentalitas dan
Pembangunan. Jakarta:
Gramedia. 5. Adeney, Bernard T. 1995. Etika Sosial Lintas Budaya. Yogyakarta: Kanisius. Al-Hadar Smith, “Syariah dan
Tradisi Syi’ah Ternate”, dalam http://alhuda.or.id/rub_budaya.htm , didown load
7/15/04. 6. http://www.google=pengaruh globalisasi terhadap eksistensi
kebudayaan daerah.com/
No comments:
Post a Comment