SEKULARISME ISLAM
Penulis : Rahmad
Fitriyanto
PENDAHULUAN
Sejak awal
kelahirannya, islam merupakan agama yang diwahyukan dengan teks Al Quran yang
dipahami sebagai kalam Tuhan dan karena bersifat suci. Nabi Muhammad saw,
sebagai pengemban risalah islam dan kemudian para khalifah yang menggantikannya
pada waktu berkecamuknya perang dan perluasan kerajaan islam, berfungsi sebagai
kepala negara sekaligus pemimpin agama. Dalam beberapa kurun abad berikutnya
dan hingga kini, sekalipun terjadi gelombang ke arah rasionalisme dan
terbentuknya beragam negara-negara bangsa, namun bagi kebanyakan kaum muslimin
kombinasi itu tetap menjadi idaman bentuk ideal pemerintahan. Maka islam tidak
pernah mengenal pemisahan antara gereja dan negara. Suatu gagasan yang di dunia
barat telah menentukan perkembangan politik dan sosial serta mengantarkan barat
dari absolutisme menuju demokrasi.
Dalam kerangka
ini, jelas bahwa agama kemudian kehilangan fungsinya sebagai salah satu unsur
perubahan dan transformasi sosial. Agama yang menjadi sumber moralitas
masyarakat tentu saja akan menyempit pada praktik-praktik ritual dan ibadah
mahdah berhubungan dengan Tuhan saja tanpa bersinggungan dengan sesama manusia.
Negara sekuler tentunya akan membentuk sumber daya manusia yang hanya saleh
secara pribadi tapi tidak saleh secara sosial.
Dengan
pengertian di atas, secara nyata kita ketahui bahwa konsep ini bertentangan dengan
islam sebagai agama sosial dan kemanusiaan. Islam menginginkan balance antara
kedua aspek, dunia dan akhirat, demikian pula, islam tidak mengenal konsep
kekuasaan mutlak dan absolut para ulama. Perintah ketaatan termanifestasi
ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta para pemimpin. Perintah ketiga inipun
diikuti dengan catatan bahwa masyarakat sebagai kontrol sosial, tidak wajib
mentaatinya jika mereka menyimpang dari ketaatan Allah dan Rasul-Nya. Intinya,
dalam islam, para penguasa tidak memiliki kedaulatan mutlak seperti yang
terjadi pada kekuasaan kaum gerejawan (pendeta) pada abad pertengahan. Kondisi
ini tentu saja berimplikasi positif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
maupun perubahan sosial lainnya.
Kesimpulan
Secara garis besarnya sekularisme
secara terminologi terbagi menjadi dua. Sekularisme totalistik (‘almaniyah
syamilah) dan sekularisme parsial (‘almaniyah juz’iyah), walaupun
nantinya ada beberapa pemikir yang menggunakan istilah yang berbeda-beda
seperti sekularisasi, sekularisme materialis atheis, sekularisme sakralisasi
manusia, toh pada esensinya sama saja faham ini menolak agama (baca:
Tuhan).
Sedangkan yang kedua adalah
sekularisme parsial yang oleh para pemikir yang lain diistilahkan berbeda pula,
seperti sekularisme an sich, sekularisme religius, dan lain sebagainya yang
pada intinya memiliki arti sebuah faham fashlu al-din ‘an al-daulah.
Sedangkan secara epistemologi sudah
jelas bertentangan dengan Islam. Karena walaupun Islam mempunyai epistemologi
yang bisa dikatakan sama dengan ketiga komponen integral di atas.namun Islam
mempunyaiesendi yang berbeda.
Di dalam Islam ada penidak-keramatan
alam. Maksdunya tentu tidak sama dengan sekularisme. Penidak-keramatan alam
menurut Islam adalah menghilangkan unsur-unsur mistis, khurafat, takhayul dari
alam. Bahwa alam adalah ciptaan Allah semata dari tiada menjadi ada. Dan bukan
terlahir dari proses emanasi sebagaimana yang diyakini sebagian para filosof
Islam. Kemudian alam ini Allah amanatkan kepada manusia untuk memelihara dan
menjaganya agar tidak dirusak dengan mempergunakannya semena-mena.
Islam pun memiliki ajaran
desakralisasi politik. Bahwa seorang penguasa di dalam Islam sama sekali adalah
seorang manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan. Sehingga ia tidak dianggap
suci. Maka, ketaatan kepada penguasa/pemimpin adalah dibatasi selama ada dalam
koridor syari’ah yang telah Allah tetapkan yaitu, la tha’ata fi ma’shiyati
khaliq.
Dekonsekrasi nilai juga ada di dalam
Islam, namun bedanya sekularisme medekonsekrasi nilai tanpa batas. Artinya
menganggap semua nilai itu relatif dan tidak mutlak sama sekali. Sedangkan
Islam mendekonsekrasi semua nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam
yang berintikan pada ajaran tauhid. Maka Islam menganggap bahwa nilai-nilai
yang bersifat mutlak dan final itu memang ada yaitu yang bersumberkan dari yang
menciptakan manusia itu sendiri yaitu Allah. Maka Islam mempunyai cita-cita
mengislamkan dunia dan bukannya menduniakan Islam. Dan kemutlakan nilai-nilai
yang dikandung Islam sudah mutlak ketika pertama kali Islam itu lahir dan tidak
tunduk kepada proses perkembangan. Wal-Lahu a’lam.
No comments:
Post a Comment