Friday, April 15, 2016

SEKULARISME ISLAM



SEKULARISME ISLAM


Penulis : Rahmad Fitriyanto
PENDAHULUAN
Sejak awal kelahirannya, islam merupakan agama yang diwahyukan dengan teks Al Quran yang dipahami sebagai kalam Tuhan dan karena bersifat suci. Nabi Muhammad saw, sebagai pengemban risalah islam dan kemudian para khalifah yang menggantikannya pada waktu berkecamuknya perang dan perluasan kerajaan islam, berfungsi sebagai kepala negara sekaligus pemimpin agama. Dalam beberapa kurun abad berikutnya dan hingga kini, sekalipun terjadi gelombang ke arah rasionalisme dan terbentuknya beragam negara-negara bangsa, namun bagi kebanyakan kaum muslimin kombinasi itu tetap menjadi idaman bentuk ideal pemerintahan. Maka islam tidak pernah mengenal pemisahan antara gereja dan negara. Suatu gagasan yang di dunia barat telah menentukan perkembangan politik dan sosial serta mengantarkan barat dari absolutisme menuju demokrasi.

Dalam kerangka ini, jelas bahwa agama kemudian kehilangan fungsinya sebagai salah satu unsur perubahan dan transformasi sosial. Agama yang menjadi sumber moralitas masyarakat tentu saja akan menyempit pada praktik-praktik ritual dan ibadah mahdah berhubungan dengan Tuhan saja tanpa bersinggungan dengan sesama manusia. Negara sekuler tentunya akan membentuk sumber daya manusia yang hanya saleh secara pribadi tapi tidak saleh secara sosial.
Dengan pengertian di atas, secara nyata kita ketahui bahwa konsep ini bertentangan dengan islam sebagai agama sosial dan kemanusiaan. Islam menginginkan balance antara kedua aspek, dunia dan akhirat, demikian pula, islam tidak mengenal konsep kekuasaan mutlak dan absolut para ulama. Perintah ketaatan termanifestasi ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta para pemimpin. Perintah ketiga inipun diikuti dengan catatan bahwa masyarakat sebagai kontrol sosial, tidak wajib mentaatinya jika mereka menyimpang dari ketaatan Allah dan Rasul-Nya. Intinya, dalam islam, para penguasa tidak memiliki kedaulatan mutlak seperti yang terjadi pada kekuasaan kaum gerejawan (pendeta) pada abad pertengahan. Kondisi ini tentu saja berimplikasi positif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan maupun perubahan sosial lainnya.

Kesimpulan
Secara garis besarnya sekularisme secara terminologi terbagi menjadi dua. Sekularisme totalistik (‘almaniyah syamilah) dan sekularisme parsial (‘almaniyah juz’iyah), walaupun nantinya ada beberapa pemikir yang menggunakan istilah yang berbeda-beda seperti sekularisasi, sekularisme materialis atheis, sekularisme sakralisasi manusia, toh pada esensinya sama saja faham ini menolak agama (baca: Tuhan).
Sedangkan yang kedua adalah sekularisme parsial yang oleh para pemikir yang lain diistilahkan berbeda pula, seperti sekularisme an sich, sekularisme religius, dan lain sebagainya yang pada intinya memiliki arti sebuah faham fashlu al-din ‘an al-daulah.
Sedangkan secara epistemologi sudah jelas bertentangan dengan Islam. Karena walaupun Islam mempunyai epistemologi yang bisa dikatakan sama dengan ketiga komponen integral di atas.namun Islam mempunyaiesendi yang berbeda.
Di dalam Islam ada penidak-keramatan alam. Maksdunya tentu tidak sama dengan sekularisme. Penidak-keramatan alam menurut Islam adalah menghilangkan unsur-unsur mistis, khurafat, takhayul dari alam. Bahwa alam adalah ciptaan Allah semata dari tiada menjadi ada. Dan bukan terlahir dari proses emanasi sebagaimana yang diyakini sebagian para filosof Islam. Kemudian alam ini Allah amanatkan kepada manusia untuk memelihara dan menjaganya agar tidak dirusak dengan mempergunakannya semena-mena.
Islam pun memiliki ajaran desakralisasi politik. Bahwa seorang penguasa di dalam Islam sama sekali adalah seorang manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan. Sehingga ia tidak dianggap suci. Maka, ketaatan kepada penguasa/pemimpin adalah dibatasi selama ada dalam koridor syari’ah yang telah Allah tetapkan yaitu, la tha’ata fi ma’shiyati khaliq.
Dekonsekrasi nilai juga ada di dalam Islam, namun bedanya sekularisme medekonsekrasi nilai tanpa batas. Artinya menganggap semua nilai itu relatif dan tidak mutlak sama sekali. Sedangkan Islam mendekonsekrasi semua nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang berintikan pada ajaran tauhid. Maka Islam menganggap bahwa nilai-nilai yang bersifat mutlak dan final itu memang ada yaitu yang bersumberkan dari yang menciptakan manusia itu sendiri yaitu Allah. Maka Islam mempunyai cita-cita mengislamkan dunia dan bukannya menduniakan Islam. Dan kemutlakan nilai-nilai yang dikandung Islam sudah mutlak ketika pertama kali Islam itu lahir dan tidak tunduk kepada proses perkembangan. Wal-Lahu a’lam.

No comments:

Post a Comment

Post Terbaru

  اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. حَمْدًا يُوَافِيْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِ...