Oleh : Rahmad
Fitriyanto
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Islam lahir ke Dunia ini dengan membawa penerangan bagi umatnya.
Sebelum islam lahir berbagi kecaman telah merasuki jiwa kaum muslimin. Setelah
datangnya Islam timbul setitik harapan dan kebahagiaan yang menyelimuti hati
kaum muslimin. Setiap manusia selalu menambakan kebahagiaan baik di dunia
maupun di akhirat.
Itulah manusia yang mempunyai harapan dan tujuan hidup untuk
menggapai suatu kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan suatu bentuk perasaan dari
seseorang yang setiap manusia pasti mengalaminya. Perasaan bahagia adalah
bagian dari emosi yang mana peristiwa-peristiwa yang timbul dihadapan manusia
yang sesuai dengan suasana hati dan mungkin itu dapat memberikan suasana baru
berupa kesenangan dan disebut dengan fase kebahagiaan. Perasaan tidak dapat
diukur dengan materi karena itu merupakan suasana hati yang ada dalam sanubari.
Dalam kenyataanya, manusia akan merasa bahagia jika apa yang menjadi
harapanya tercapai, misalmya seorang akan merasa senag jika dalam setiap
harinya dapat memberi atau berbagi kepada orang lain. Hal ini akan mempengaruhi
gejala jiwa pada seseorang. Perasaan itu timbul sebagai akibat terhadap
stimulasi yang menegnai individu,semata-mata bergantung pada stimulasi dari
luar, sebab adakalanya suatu kedaan tidak menimbulkan perasaan sama sekali.[1]
Lain dari pada itu keadaan jasmani juga akan mempengaruhi
kebahagiaan pula. Misalnya kondisi badan yang lesu dan tidak sehat akan
berpengaruh pada kondisi jiwanya. Perasaan menjadi sedih, malas, dan lain-lain.
Dalam islam selalu mengajarkan untuk hidup sederhana untuk tetap bahagia. Hidup
bahagia tidak selalu berwujud pada harta yang melimpah. Kesederhanaan harus
selalu dijaga dimanapun, kapanpun dan dengan siapapun. Senyum merupakan wujud
dari kebahagiaan, apapun keadaan hidup kita harus senantiasa selalu disyukuri
dan wujud syukur itulah yang merupakan inti dari kebahagiaan.
B.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dipaparkan beberapa rumusan masalah
1.
Apa hakikat
dari islam dan kebahagiaan?
2.
Apa saja yang
menjadi komponen-komponen kebahagiaan dalam islam?
3.
Apa saja
faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Islam dan Kebahagiaan
Islam menyatakan bahwa kebahagiaan adalah anugerah. Betapa indahnya
Islam dalam mengatur kehidupan manusia. Anugerah dari Allah adalah kebahagiaan
yang tak terkira. Kebahagiaan dan kesejahteraan adalah harapan bagi manusia,
akan tetapi kebahagiaan bukan merujuk pada sift jasmani insane, akan tetapi
merujuk pada keyakinan diri akann hakikat terakhir yang mutlak yang akan
dicari-cari itu. Keyakinan diri itu
berupa keyakinan akan hak Ta’ala dan penuaian amalan yang dikerjakan oleh diri
berdasarkan berdasarkan hati nuraninya.
Kebahagiaaan hidup dalam penangan Islam tidak hanya dilihat pada
sisi materi saja. Imam Al- ghazali menyatakan bahwa kebahagiaan yang hakiki
adalah jika manusia berhasil mencapai ma’rifatullah. Tiap-tiap sesuatu bila
kita rasakan nikmat,kesenagngan ankelezatanya maka rasaa itulah yang dinamakan
kebahagiaan.limpahan karunia yang Allah berikan dengan usaha yang kita jalani,
semakin membuat manusia merasa bersyukur. Manusia bebas dalam memilih jalan
akan tetapi tak pernah lepas dari takdir Allah. Dalam kebahagiaan ada dua kata
kunci yaitu takdir dan usaha.
1.
Takdir
Takdir merupakan ketetapan/ ketentuan Allah kepada manusia.
Jikamanusia meyakini akan takdir Allah, maka timbulah ketabahan, yang mana
dengan ketabahan itu hati akan merasa tenang. Ketabahan itu yang memicu dari
kebahagiaan yang melawan dari tekanan keadaan dank an memancarkan cahaya pasrah
yang mampu menepis kesal dan amarah.
Dalam Firman Allah Q.S. Al- insan :12 dijelaskan “ dan Dia member
balasan kepada mereka karena ketabahan mereka (dengan) Syurga dan (pakaian)
sutera…”. Itulah balasan bagi orang-orang yang ikhlas,tabah dan sabar maka
kebahagiaan akhiratlah jaminanya.
2.
Usaha
Usaha yang baik akan mengandung nilai yang sakralyang mengandung
kekuatan dan keikhlasan. Orang aka merasa bahagia jika usaha yang dilakukan
menampakan hasil seperti yang diharapkan. Usaha yang dilakukan orang mukmin tak
lepas dari bingkai ibadah, sebagai pengabdian diri kepada Allah.
Manusia lebih mudah dalam mencapai kebahagiaan. Sebagai hamba
muslim, jika ia pandai bersyukur akan nikmat Allah maka hati dan pikiran akan
merasa tenang dan terasa lebih tentram. Pada hakikatnya kebahagiaan yang
didapat oleh seseorang muslim lebih bersifat nyata dan pasti. Sementara bagi
orang yang tidak beriman kebahagiaan itu hanyalah letupan sesaat. Ketika
menemukan hal-hal yang diinginkan maka ia akan terlepas dari beban yang
menghimpitnya. Akan tetapi jika hal itu hilang maka hilnglah kebahagiaan itu.
Karena tidak disertai dengan keikhlasan. Kebahagiaan tetaplah rahasia Illahi
Dari pemaparan tersebut kita tahu bahwasanya kebahagiaan merupakan
perasaan damai dan tenang yang timbul pada diri manusia. Sehingga muncul
kesenangan hidup. Rasa bahagia timbul karena usaha dan hasil yang sesuai, akan
tetpai jika manusia pandai bersyukur setiap apapun yang dihadapinya akan
mengandung hikmah atau makna kebahagiaan.
B.
Komponen-komponen
Bahagia dalam Islam
Telah disinggung sebelumnya bahwa kebahagiaan bagian dari emosi.
Dalam psikologi islam disebutkan bahwaperasaan gembiramerupakan ekspresi dari
kesenangan yang terbebas dari ketegangan, dan biasanya disebabkan oleh hal-hal
yang bersifat tiba-tiba an bersifat social yang melibatkan orang lain di
sekitar orang yang gembira tersebut.[2]
Kehidupan adalah proses maju kedepan yang terus dan esensinya ialah
penciptaan terus menerus dari gairah dan cita-cita. Kedaan yang terus menerus
ini mempunyai nilai yang paling tinggi bagi usaha manusia. Dan keadaan inilah
yang menjuruskan manusia kepada kemerdekaan dan keabadian.[3]
Pada dasarnya hidup untuk apa? Bukankah hidup ini hanya satu yang
selalu menjadi tujuan? Bukankah itu kebahagiaan? Sungguh setiap manusia selalu
menginginkan kebahagiaan.
1.
Hidup Bermakna
Hidup di dunia ini adalah tantangan apa yang harus dilakukan?
Sebagai hamba Allah manusia hidup untuk mengabdikan diri kepadaNya. Selalu
mencari jalan untuk menggapai keridaanNya. Untuk apa manusia bekerja keras,
mengejar impiannya jika tidak memiliki tujuan hidup? Memiliki tujuan hidup
berarti memiliki pelita untuk berjalan dalam kegelapan. Kita menjadi tahu bahwa
ada yang perlu diperjuangkan selama menjalani hidup yang singkat ini. Dalam
kacamata penganut hedonism, hidup yang bermakna adalah yang memberikan
kenyamanan dan kenikmatan.[4]
Jika kita melihat paradigma di atas menunjukkan bahwa kenikmatan hidup semata
yang mendatangkan kebahagiaan. Manusia membutuhkan materi akan tetapi
kebahagiaan tidak hanya diukur dengan materi. Manusia harus mampu
menyeimbangkan porsi hidup agar tidak terlena. Hidup ini menajdi bermaknsa jika
kita memberikan makna. Komarudin Hidayat menuturkan hidup adalah rekreasi, jika
kita bertemu dengan jiwa-jiwa yang dating dari rumah yang sama dan kembali ke
rumah yang sama. Selama kita menghayati bahwa hidup merupakan perjalanan kembali,
maka hidup merupakan suatu perjalanan yang indah dan menyenangkan.[5]
Sebagai seorang muslim yang sejati harus mampu memebrikan yang
terbaik utnuk hidup ini. Hidup lebih bermakan jika manusia ada rasa ingin
berbagi, berusaha an berdoa, hakikat kebahagiaan tidak hanya dalam materi.Allah
berfirman dalam surat al Muthaffifin ayat 26
26. laknya adalah kesturi; dan untuk yang
demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.
Manusia hidup untuk berpikir
dan memiliki makna dan tujuan yang sebenarnya untuk mencapai kebahagiaan
akhirat.
2.
Keseimbangan
Hidup
Kesuksesan akan mudah dituju jika
dapat menyeimbangkan hidup. Banyak orang yang hiduonya cemerlang akan tetapi
tidak apat menikmati kebahagaiaan. Hidup yang seimbang akan mencapai hasil yang
seimbang pula. Sukses itu tidak selalu sebangun dengan bahagia karena
kebahagiaan menyangkut perasaaan bukan hasil. Bahagia adalah apa yang kita
rasakan yang menjadi tolak ukur bahagia adalah perasaan senang atau tidak. Jika
kita menganggap bahwa sukses terkait dengan materi maka bahagia lebih bersifat
abstrak. Kita lihat kenyataan hidup ini. Seorang petani yang hidup pas-pasaan,
rumah sederhana, akan tetapi mereka jauh merasa lebih bahagia, pikiran tenang.
Jika dibandingkan dengan orang yang hidupnya bisa tercukupi, akan tetapi
hidupnya tidak tenang,penuh dengan kegelisahan. Itu disebabkan karena mereka
hanya mengejar materi. Jika memandang
hal ini, untuk apa hiup jika hanya mengejar ketidakpastian? Kebahagiaan
terletak pada bagaimana kita mengendalikan perasaan dengan baik. Boleh jadi
dalam ukuran manusia, kita inilai tidak
sukses, tetapi dengan ukuran perasaan kita justru lebih bahagia
dibanding mereka yang lebih sukses.
Kesuksesan lebih mudah diukur akan tetapi kebahagiaan tidak bisa diukur hanya orang yang merasakan bahagia
yang dapat memahaminya.[6]
Mencari kebahagiaan hidup duniawi dengan harta, jabatan dan popularitas. Tapi
mengabaikan akhirat tentu tidaklah tepat. Begitu juga sebaliknya. Sosok yang
ideal adalah yang mampu meraih keseimbangan antara dunia dan akhirat dengan
menggapai kebahagiaan hidup di keduanya.
Sehingga kita dianjurkan untuk berdoa; “Ya Allah ya Tuhan kami, berilah kami
kebahagaiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat, dan jauhkanlah kami dari
siksa api neraka”. Hidup yang baik adalah yang seimbang. Ketika kita bisa
menyeimbangkan antara makna dan tujuan hidup, maka kebahagiaan akan datang
sendiri tanpa dicari.
3.
Usaha maksimal
Dalam Qur’an surat Yusuf ayat 87, Allah berfirman “ Dan janganlah kamu
berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat
Allah, melainkan kaum yang kafir.” Islam tak hanya mengajarkan kepada
umatnyauntuk berdo’a kepada Tuhan,melainkan mengajari kita untuk berusaha
secara maksimal. Usaha yang sungguh-sungguh disertai dengan do’a yang
sungguh-sungguh pula. Keseimbangan antara do’a dan usaha yang maksimal inilah
yang akan menjadi pintu dalam mencapai kebahagiaan yang hakiki. Karenanya
kesuksesan dan kebahagiaan bukanlah subuah keberuntungan semata,akan tetapi
keduanya harus diikhtiri melalui perencanaan yang matang,keyakinan dan keuletan
serta niat yang baik. Allah berfirman “ Apabila kamu telah menunaikan
shalat,beterbarlah kemuka bumi, dan carilah karunia Ku, dan ingatlah AKU supaya
kamu menjadi orang yang beruntung”. (Q.S. Al-jumu’ah : 10).
Manusia dianjurkan untuk bekerja kertas sebagai ungkapan rasa syukurNya
yang Allah berikan. Bekerja merupakan motivasi dari ibadah yang seharusnya
selalu memberikan yang terbaik. Bekerja secara maksimal adlaha wujud dari “ihsan”. Dengan motivasi tersebut akan
melahirkan jiwa yang jujur, profesional, dalam kondisi apapun. Sebenarnya jika
diusut untuk apa manusia itu bekerja banting tulang? Tak lain dari semua itu
adlah untuk mencapai keberhasilan dan kebahagiaan.
Kepuasan akan lahir jika hasil yang diharapkan tercapai dengan usahanya
sendiri. Jika manusia selalu memegang prinsip-prinsip Islam, seperti dalam
sebuah Hadist yang menuturkan “ Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kau akan
hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu sekan-akan kau akan mati esok”.
Dunia tak akan pernah menjamin akan adanya kebahagiaan tanpa usaha yang
sungguh-sungguh. Kebahagiaan akan terlengkapi jika dibarengi dengan berbagi
rasa ingin memberi kepada orang lain. Semakin orang tidak merasa bahagia
semakin puas perasaan kecewa yang muncul. Kesuksesan itu muncul karena
dibarengi dengan usaha yang sungguh-sungguh.
C.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kebahagiaan dalam Islam
Islam memandang
bahwa materi merupakan sarana bukan tujuan dalam mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan tidak dating dengan dengan
sendirinya semua itu perlu adanya proses dan proses menuju jalan itu biasanya
ada yang mempengaruhinya. Dapat disinggung bahwa hal-hal yang mempengaruhi
kebahagiaan antara lain :
1.
Beriman dan beramal shaleh
Dalam meraih kebahagiaan melalui iman
dapat ditinjau dari beberapa segi
a.
Orang yang
beriman kepada Allah Yang Mahatinggi dan Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya,
dengan iman yang sempurna, bersih dari kotoran dosa, maka dia akan merasakan
ketenangan hati dan ketentraman jiwa. Dia tidak akan galau dan bosan dengan
kehidupannya, bahkan akan ridla terhadap takdir Allah pada dirinya, pastinya
dia akan bersyukur terhadap kebaikan dan bersabar atas bala'.
Ketundukan
seorang mukmin kepada Allah membimbing ruhaninya yang menjadi pondasi awal
untuk lebih giat bekerja karena merasa hidupnya memiliki makna dan tujuan yang
berusaha diwujudkannya. Allah berfirman,
الَّذِينَ
آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ
وَهُمْ مُهْتَدُونَ
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur
adukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang
mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk."
(QS. Al An'aam: 82)
b.
Iman menjadikan seseorang memiliki pijakan
hidup yang mendorongnya untuk diwujudkan. Maka hidupnya akan memiliki nilai
yang tinggi dan berharga yang mendorongnya untuk beramal dan berjihad di
Jalan-Nya. Dengan itu pula, dia akan meninggalkan gaya hidup egoistis yang
sempit sehingga hidupnya bermanfaat untuk masyarakat di mana dia tinggal.
Ketika seseorang bersifat egois maka hari-harinya terasa sempit dan tujuan
hidupnya terbatas. Namun ketika hidupnya dengan memikirkan fungsinya, maka
hidup nampak panjang dan indah, dia akan merasakan hari-harinya penuh nilai.
c.
Peran iman bukan saja untuk mendapatkan
kebahagiaan, namun juga sebagai sarana untuk menghilangkan kesengsaraan. Hal
itu karena seorang mukmin tahu dia akan senantiasa diuji dalam hidupnya. Dan
ujian-ujian itu termasuk untuk menguji keimanan, maka akan tumbuh dalam dirinya
kekuatan sabar, semangat, percaya kepada Allah, bertawakkal kepada-Nya, memohon
perlindungan kepada-Nya, dan takut kepada-Nya. Potensi-potensi ini termasuk
sarana utama untuk merealisasikan tujuan hidup yang mulia dan siap menghadapi
ujian hidup. Allah Ta'ala berfirman:
إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ
يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ
"Jika kamu menderita kesakitan, maka
sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu
menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan.
Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. Al
Nisaa': 104)
2.
Memiliki akhlak yang mulia
Manusia
sebagai makhluk social selalu melakukan interaksi dengan sesamanya sehingga
selalu memerlukan bantuan orang lain. Jika dalam bersosialisasi manusia selalu
ingin memberikan perhatian yang besar terhadap sesamanya jangan sampai
menyinggung ataupun menyakiti hati orang lain karena akan berdampak pada diri
sendiri. Dalam surat Al-maidah ayat 2 Allah berfirman “ dan tolong
menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan janganlah kamu
tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. Dalam ayat tersebut
Allah memerintahkan manusia untuk saling tolong menolong dalam kebaikan. Akhlak
yang mulia yang dapat mencerminkan kepribadia seseorang dapat mengundang
kebaikan bagi diri sendiri itulah mengapa manusi selalu dianjurkan untuk dapat
berbuat baik terhadap sesame karena dampaknya akan terlihat pada diri sendiri.
Lihatlah orang yang mempunyai sifat bakhil, dengki dan iri, dalam keseharianya
tak pernah diliputi rasa bahagia, karena hanya memikirkan tentang orang lain. Jika orang lain
mendapatkan kenikmatan hatinya tidak tenang karena merasa tersaingi, sehingga
cukup sulit untuk mendatangkan kebahagiaan.
Bahagia
sebenarnya cukup mudah didapat jika kita bias memahami diri sendiri, tak pernah
mencampuri urusan orang lain. Sesungguhnya kebahagiaan orang beriman adalah
dengan mencintai Allah, dan mencintai Allah merupakan puncak dari segala
kebahagiaan dan hanya bias dinikmati oleh mereka yang sungguh-sungguh beriman
dan tidak mau menerima kebahagiaan selainya.[7]
3.
Perbanyak dzikir
Sesungguhnya keridlaan hamba tergantung pada dzat tempat
bergantung. Dan Allah Dzat yang paling membuat hati hamba tentram dan dada
menjadi lapang dengan mengingat-Nya. Karena kepadaNya seorang mukmin meminta
bantuan untuk mendapatkan kebutuhan dan menghindarkan dari mara bahaya. Karena
itulah, syariat mengajarkan beberapa dzikir yang mengikat antara seorang mukmin
dengan Allah Ta'ala sesuai tempat dan waktu, yaitu ketika ada sesuatu yang
diharapkan atau ada sesuatu yang menghawatirkannya. Dzikir-dzikir tadi mengikat
seorang hamba dengan penciptanya sehingga dia akan mengembalikan semua akibat
kepada yang mentakdirkannya.
Dalam Firmanya Allah menjelaskan :
الَّذِينَ
آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ
تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati
mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Al Ra'du: 28)
Itulah begitu besarnya kekuatan dzikir bagi
kehidupan manusia. Dengan dzikir segala kegundahan menjai hilang, hati menjadi
tenang tak pernah diliputi rasa kecewa jika manusi senantiasa selalu mengingat
Allah. Dalam hadist lain Nabi juga menjelaskan, "Bersemangatlah
mencari yang bermanfaat bagimu, minta pertolongan kepada Allah, dan jangan
lemah. Jika engkau tertimpa musibah janganlah berkata: ‘Seandainya saya berbuat
begini maka tentu tidak terjadi begitu.’ Namun katakanlah: ‘Allah telah
menakdirkan musibah ini. Apa yang Allah kehendaki pasti terjadi’. Karena
perkataan ‘Seandainya’ dapat membuka perbuatan syetan." (HR.
Muslim).
Manusia
selalu dianjurkan untuk memperbanyak dzikir agar selalu disertai Allah sehingga
tidak ada perasaan takut dan gelisah. Berbahagialah menjadi seorang muslim
Karena sesungguhnya muslim sejati yang dapat meraih kebahagiaan yang hakiki.
Indahnya kebahagiian yang tampak disekeliling kita merupakan panggilan hakiki
untuk memperoleh kebahagiaan.
BAB III
KESIMPULAN
Dari
pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa islam begitu indah siapa saja yang
dekat dengan islam pasti merasakan kebahagiaan. Hakikat kebahagiaan dalam islam
tidak hanya berwujud materi saja karena kebahagiaan timbul dari hati dan hanya
orang yang merasaknya yang dapat mengetahuinya. Kebahagiaan sejati adalah ketika
kita mengenal Allah kita merasa dekat dengan Nya dan mencintaiNya dengan tulus.
Sesungguhnya kebahagiaan orang beriman adalah dengan mencintai Allah, dan
mencintai Allah merupakan puncak dari segala kebahagiaan dan hanya bias
dinikmati oleh mereka yang sungguh-sungguh beriman dan tidak mau menerima
kebahagiaan selainya.
Untuk
meraih kebahagiaan memang tak mudah karena itu menyangkut perasaan dan suasana
hati. Kebahagiaan akan terpancar jika dibarengi dengan usaha yang maksimal.
Meskipun kesuksesan tidak menjamin akan datagnya kebahagiaan akan tetapi dengan
keyakinan hati maka kebahagiaan itu akan timbul. Keseimbangan hidup dalam
menggapai kebahagiaan dunia harus dibarengi dengan usaha untuk menggapai
kebahagiaan akhirat. Dengan menyeimbangkan makna dan tujuan hidup maka mudah
sekali seseorang dalam mengapai kebahagiaan karena sesuai dengan perencanaan.
Kebahgiaan
tak dating dengan sendirinya banyak faktor yang mempengaruhinya salah satunya
adalah dengan beriman dan beramal shalih, memiliki akhlak yang mulia, daan
selalu berdzikir selalu mengingat Allah. Jika kita merasa bahwa Allah selalu
bersama dengan kita yakinlah bahwa segala sesuatu tak pernah ada yang sia-sia.
Berbahagialah menjadi seorang muslim Karena sesungguhnya muslim sejati yang
dapat meraih kebahagiaan yang hakiki.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah
Al-Qarni ‘Aidh. La Tahzan for Smart Muslimah. Jakarta : Grafindo
khazanah Ilmu. 2008
Artikel
www. Muslimah. Or. Id
Hartati
Netti, Dkk. Islam dan Psikologi. Jakarta : PT RajaGraindo. 2004.
Suryadilaga
Sutrisna. The Balance Ways ( Jalan Menuju Keseimbangan Hidup untuk
Kesuksesan dan Kebahagiaan Sejati). Jakarta : Hikmah. 2007
Walgoti
Bimo. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi Offset. 1989
[1]
Bimo walgito. Pengantar
Psikologi Umum. 1989. Yogyakarta: andi. Hal…140
[2]
Netty hartati dkk. Islam dan Psikologi. Jakarta: PT RajaGrafindo. 2004,
hal.103
[3]
Ibid.,hal 109
[4]
M.K. Sutrisno Suryadilaga. The Balance Ways. Jakarta: Hikmah. 2007, hal.
13
[5]
Ibid., hal 14
[7]
‘Aidh Al- Qarni. La tahzan For Smart Muslimah. Jakarta : Grafindo
Khazanah Ilmu. 2008. Hal.200
No comments:
Post a Comment