Oleh : Rahmad
Fitriyanto
Mengenai
sholat orang dalam bepergian/perjalanan yang juga disebut Sholat Safar,
banyak kesimpang siuran pendapat di kalangan umat sehingga menimbulkan
keraguan. Sehingga timbulah pendapat-pendapat yang tidak berdasar kepada
Al-Qur'an dan Al Hadits. Dalam suatu Hadits diriwayatkan "Sholatlah
seperti Sholatku", maka dengan menjalankan sholat yang tidak sesuai
tuntunan Rasulullah saw atau karena ragu-ragu akhirnya malah memilih untuk
meninggalkan aturan-aturan yang berkaitan , ini dapat berakibat
"tertolaknya" ibadah Sholat tersebut.
Adapun ketentuan yang mengatur terdapat pokok-pokok sebagai
berikut :
- Batasan Jarak.
- Sholat-sholat yang di Qashar
- Batasan waktu Sholat Musafir/Safar.
- Kewajiban melengkapi Sholat Musafir.
- Hal-hal lain tentang cara pelaksanaan Sholat Qashar.
1. Batasan Jarak
untuk Sahnya Sholat
Musafir/Safar.
Menurut
Imam Ibnu Mundzir ada sekitar 20 pendapat/firqah yang
memperselisihkan jarak sholat safar mulai dapat dilakukan, sebagai berikut :
Salah satu dalil yang menjadi alasan/hujjah ketentuan jarak yang ditempuh dalam perjalanan untuk melaksanakan Sholat Musafir adalah minimal 4 barid (sekitar 77.520 m atau ± 78 Km) atau sejauh Mekkah ke Usfan :
Artinya
: Dari Ibnu Abbas, Rasulullah berkata : "Jangan kamu meng-qashar
sholat dalam perjalanan kurang dari 4 barid, yaitu dari Mekkah hingga
Usfan" (Ad-daraquthni dengan isnad dla'if)
Hadits diatas mempunyai cacat karena dalam penyampaiannya ada musnad (orang yang menyampaikan hadits ini) yaitu Abdul Wahad bin Mujahid yang dituduh pendusta/tukang karang hadits (dalam kitab Nail Authar juz III).
Sedangkan Hadits yang menjadi alasan/hujjah
untuk ketentuan jarak tempuh dengan batas minimal 3 mil adalah :
Artinya : Syau'bah dari Yayah bin Yazid Hannafi, memberitakan
"Saya bertanya kepada Anas bin Malik mengenai sholat Qashar, maka
Anas menjawab: Rasullullah SAW bila bepergian sejauh 3 mil atau 3 farsakh,
maka Rasulullah SAW sholat dua raka'at (HSR. Ahmad dan Muslim)
Kata-kata
3 mil atau farsah diatas tidak jelas karena perawi (Syau'bah) tidak
jelas/ragu-ragu meriwayatkannya, antara mil atau farsakh. Padahal 1 farsakh = 3
mil atau 3 farsakh = 9 mil. Kekaburan ini diperjelas dengan berita (dari
Abu Sa'id Al-Khudri) sebagai berikut :
Artinya :
Ia memberitakan Rasulullah SAW bila
bepergian sejauh satu farsakh, maka mengqashar sholat menjadi dua raka'at
(diberitakan oleh Said bin Mansur dan Al-Hafidz, yang menyebutkannya
dalam Kitab At-Talkhis dan ia mendiamkan hadits ini sebagai tanda
pengakuannya).
Sedangkan
kekaburan antara mil atau farsakh, itu dapat dijelaskan dengan
hadits yang diberitakan Abu Said Al-Khudri
Mil yang
dipakai dalam penerapan Hadits ini bukan mil yang dipakai adalah mil
hasyimi yaitu 1 (satu) mil sama dengan 1847 meter.
Jadi kesimpulan dari pendapat Abu Said Al-Khuduri adalah 1 farsakh
= 3 mil atau 5541 meter (kira-kira 6 km). Lebih lanjut mengenai Satuan Farsakh itu (menurut sejarah dan
stadart baku) adalah berasal dari Satuan Persia Kuno, yaitu perjalanan dengan
kuda selama 1 jam menempuh jarak 3 mil.
Mengenai perjalanan itu baik itu jalan
kaki, dengan kuda atau naik pesawat sekalipun tidak menjadi
pertimbangan/ketentuan, dengan dasar bahwa baik Hadits Shohih ataupun
yang Dla'if hanya menerangkan masalah jarak tempuh saja.
Dengan artian bahwa kemudahan-kemudahan
perjalanan itu baik karena faktor ekonomi, perkembangan jaman atau
pun lainnya hendaknya tidak menjadikan gugurnya ketentuan Sholat
Musafir/Safar ini.
Sebagai contoh bepergian dengan mobil
atau pesawat terbang yang memang dirasakan tidak memberatkan untuk
melaksanakan Sholat secara lengkap (tetap 4 roka'at), bukan berarti itu menjadi
benar adanya bila Sholat itu tetap dijalankan 4 roka'at karena merasa sanggup
menlaksanakan secara lengkap. Atau bila ada suatu pendapat kalau jaman dulu
bepergian begitu terasa sulitnya maka sholat 4 roka'at adalah wajar bila ada
rukhsho sehingga menjadi 2 roka'at, maka tentunya saat ini sholat 4 roka'at itu
harusnya berlipat menjadi 8 roka'at karena mudahnya perjalanan ! Tentunya hal
ini menjadikan kabur/rancunya ketentuan sholat musafir ini (bahkan tidak
mustahil ketentuan-ketentuan ibadah lainnya juga) dengan suatu
"pendapat" yang tidak ada dasar menurut Tuntunan Allah dan RasulNya.
2. Sholat-sholat yang di Qashar.
Adapun sholat yang di Qashar adalah yang berjumlah 4 raka'at saja sehingga menjadi 2 raka'at, sedangkan yang 2 atau 3 raka'at tidak boleh. Sehingga yang bisa diqoshar adalah Dhuhur, Ashar dan Isya'.
3. Batas waktu Sholat Musafir/qashar.
Batas waktu pelaksanaan ketentuan hukum musafir mengacu pada Hadits berikut :
Artinya :
Dari Umar ra, diberitakan: Rasulullah SAW bersabda "Sholat dalam
bepergian adalah dua raka'at hingga ia kembali ke keluarganya atau ia mati.
(HSR Khatib)
Artinya :
Dari Hafsah bin Ubaididlah, diberitakan bahwa: "Anas bin Malik
bertempat di Syam selama dua tahun selalu meng-qashar shalat menjadi
dua rakaat. Dan Anas bin Malik berkata: Para sahabat Rasulullah SAW
bertempat di Ramurmuz selama tujuh bulan, mereka meng-qashar
shalat".
Dari Al-Hasan
berkata: "Saya di Kabul bersama Abdul Rahman bin Samurah selama dua
tahun tetap meng-qashar shalat " tidak dijama' (digabung). Dari Ibrahim
berkata : "Para sahabat Rasulullah SAW berada di Riy selama
setahun dan lebih setahun. Di Sajastan selama dua tahun, mereka shalat
dua rakaat. Maka itu dari Rasulullah SAW sebagaimana engkau lihat. (Kitab
Fiqkhus-sunah Juz II)
4. Kewajiban menyempurnakan sholat-bagi musafir.
Pengertian bahwa sholat 2 raka'at (sholat qashar) dianggap sebagai boleh di ringankan (boleh dikerjakan atau lebih baik tidak dikerjakan) didasarkan dengan hadits di bawah ini :
Artinya :
Dari A'isyah ra. Ia berkata : "Bahwa Nabi SAW meringkas sholat
apabila dalam bepergian, dan menyempurnakan 4 (empat) rakaat, juga berpuasa
dan tidak berpuasa".
Diberitakan
oleh Ad-Daraquthni, dan perawinya bisa dipercaya, tetapi masih dinilai
cacat (Kitab Subulus Salam juz II) :
Artinya : Dari A'isyah ra. Ia berkata :"Saya pergi bersama Rasulullah SAW melakukan umrah di bulan ramadhan , Rasulullah SAW tidak berpuasa dan saya berpuasa dan Rasulullah SAW sholat (2 rakaat) dan saya menyempurnakan (4 rakaat), kemudian saya berkata : Ayahku dan ibuku, mereka tidak berpuasa dan saya berpuasa dan mereka mengqashar sholat dan saya menyempurnakan. Maka Rasulullah SAW menjawab : Kamu berbuat baik, hai A'isyah. Demikian diberitakan oleh Ad-daraquthni, dan ia menyatakan : K isnad baik (Kitab Nailauthar juz II).
Artinya : Dari A'isyah ra. Ia berkata :"Saya pergi bersama Rasulullah SAW melakukan umrah di bulan ramadhan , Rasulullah SAW tidak berpuasa dan saya berpuasa dan Rasulullah SAW sholat (2 rakaat) dan saya menyempurnakan (4 rakaat), kemudian saya berkata : Ayahku dan ibuku, mereka tidak berpuasa dan saya berpuasa dan mereka mengqashar sholat dan saya menyempurnakan. Maka Rasulullah SAW menjawab : Kamu berbuat baik, hai A'isyah. Demikian diberitakan oleh Ad-daraquthni, dan ia menyatakan : K isnad baik (Kitab Nailauthar juz II).
Hadits di
atas dipandang cacat meskipun orang yang memberitakan(rijal) terpercaya,
hal ini dikarenakan bersambungnya berita oleh Abdurrahman dari A'isyah,
yang saat itu Abdurrahman masih kecil dan sekaligus tidak mendengarkan
langsung dari A'isyah, selain itu berita di atas tidak sesuai dengan
:
Artinya :
Syaik lbnu Taimiyah menyatakan : "Berita ini (hadits tersebut di
atas) adalah bathil, tidaklah mungkin terjadi bila Ummul-Mu’minin
(A'isyah) menyalahi Rasulullah serta seluruh sahabat". Sedang berita
shahih dari A'isyah menyatakan : Bahwa Allah meM-fardlu-kan sholat awalnya
adalah 2 (dua) rakaat. Kemudian ketika (Rasulullah) hijrah ke Madinah, barulah
ditambah menjadi empat rakaat disaat muqim/hadlar (tidak bepergian) dan dua
rakaat seperti permulaan diwajibkannya sholat disaat bepergian
(musafir/muttafaqa alaihi).
Adalah sangat
utamanya qashar/sholat 2 rakaat diwaktu bepergian seperti pada hadits
berikut :
Artinya :
Dari Ibnu Umar ra, Ia berkata : " Saya menyertai Rasulullah SAW
(dalam bepergian), dan Rasulullah SAW TIDAK PERNAH lebih 2 rakaat
(menambah) hingga nyawa Rasulullah SAW dicabut oleh Allah. Dan saya menyertai Abu
Bakar ra, Abu Bakar ra TIDAK PERNAH lebih 2 rakaat (menambah) hingga nyawa
Abu Bakar ra dicabut oleh Allah. Dan aku menyertai Umar ra, TIDAK PERNAH
lebih 2 rakaat (menambah) hingga nyawa Umar ra dicabut oleh Allah. Dan saya
menyertai Utsman ra, TIDAK PERNAH lebih 2 rakaat (menambah)
hingga nyawa Utsman ra dicabut oleh Allah.
Keterangan
tambahan :
Hadits di
atas sudah sangat jelas bahwa Nabi tidak pernah satu kalipun mengerjakan
sholat pada saat musafir/dalam perjalanan itu lebih dari 2 rakaat begitu juga
para sahabat-sahabatnya. Hingga demikian dalil tersebut menjadi dalil Qaidah
(bukan dalil nash) seperti halnya dengan Sholat subuh, Sholat Jum'at, Sholat 2
Hari Raya semuanya wajib 2 rakaat (tidak menyatakan secara langsung dengan
kalimat di Wajibkan....)
Dalil-dalil
yang menguatkan pelaksanaan sholat saat bepergian itu 2 rakaat adalah berikut
ini :
Artinya :
Dari lbnu Umar, Ia berkata : "Saya bersama Rasulullah SAW 2
rakaat dan bersama Abu bakar ra dua rakaat, dan bersama Umar ra
dua rakaat, kemudian sesudah itu syariat menjadi pecah. Maka alangkah baiknya
bagianku dua rakaat dari pada empat rakaat (Al Bukhari).
Artinya :
Dari Abdurrahman bin Yazid, Ia berkata : "Utsman ra sholat
bersama kami di Mina 4 rakaat, kemudian kejadian itu disampaikan kepada
Abdullah Bin Mas'ud maka Beliau beristirja' (membaca
"innalillahi wa inna ilahi Raji'un) kemudian Beliau berkata :
"saya sholat bersama Rasulullah SAW di Mina 2 rakaat, dan sholat bersama
Abu Bakar ra di Mina juga 2 rakaat, dan saya sholat bersama Umar ra di Mina
juga 2 rakaat maka alangkah baiknya bagianku 2 rakaat yang diterima daripada 4
rakaat. (HSR. Al-Bukhari).
Hadist
ini diperkuat dengan hadits-hadits berikut :
Artinya :
Dari lbnu Abbas, Ia berkata : "Allah memfardlukan sholat pada lisan
Nabimu atas orang bepergian 2 rakaat, atas orang mukim 4 rakaat
dan Khauf 1 rakaat (HSR. Muslim)
Artinya :
Dari Umar Ibnu Khattab ra, Ia berkata : "Sholat Idul Adha 2 rakaat,
sholat Shubuh 2 rakaat, sholat Idul Fithri 2 rakaat, sholat bepergian 2
rakaat. (Semua 2 rakaat itu) adalah sempurna/tamam, bukan qashar, itu
menurut lisan Muhammad SAW (HSR Ahmad dan An-Nasa'iy dan Ibnu Majah).
Artinya : Dari Ibnu Umar, Ia
memberitakan : Rasulullah bersabda : Bahwa Allah senang rukhsahnya dilakukan
dan Ia benci pada melakukan durhaka/tidak mengerjakan.
Dengan
demikian jelaslah barang siapa yang mau mengerjakan rukhsahnya Allah dengan
senang hati maka Allahpun akan sangat senang kepadanya, meskipun ia merasa
tidak sreg dalam melaksanakannya karena menjadi ringannya pelaksanaan
ibadah itu. Jadi jelaslah Sholat Musafir/Safar 2 rakaat harus dijalankan
sebagai mana perintah-perintah Allah lainya yang wajib diikuti, dan bukan
dihindari, diabaikan atas dasar kemauannya sendiri ataupun karena ragu-ragu.
Bahwa
ketentuan Sholat Musafir ini hanya membahas ruksha karena jarak saja, dan tidak
dibatalkan ketentuannya ini karena sebab-sebab lain misalnya sarana
transportasi yang dipakai, ringannya perjalanan, dll. (Hal ini diperkuat dengan
tidak adanya Hadits yang Sahih atau Dhaifpun yang menyinggung batalnya ketentuan
Sholat Musafir/Safar ini karena alasan ini)
5. Hal-hal lain tentang cara pelaksanaan Sholat Musafir/Safar.
Menunda pelaksanaan Sholat hingga menjumpai tempat yang dirasa afdal/nyaman.
Mari kita lihat Hadits dari Abdullah bin 'umar diriwayatkan :
Artinya : Bahwa Nabi SAW bersembahyang di atas punggung kendaraannya menghadap ke arah yang ditujunya dengan memberi isyarat dengan kepala.
Dari riwayat tersebut maka pelaksanaan Sholat Musafir/Safar (bisa) dilaksanakan selagi dalam perjalanan itu sendiri baik di atas kuda, onta, sepeda motor, mobil dll, tanpa harus menunggu sampainya ke suatu tempat seperti mushola, masjid dll. Sedangkan bab bersuci itu sendiri bisa dilakukan dengan bertayamum.
Q.S : Al Baqoroh 2:159-160 : "Sesungguhnya mereka yang menyembunyikan keterangan-keterangan dan petunjuk yang telah Kami turunkan untuk manusia, (maka) mereka itu akan dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh orang-orang yang melaknat (orang yang tersesat karena tidak disampaikannya keterangan-keterangan Allah).
No comments:
Post a Comment