Oleh : Rahmad Fitriyanto, M.Pd
1. Pendidikan Islam di
Indonesia
Pendidikan dewasa ini sangat dipengaruhi oleh arus perubahan zaman dan globalisasi dalam segala aspek baik ekonomi, politik maupun pendidikan. Dalam mengendalikan dan mengatasi perubahan zaman maka maka umat Islam harus mampu menagktualisasikan dirinya dan bersaing dalam perkembangan dunia modern. Begitu pula pendidikan diharapkan mampu mengatasi dan mengembangkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga lulusan-lulusan pendidikan bisa mengembangkan dan mengaplikasikan intelektualnya dan kreatifitasnya.
Dalam pemdidikan diharapkan akan mengatasi stagnasi inovasi dan
intelektual dan mengaktualiasasikan dirinya secara konprehensif sehingga mampu
mengatasi arus globalisasi yang terjadi di Indonesia. Secara realitas global
saat ini menuntutmasyarakat berfikir secara konprehensif, berparadigma global,
namun tetap dengan kesadaran kritis dalm menguraikan keterkaitan persoalan satu
dengan yang lain pada seluruh aspek kehidupan manusia.
Pendidikan Islam di Indonesia harus mampu dalam mengahdapi zaman
modern. Oleh karena itu perlunya konsep-konsep pendidikan islam yang menjunjung
tinggi intelektualitas dan nalar kritis dalam mengelaborasi penndidikan dan
mengeksplorasi pemikiran modern kedalam dinamika Islam berdasarkan konsep
neomodernisme.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.[1] Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan, proses, perbuatan, cara mendidik.[2] Menurut Marimba pendidikan
adalah bimbingan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani siterdidik menuju terbentuknya manusia yang sempurna.[3] Sedangkan Islam adalah
agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw dan ia adalah agama yang
berintikan keimanan dan perbuatan (amal).[4] Jadi
dalam konsep pemetaan pendidikan dan Islam bertujuan sebagai proses transfer
ilmu pengetahuan dari pendidik ke peserta didik untuk membenahi moral, ahlak,
dan rohani sehingga menjadi dewasa dan mampu membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk sehingga ia berguna bagi masyarakat dan dengan agama Islam selamat
di dunia dan akhiratnya.
Secara tektual, Pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan
normatifitas ajara Islam, yakni bersumber Al-Qur’an dan As-Sunnah. Adapun
secara definitif konsepsual, pendidikan Islam memiliki pengertian sebagai
proses pewarisan dan pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman
ajaran Islam sebagai termaktub dalam Al-Qur’an dan dijabarkan dalam Sunnah
Rosul. Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan
norma-norma agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut
ukuran-ukuran Islam.[5]
Sedangkan pendidikan Islam menurut Abdurrahman an-Nahlawi adalah pengembangan pikiran
manusia dan penataan tingkah laku serta emosinya berdasarkan agama Islam,
dengan maksud mengaplikasikan ajaran agama Islam dalam kehidupan individu dan
masyarakat yakni dalam seluruh kehidupan masyarakat.[6]
Dan menurut Zakiah Daradjat:“Pendidikan Islam merupakan bimbingan dan
asuhan terhadap anak didik agar dapat memahami kandungan agama Islam secara
keseluruhan, menghayati makna, maksud dan tujuan agama Islam serta dapat
mengamalkannya dan menjadikannya pandagan hidup, sehingga mendatangkan kebahagiaan
di dunia dan akhirat.”[7] Begitu juaga menurut Muh.
Fadlil al-Jamil berpendapat bahwa pendidikan agama Islam adalah suatu upaya
mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju dengan berlandaskan
nilai lebih tinggi dan kehidupan yang mulia sehingga terbentuk pribadi yang
sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan.[8]
Dari beberapa pengertian pendidikan Islam diatas dapat disimpulkan
bahwa pendidikan Islam adalah pengembangan intelektual, mendidik dan mengajari
kepada peserta didik agar dapat memahami dan mengahayati isi ajaran Islam yang
berlandaskan kepada Al-Qur’an dan AS-Sunnah sehingga menjadikan dirinya menjadi
pribadi yang mulia dan tinggi dengan intelektualitasnya, ahlaknya serta selamat
dunia dan akhiratnya.
Sistem pendidikan umat Islam yang terdikotomi kepada sistem tradisional
(Islam) dan modern (sekuler) harus segera dicarikan solusinya. Proses pemecahan
masalah atas problem ini dapat dilakukan dengan cara menintregrasikan antara
ilmu-ilmu yang dipelajari pada sistem pendidikan modern secara organis dan
menyeluruh. Diharapkan suatu saat nanti, sistem pendidikan uamat Islam dapat
mengahsilkan ilmuan sekaliber Ibnu Sina, al-Kindi, al-Farabi dan Ibnu Rusyd.
Mereka adalah ahli ilmu agama sekaligus ilmu umum karena kedua ilmu itu tidak
dibedakan apalagi didikotomikan. Pada prinsipnya, ilmu pengetahuan melalui
ayat-ayat Qur’aniyah dan sebagian lain ayat-ayat kauniyah.[9]
Pendidikan dewasa ini dipengaruhi oleh arus globalisasi dan modernisasi
dalam segala bidang, oleh karena itu terjadilah dikotomi pendidikan dalam
Islam. Akibat dari adanya sistem pendidikan yang dikotomis ini lahirlah
pribadi-pribadi yang memiliki standar moral ganda. Misalnya, seorang muslim yang taat beribadah, pada saat yang
lain melakukan korupsi melakukan korupsi, menindas orang lain dan melakukan
perbuatan-perbuatan tercela. Untuk mengatasi hal ini, peserta didik harus diberikan
pelajaran Al-Qr’an melalui metode-metode yang memungkinkan kitab suci itu bukan
sekedar sebagai sumber inspirasi, tetapi juga sebagai sumber rujukan tertinggi
untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari yang
semakinkompleks dan menantang. Cara mengatasi hal itu di atas perlu juga
dilakukandengan mengajarkan disiplin-disiplin ilmu Islam secara historis,
kritis, dan holistik kepada peserta didik.[10]
Maka pendidikan prespektif Fazlur Rahman yaitu pendidikan yang selalu
objektif dan kritis terhadap perkembangan pendidikan agar dapat bersaing dengan
perubahan zaman yang sangat komplek. Pendidikan yang demikian tersebut tampa
membedakan ilmu agama dan ilmu umum dalam saran pendidikannya, sehingga
mencetak generasi-generasi yang Qur’ani dan berdaya intelektual yang medern.
Menurut Fazlur Rahman pengembangan pendidikan dapat dibagi dalam empat unsur
utama dalam kurikulum sebagai tujuan pendidikan yaitu sebagai berikut:
a.
Unutuk mengembangkan manusia
sedemikian rupasehingga semua pengetahuan yang diperolehnya akan menjadi organ
pada seluruh pribadi yang kreatif, yang memungkin manusia untuk memanfaatkan
sumber-sumber alam untuk kebaikan umat manusia dan untuk menciptakan
keadilan,kemajuan dan keteratuaran dunia,
b.
Untuk menyelamatkan manusia
dari diri sendiri oleh diri sendiri dan untuk diri sendiri,
c.
Untuk melahirkan ilmuan yang
padanya terintegrasikan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum modern, yang
ditandai oleh adanya sifat kritis dan kreatif yang dapat mengahasilkan
temuan-temuan yang berguna bagi manusia. [11]
Menurut Zainudin Sardar dalam memecahkan dikotomi dalam pendidika ia
memberikan solusi yakni dengan cara meletakkan epistimologi dan teori sistem
pendidikan yang bersifat mendasar dan melakuakan usaha-usaha sebagai berikut :
a.
Pertama, dari segi
Epistimologis, umat Islam harus berani mengembangkan kerangka pengetahuan masa
kiniyang terarkulasi sepenuhnya. Ini berarti kerangka pengetahuan yang
dirancang harus apliakatif, tidak sekedar menara gading saja. Kerangka
pengetahuan di maksud setidaknya mengambarkan metode-motode dan pendekatan yang
tepat, yang nantinya dapat membantu parapakar muslim dalam mengatasi
masalah-masalah moral dan etika yang sangat dominan dimasa sekarang.
b.
Kedua, Perlu adanya suatu
kerangka teoritis ilmu dan teknologi yang mengambarkan gaya-gaya dan metode
aktivitas ilmiah dan teknologi yang sesuai tinjauan dunia dan mencerminkan
nilai dan norma budaya Muslim.
c.
Ketiga, Perlu diciptakannya
teori-teori sistem pendidikan yang memadukan ciri-ciri terbaik sistem
tradisional dan sistem modern. Sistem
pendidikan integralistik itu secara sentral harus mengacu kepada konsep ajaran
Islam, misalnya konsep tazkiyah al- nafs, tauhid dan sebagainya.[12]
[1] UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. BAB I, pasal 1. Hasbullah, Dasar-Dasar Pendidikan. (Jakarta:grafindo persada. 2009), hlm. 304-305
[2]
Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 204
[3]
Ahmad Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : PT.
Al-Ma’arif, 1964), hlm. 19
[4]
Sayid Sabiq, Aqidah Islam (Ilmu Tauhid), (Bandung : CV. Diponegoro,
1988), hlm. 15
[5] Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 292
[6] Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-prinsip
dan Metode Pendidikan Islam (Bandung: Diponegoro, 1989), hlm.49
[7]
Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm.
339
[8]
Muh. Fadlil al-Jamil, Filsafat Pendidikan dalam al-Qur’an (Surabaya:
Bina Ilmu, 1986), hlm.3
[9]
Muhaimin et. al.Kontroversi
Pemikiran Fazlur Rahman, Studi Kritis Pembaharuan Pendidikan Islam,
(Cirebon,Pustaka Dinamika,1999), hlm.110
[10]
Muhaimin, Ibid. hlm.111-112
[11]
Sutrisno, Pendidikan Islam yang
menghidupkan,(Yogyakarta, Kota Kembang, 2008), hlm.4-5
[12]
Tim Dosen Fakultas Tarbiyah UIN
Maulana Malik Ibrahim,Pendidikan Islam; dari Paradigma Klasik hingga
Kontemporer,(Malang, UIN Malang Press,2009), hlm.97
No comments:
Post a Comment