Monday, May 15, 2017

TINJAUAN FILOSOFIS TENTANG PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA


 Oleh : Rahmad Fitriyanto
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sejarah dan pengalaman telah menunjukkan bahwa peradaban manusia terus berkembang seiring dengan perkembangan pola pikir manusia yang disebabkan dari pengalaman dan pendidikan yang diperoleh masyarakat. Salah satu pemahaman dan pengetahuan tersebut telah mengajarkan kepada manusia bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk hidup. Pemahaman dan pemikiran serta pandangan seperti inilah yang berhasil menyelamatkan kehidupan anak-anak yang terpinggirkan, termarjinalisasi dan dipisahkan dari masyarakat termasuk di dalamnya penyandang cacat.
Dikatakan menyelamatkan hidup anak-anak penyandang cacat karena pengalaman dan sejarah telah menorehkan sesuatu yang menganggap anak penyandang cacat tidak berguna bahkan anak dalam keadaan cacat dibunuh, dibuang/diasingkan. Pemahaman dan pandangan selanjutnya terhadap penyandang cacat berubah seiring dengan perkembangan pola pikir manusia, hal tersebut menjadi sangat penting selain dipandang sebagai lambang dari sebuah pemikiran dan peradaban yang lebih maju dari suatu bangsa, juga sebagai awal bahwa anak penyandang cacat mulai diakui, dihargai
keberadaannya, dan oleh sebab itu mulai berdiri sekolah-sekolah khusus, rumah-rumah perawatan dan panti sosial yang  khusus mendidik dan merawat anak-anak penyandang cacat.
Melalui pendidikan inklusif, anak berkelainan dididik bersama anak-anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan (berkelainan) yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas. Oleh karena itu, anak berkelainan perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat. Pendidikan inklusi diharapkan dapat memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak berkelainan selama ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan pendidikan inklusi?
2.      Bagaimana tinjauan filosofis tentang pendidikan inklusi di indonesia?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian pendidikan inklusi
2.      Untuk mengetahui tinjauan filosofis tentang pendidikan inklusi di indonesia.

D.    Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah pengumpulan data berbagai sumber buku dan informasi yang disertai analisis data guna untuk mendapatkan data yang actual dan valid. Setelah menganalisis semua sumber data penulis menuangkan atau menguraikan data tersebut secara terperinci.





















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Pendidikan Inklusi
Istilah terbaru yang digunakan untuk mendiskripsikan penyatuan bagi anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam program-program sekolah yaitu dinamakan inklusi yang berasal dari bahasa inggris: inclusion.[1] Pendidikan Inklusi adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya (Sapon-Shevin dalam O’Neil 1994).
Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam memilih kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk dapat memperoleh pendidikan melekat pada semua orang tanpa kecuali, termasuk anak penyandang cacat. Melalui pemikiran inilah anak penyandang cacat atau anak luar biasa berhak mendapat pelayanan pendidikan seperti halnya anak-anak pada umumnya dan hidup bersama dalam situasi sosial yang alamiah.
Dalam alam merdeka Indonesia menaruh penuh perhatian terhadap nasib dari pada anak-anak  penyandang cacat ini dan menerima sebagai suatu kewajiban mutlak untuk memperlakukan mereka sama seperti saudara-saudaranya yang normal. Indonesia ingin memberi kemungkinan hidup kepada mereka dimana mereka akan dapat mengembangkan segala potensi yang ada pada mereka untuk akhirnya mengalami hidup dan penghidupan yang memberi kepuasan dan kebahagiaan di samping memenuhi kewajibannya sebagai warga negara.[2]
Pendidikan inklusi berarti pendidikan yang dipandang sebagai upaya memberdayakan individu yang memiliki keragaman. Anak tidak lagi dibeda-bedakan berdasarkan label atau karakteristik tertentu dan tidak ada diskriminasi antara anak yang satu dengan lainnya, dengan demikian berarti semua anak berada dalam satu sistem pendidikan yang sama.
B.       Tinjauan Filosofis Tentang Pendidikan Inklusi Di Indonesia

       Penerapan pendidikan inklusi mempunyai beberapa landasan yaitu landasan fiolosifis, yuridis, pedagogis.
1.      Landasan filosofis
Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusi di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yaitu Bhineka Tunggal Ika (Mulyono Abdulrahman, 2003).
       Untuk penerapan melaksanakan sila-sila pancasila diperlukan pemikiran yang sungguh-sungguh bagaimana nilai-nilai pancasila itu dapat terlaksana. Sebagai contoh, Pancasila sebagai pandangan hidup, dalam pancasila terdapat sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam pelaksanaan pendidikan tentu ia akan diberikan kepada siswa sebagai pelajaran pokok, sila pertama ini terdapat butir-butir Pancasila yang mesti diamalkan. Salah satu butir pertama ini adalah percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama masing-masing. bila kita lihat dalam ruang lingkup kelas, nilai yang nampak antara siswa adalah saling menghormati walaupun mereka berlainan agama dan yang terpenting lagi, sejak dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi pelajaran pancasila masih diberikan, agar nilai-nilai pancasila benar-benar di amalkan dalam kehidupan sehari-hari.[3]
       Bertolak dari filosofi Bhineka Tunggal Ika, kelainan (kecacatan) dan keberbakatan hanyalah satu bentuk kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku, ras, bahasa, budaya, atau agama. Di dalam diri individu berkelainan pastilah dapat ditemukan keunggulan-keunggulan tertentu, sebaliknya di dalam diri individu berbakat pasti terdapat juga kecacatan tertentu, karena tidak ada makhluk di bumi ini yang diciptakan sempurna. Kecacatan dan keunggulan tidak memisahkan peserta didik satu dengan lainnya, seperti halnya perbedaan suku, budaya dan agama. Hal ini harus diwujudkan dalam system pendidikan. Sistem pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar siswa yang beragam, sehingga mendorong sikap saling menghomati dan menyayangi dengan semangat toleransi seperti halnya yang dijumpai atau dicita-citakan dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Landasan yuridis
            Landasan yuridis internasional penerapan pendidikan inklusi adalah Deklarasi Salamanca (UNESCO, 1994) oleh para menteri pendidikan se dunia. Deklarasi ini sebenarnya penegasan kembali atas Deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan berbagai deklarasi lanjutan yang berujung pada Peraturan Standar PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi individu berkelainan memperoleh pendidikan sebagai bagian integral dari system pendidikan yang ada. Deklarasi Salamanca menekankan bahwa selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Sebagai bagian dari umat manusia yang mempunyai tata pergaulan internasional, Indonesia tidak dapat begitu saja mengabaikan deklarasi UNESCO tersebut di atas.
            Di Indonesia, penerapan pendidikan inklusi dijamin oleh Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dalam penjelasannya menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik berkelainan atau memiliki kecerdasan luar biasa diselenggarakan secara inklusif atau berupa sekolah khusus. Teknis penyelenggaraannya tentunya akan diatur dalam bentuk peraturan operasional.[4]
3.      Landasan pedagogis
            Pada pasal 3 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003, disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab. Jadi, melalui pendidikan, peserta didik berkelainan dibentuk menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab, yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah-sekolah khusus. Betapapun kecilnya, mereka harus diberi kesempatan bersama teman sebayanya.[5]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan inklusi berarti pendidikan yang dipandang sebagai upaya memberdayakan individu yang memiliki keragaman. Anak tidak lagi dibeda-bedakan berdasarkan label atau karakteristik tertentu dan tidak ada diskriminasi antara anak yang satu dengan lainnya karena setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam memilih kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk dapat memperoleh pendidikan melekat pada semua orang tanpa kecuali, termasuk anak penyandang cacat.
Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusi di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka Tunggal Ika. Karena kecacatan dan keunggulan tidak memisahkan peserta didik satu dengan lainnya, seperti halnya perbedaan suku, budaya dan agama. Hal ini harus diwujudkan dalam system pendidikan. Sistem pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar siswa yang beragam, sehingga mendorong sikap saling menghomati dan menyayangi dengan semangat toleransi seperti halnya yang dijumpai atau dicita-citakan dalam kehidupan sehari-hari.







DAFTAR PUSTAKA

·         Smith, David, Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua, Bandung: Nuansa, 2006.
·         Purbakawatja, Soegarda, Pendidikan Dalam Alam Indonesia Merdeka,       Jakarta: Gunnung Agung, 1970.
·         Jalaluddin, dan Idi, Abdullah, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya Media     Pratama, 1997.
·         Astati, Pendidikan Luar Biasa di Sekolah Umum, Bandung: Pendawa, 2001.



[1] J. David Smith, Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua, (Bandung: Nuansa, 2006), hal.46
[2] Soegarda Purbakawatja, Prof., Pendidikan Dalam Alam Indonesia Merdeka, Jakarta: Gunnung Agung, 1970, hal. 157
[3] Jalaluddin, Dr. dan Abdullah Idi, Drs., Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997,
                hal.143-144
[4] Astati, Pendidikan Luar Biasa di Sekolah Umum, Bandung: Pendawa, 2001, hal. 52
[5] Astati, Pendidikan Luar Biasa di Sekolah Umum, hal. 53

No comments:

Post a Comment

Post Terbaru

  الطريقة   المادة الترتيب (أقوم أمام الباب قائلا)   إلقاء السّلام ...