Oleh : Rahmad Fitriyanto
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah
dan pengalaman telah menunjukkan bahwa peradaban manusia terus berkembang seiring
dengan perkembangan pola pikir manusia yang disebabkan dari pengalaman dan
pendidikan yang diperoleh masyarakat. Salah satu pemahaman dan pengetahuan
tersebut telah mengajarkan kepada manusia bahwa setiap orang memiliki hak yang
sama untuk hidup. Pemahaman dan pemikiran serta pandangan seperti inilah yang
berhasil menyelamatkan kehidupan anak-anak yang terpinggirkan, termarjinalisasi
dan dipisahkan dari masyarakat termasuk di dalamnya penyandang cacat.
Dikatakan
menyelamatkan hidup anak-anak penyandang cacat karena pengalaman dan sejarah
telah menorehkan sesuatu yang menganggap anak penyandang cacat tidak berguna
bahkan anak dalam keadaan cacat dibunuh, dibuang/diasingkan. Pemahaman dan
pandangan selanjutnya terhadap penyandang cacat berubah seiring dengan
perkembangan pola pikir manusia, hal tersebut menjadi sangat penting selain
dipandang sebagai lambang dari sebuah pemikiran dan peradaban yang lebih maju
dari suatu bangsa, juga sebagai awal bahwa anak penyandang cacat mulai diakui,
dihargai
keberadaannya, dan oleh sebab itu mulai berdiri sekolah-sekolah
khusus, rumah-rumah perawatan dan panti sosial yang khusus mendidik dan merawat anak-anak
penyandang cacat.
Melalui
pendidikan inklusif, anak berkelainan dididik bersama anak-anak lainnya
(normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh
kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan
(berkelainan) yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas. Oleh karena
itu, anak berkelainan perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama dengan anak
normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat. Pendidikan
inklusi diharapkan dapat memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan
pendidikan bagi anak berkelainan selama ini.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan pendidikan inklusi?
2.
Bagaimana tinjauan filosofis tentang pendidikan inklusi di
indonesia?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian pendidikan inklusi
2.
Untuk mengetahui tinjauan filosofis tentang pendidikan inklusi di indonesia.
D. Metode
Penulisan
Metode
yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah pengumpulan data berbagai sumber
buku dan informasi yang disertai analisis data guna untuk mendapatkan data yang
actual dan valid. Setelah menganalisis semua sumber data penulis menuangkan
atau menguraikan data tersebut secara terperinci.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan Inklusi
Istilah terbaru
yang digunakan untuk mendiskripsikan penyatuan bagi anak-anak berkelainan
(penyandang hambatan/cacat) ke dalam program-program sekolah yaitu dinamakan inklusi
yang berasal dari bahasa inggris: inclusion.[1] Pendidikan Inklusi adalah sistem
layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di
sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya
(Sapon-Shevin dalam O’Neil 1994).
Setiap
manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam memilih kehidupan termasuk
memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk dapat memperoleh pendidikan melekat
pada semua orang tanpa kecuali, termasuk anak penyandang cacat. Melalui pemikiran
inilah anak penyandang cacat atau anak luar biasa berhak mendapat pelayanan
pendidikan seperti halnya anak-anak pada umumnya dan hidup bersama dalam
situasi sosial yang alamiah.
Dalam
alam merdeka Indonesia menaruh penuh perhatian terhadap nasib dari pada
anak-anak penyandang cacat ini dan
menerima sebagai suatu kewajiban mutlak untuk memperlakukan mereka sama seperti
saudara-saudaranya yang normal. Indonesia ingin memberi kemungkinan hidup
kepada mereka dimana mereka akan dapat mengembangkan segala potensi yang ada
pada mereka untuk akhirnya mengalami hidup dan penghidupan yang memberi
kepuasan dan kebahagiaan di samping memenuhi kewajibannya sebagai warga negara.[2]
Pendidikan
inklusi berarti pendidikan yang dipandang sebagai upaya memberdayakan individu
yang memiliki keragaman. Anak tidak lagi dibeda-bedakan berdasarkan label atau
karakteristik tertentu dan tidak ada diskriminasi antara anak yang satu dengan
lainnya, dengan demikian berarti semua anak berada dalam satu sistem pendidikan
yang sama.
B. Tinjauan
Filosofis Tentang Pendidikan Inklusi Di Indonesia
Penerapan
pendidikan inklusi mempunyai beberapa landasan yaitu landasan fiolosifis,
yuridis, pedagogis.
1. Landasan
filosofis
Landasan
filosofis utama penerapan pendidikan inklusi di Indonesia adalah Pancasila yang
merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas fondasi yang lebih
mendasar lagi, yaitu Bhineka Tunggal Ika (Mulyono Abdulrahman, 2003).
Untuk penerapan melaksanakan sila-sila
pancasila diperlukan pemikiran yang sungguh-sungguh bagaimana nilai-nilai
pancasila itu dapat terlaksana. Sebagai contoh, Pancasila sebagai pandangan
hidup, dalam pancasila terdapat sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam
pelaksanaan pendidikan tentu ia akan diberikan kepada siswa sebagai pelajaran
pokok, sila pertama ini terdapat butir-butir Pancasila yang mesti diamalkan. Salah
satu butir pertama ini adalah percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
sesuai dengan agama masing-masing. bila kita lihat dalam ruang lingkup kelas,
nilai yang nampak antara siswa adalah saling menghormati walaupun mereka
berlainan agama dan yang terpenting lagi, sejak dari sekolah dasar sampai
perguruan tinggi pelajaran pancasila masih diberikan, agar nilai-nilai
pancasila benar-benar di amalkan dalam kehidupan sehari-hari.[3]
Bertolak dari filosofi Bhineka Tunggal
Ika, kelainan (kecacatan) dan keberbakatan hanyalah satu bentuk kebhinekaan
seperti halnya perbedaan suku, ras, bahasa, budaya, atau agama. Di dalam diri
individu berkelainan pastilah dapat ditemukan keunggulan-keunggulan tertentu,
sebaliknya di dalam diri individu berbakat pasti terdapat juga kecacatan
tertentu, karena tidak ada makhluk di bumi ini yang diciptakan sempurna.
Kecacatan dan keunggulan tidak memisahkan peserta didik satu dengan lainnya,
seperti halnya perbedaan suku, budaya dan agama. Hal ini harus diwujudkan dalam
system pendidikan. Sistem pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan
dan interaksi antar siswa yang beragam, sehingga mendorong sikap saling
menghomati dan menyayangi dengan semangat toleransi seperti halnya yang
dijumpai atau dicita-citakan dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Landasan yuridis
Landasan
yuridis internasional penerapan pendidikan inklusi adalah Deklarasi Salamanca
(UNESCO, 1994) oleh para menteri pendidikan se dunia. Deklarasi ini sebenarnya
penegasan kembali atas Deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan berbagai
deklarasi lanjutan yang berujung pada Peraturan Standar PBB tahun 1993 tentang
kesempatan yang sama bagi individu berkelainan memperoleh pendidikan sebagai
bagian integral dari system pendidikan yang ada. Deklarasi Salamanca menekankan
bahwa selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa
memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Sebagai
bagian dari umat manusia yang mempunyai tata pergaulan internasional, Indonesia
tidak dapat begitu saja mengabaikan deklarasi UNESCO tersebut di atas.
Di
Indonesia, penerapan pendidikan inklusi dijamin oleh Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dalam penjelasannya
menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik berkelainan
atau memiliki kecerdasan luar biasa diselenggarakan secara inklusif atau berupa
sekolah khusus. Teknis penyelenggaraannya tentunya akan diatur dalam bentuk
peraturan operasional.[4]
3. Landasan
pedagogis
Pada
pasal 3 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003, disebutkan bahwa tujuan pendidikan
nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis dan
bertanggungjawab. Jadi, melalui pendidikan, peserta didik berkelainan dibentuk
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab, yaitu individu yang
mampu menghargai perbedaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini
mustahil tercapai jika sejak awal mereka diisolasikan dari teman sebayanya di
sekolah-sekolah khusus. Betapapun kecilnya, mereka harus diberi kesempatan
bersama teman sebayanya.[5]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan
inklusi berarti pendidikan yang dipandang sebagai upaya memberdayakan individu
yang memiliki keragaman. Anak tidak lagi dibeda-bedakan berdasarkan label atau
karakteristik tertentu dan tidak ada diskriminasi antara anak yang satu dengan
lainnya karena setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam
memilih kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk dapat
memperoleh pendidikan melekat pada semua orang tanpa kecuali, termasuk anak
penyandang cacat.
Landasan
filosofis utama penerapan pendidikan inklusi di Indonesia adalah Pancasila yang
merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas fondasi yang lebih
mendasar lagi, yang disebut Bhineka Tunggal Ika. Karena kecacatan dan
keunggulan tidak memisahkan peserta didik satu dengan lainnya, seperti halnya
perbedaan suku, budaya dan agama. Hal ini harus diwujudkan dalam system
pendidikan. Sistem pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan
interaksi antar siswa yang beragam, sehingga mendorong sikap saling menghomati
dan menyayangi dengan semangat toleransi seperti halnya yang dijumpai atau
dicita-citakan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
·
Smith,
David, Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua, Bandung: Nuansa, 2006.
·
Purbakawatja,
Soegarda, Pendidikan Dalam Alam Indonesia Merdeka, Jakarta: Gunnung Agung, 1970.
·
Jalaluddin,
dan Idi, Abdullah, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997.
·
Astati, Pendidikan Luar Biasa di Sekolah Umum,
Bandung: Pendawa, 2001.
[1] J. David
Smith, Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua, (Bandung: Nuansa, 2006),
hal.46
[2] Soegarda
Purbakawatja, Prof., Pendidikan Dalam Alam Indonesia Merdeka, Jakarta:
Gunnung Agung, 1970, hal. 157
[3] Jalaluddin,
Dr. dan Abdullah Idi, Drs., Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya Media
Pratama, 1997,
hal.143-144
No comments:
Post a Comment