Oleh : Rahmad Fitriyanto
Globalisasi sebagai sebuah proses mempunyai sejarah yang panjang.
Globalisasi meniscayakan terjadinya perdagangan bebas dan dinilai menjadi
ajang kreasi dan perluasan bagi pertumbuhan perdagangan dunia, serta pembangunan
dengan sistem pengetahuan. Hal ini berarti bahwa terjadinya perubahan sosial
yang mengubah pola komunikasi, teknologi, produksi dan konsumsi serta
peningkatan paham internasionalisme merupakan sebuah nilai budaya.
Terjadinya era globalisasi memberi dampak ganda; dampak yang menguntungkan
dan dampak yang merugikan. Dampak yang menguntungkan adalah memberi kesempatan
kerjasama yang seluas-luasnya kepada negara-negara asing. Tetapi di sisi lain,
jika kita tidak mampu bersaing dengan mereka, karena sumber daya manusia (SDM)
yang lemah, maka konsekuensinya akan merugikan bangsa kita.
Globalisasi
mengandung arti terintegrasinya kehidupan nasional ke dalam kehidupan global.
Dalam bidang ekonomi, misalnya, globalisasi ekonomi berarti terintegrasinya
ekonomi nasional ke dalam ekonomi dunia atau global (Fakih, 2003: 182). Bila
dikaitkan dalam bidang pendidikan, globalisasi pendidikan berarti
terintegrasinya pendidikan nasional ke dalam pendidikan dunia. Sebegitu jauh,
globalisasi memang belum merupakan kecenderungan umum dalam bidang pendidikan.
Namun gejala kearah itu sudah mulai Nampak.
Di sinilah peran pendidikan termasuk pendidikan Islam diharuskan
menampilkan dirinya, apakah ia mampu mendidik dan menghasilkan para siswa yang
berdaya saing tinggi (qualified) atau justru mandul dalam menghadapi
gempuran berbagai kemajuan dinamika globalisasi tersebut.
Dengan demikian, era globalisasi adalah tantangan besar bagi dunia
pendidikan. Dalam konteks ini, Khaerudin Kurniawan (1999), memerinci berbagai
tantangan pendidikan menghadapi ufuk globalisasi.
Pertama, tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu bagaimana meningkatkan
produktivitas kerja nasional serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai
upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan berkelanjutan (continuing
development ).
Kedua, tantangan untuk melakukan riset secara komprehensif terhadap terjadinya
era reformasi dan transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat
tradisional-agraris ke masyarakat modern-industrial dan informasi-komunikasi,
serta bagaimana implikasinya bagi peningkatan dan pengembangan kualitas
kehidupan SDM.
Ketiga, tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu meningkatkan
daya saing bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas
sebagai hasil pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni.
Keempat, tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di bidang Iptek,
yang menggantikan invasi dan kolonialisme di bidang politik dan ekonomi.
Menurut Arief Rahman (2002), setidaknya ada sembilan titik lemah dalam
aplikasi sistem pendidikan di Indonesia:
1. Titik berat pendidikan pada aspek kognitif
2. Pola evaluasi yang meninggalkan pola pikir
kreatif, imajinatif, dan inovatif
3. Sistem pendidikan yang bergeser
(tereduksi) ke pengajaran
4. Kurangnya pembinaan minat belajar pada
siswa
5. Kultur mengejar gelar (title) atau
budaya mengejar kertas (ijazah).
6. Praktik dan teori kurang berimbang
7. Tidak melibatkan semua stake holder, masyarakat,
institusi pendidikan, dan pemerintah
8. Profesi guru/ustadz sekedar profesi
ilmiah, bukan kemanusiaan
9. Problem nasional yang multidimensional dan
lemahnya political will pemerintah.
No comments:
Post a Comment