BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Muhammad Iqbal
melihat kenyataan kaum minoritas muslim India yang begitu menyedihkan, Muhammad
Iqbal menawarkan perlunya diadakan integrasi moral dan politik kaum muslim
india dalam kesatuan gagasan dan wilayah. Tawaran Muhammad Iqbal inilah yang
kemudian mampu melahirkan semangat nasionalisme yang berdasarkan atas kesamaan
Negara. Selama berabad-abad, kaum muslim terpukau oleh pemahaman keagamaan yang
sempit, sehingga umat Islam menganggap bahwa mengkaji alam semesta dan sejarah
bukanlah merupakan kegiatan agama.
Karena hal
tersebut Muhammad Iqbal memandang bahwa sudah saatnya kaum muslim melakukan
rekonstruksi pemikiran dalam berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan Islam.
Rekonstruksi pendidikan menurut Muhammad Iqbal merupakan suatu upaya kreatif
dalam rangka memahami proses pendidikan secara filosofis. Konsep tentang hakikat ego
(khudi) atau
individualitas merupakan konsep dasar dari filsafat Muhammad Iqbal
dan menjadi alas penopang keseluruhan struktur pemikirannya. Oleh karena itu
dalam makalah ini penyusun akan membahas tentang biografi, corak pemikiran,
konsep pendidikan, rekonstruksi pendidikan Islam, dan pengembangan manusia
menurut Muhammad Iqbal.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana biografi Muhammad Iqbal?
2.
Bagaimana corak pemikiran Muhammad Iqbal?
3.
Bagaimana konsep pendidikan menurut Muhammad Iqbal?
4.
Bagaimana rekronstruksi
pendidikan Islam menurut Muhammad Iqbal?
5.
Bagaimana pengembangan manusia menurut
Muhammad Iqbal?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal adalah seorang anak keturunan
dari kelas Brahmana (kelas sosial tertinggi di India), dilahirkan tanggal 22
Februari 1873 M di Silkot, Punjab Barat, Pakistan. Ayahnya bernama Muhammad
Nur, seorang sufi yang sangat saleh. Sejak masih anak-anak, agama sudah
tertananam dalam jiwanya. Pendidikan agama selain dari orang tua, juga
didapatkan dengan mengaji kepada Mir Hassan. Di rumah sang guru, selain belajar
mengaji agama Muhammad Iqbal juga belajar mengubah sajak. Kebetulan Mir Hasan
sendiri sudah melihat bakat terpendam darinya.[1]
Kecerdasannya itu, dibuktikan dalam menapak
jenjang pendidikan. Dibantu oleh Mir Hassan, ia memasuki sekolah Scottish
Mission School. Setelah tamat, ia melanjutkan ke Government College dan
memperoleh gelar sarjana muda (BA) 1897 dan tahun 1905, ia memperoleh gelar
M.A. di bidang filsafat. Di Perguruan Tinggi, ia berkenalan dengan seorang guru
besar, Thomas Arnold yang banyak membentuk jiwa filosofinya. Guru besar
tersebut menyarankan Iqbal untuk mengambil program Doktor di London. Dalam
waktu satu tahun, program itu dapat diselesaikan di Universitas Chambridge di
bawah promotor Mc. Taggart. Atas saran gurunya tersebut, ia mendalami filsafat
di Jerman dan untuk kedua kalinya menyelesaikan doktor dengan judul disertasi The
Development of Metaphysics in Persia di Universitas Munich. Selesai studi
di luar negeri, ia kembali mengambil program studi hukum dengan meraih keahlian
di bidang keadvokatan. Hal tersebut masih belum memuaskannya, kemudian ia
kembali kuliah di School of Political Sciencis.[2]
Semasa kuliah, ia sering mengunjungi dan
berdialog dengan sejumlah filosof besar sezamannya dan selama di Eropa, ia
dapat menyaring secara kritis pemikiran-pemikiran Barat yang membuatnya tidak
mudah hanyut ke dalam pusaran peradaban Barat. Berbekal sejumlah keahlian, ia
memulai karier sebagai pendidik (dosen), pengacara, di India ia juga aktidf
dalam politik.
Selebihnya Iqbal sering memberikan ceramah ke
seluruh bagian India dan ke negara-negara Islam. Dala ceramahnya, ia
menyertakan dengan dengan pembacaan sajak yang menggugah dan membangkitkan
semangat tinggi atas cita-cita ajaran Islam. Satu hal yang istimewa, Iqbal
termasuk produktif dalam menulis terutama dalam bentuk lirik puisi (sajak).
B.
Corak Pemikiran Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal
melihat kenyataan kaum minoritas muslim India yang begitu menyedihkan, Muhammad
Iqbal menawarkan perlunya diadakan integrasi moral dan politik kaum muslim
india dalam kesatuan gagasan dan wilayah. Tawaran Muhammad Iqbal inilah yang
kemudian mampu melahirkan semangat nasionalisme yang berdasarkan atas kesamaan
Negara. Melalui gagasan inilah muhammad Iqbal menghendaki terbentuknya suatu
komunitas tersendiri dalam bentuk Negara. Komunitas muslim, dalam pandangan Iqbal,
merupakan suatu masyarakat yang berdasarkan keyakinan agama yang sama dengan
realitas tunggal yang tidak mungkin dapat dipisahkan. Ide dan gagasan
nasionalisme berdasarkan semangat keagamaan ini, dapat diwujudkan oleh Muhammad
Ali Jinnah pada
tahun 1947 dengan berdirinya Negara Islam Pakistan.
Selain terkenal
sebagai filosof, ahli hukum, pemikir politik, dan reformis muslim yang dapat
kita ketahui dari aktifitas–aktifitas serta jabatan yang dimiliki Muhammad Iqbal,
ia juga dikenal sebagai penyair ulung.[3]
Syair –syair karya Muhammad Iqbal banyak ditulis dalam bahasa arab, urdu,
Persia dan inggris. Dengan banyaknya kary–karya Muhammad Iqbal yang berbentuk
puisi ini, dapat dipastikan bahwa
pengaruh Iqbal juga
ditentukan oleh syair–syairnya.
Hal penting
yang perlu diketahui bahwa
faktor yang paling dominan
mempengaruhi dan membentuk pemikiran Iqbal adalah
kepergiannya ke Inggris untuk
studi di Cambridge University yang
mengenalkan Iqbal pada filosof–filosof barat yang berasal dari Cambridge
University maupun Universitas lain di inggris. Dengan adanya kenyataan inilah
yang menyebabkan perubahan pemikiran yang cukup drastis pada Muhammad
Iqbal. Perubahan ini, direfleksikan pertama kali dalam disertasi doktoralnya.
Sejak saat itulah Iqbal memiliki
kecenderungan intelektual yang khas. Kecintaan Muhammad Iqbal pada nilai–nilai
dan tradisi timur yang telah ia pelajari selama berada di negeri kelahirannya
dan ditambah dengan penghargaannya yang tinggi terhadap tradisi keilmuan barat,
telah menjadikan Iqbal sebagai sosok yang menguasai warisan intelektual timur (Islam), yang diiringi dengan pengetahuannya yang mendalam tentang
filsafat barat.
Muhammad Iqbal memandang sudah saatnya kaum muslim melakukan rekonstruksi
terhadap segala pemikiran yang berkembang di dunia Islam. Untuk menelorkan
gagasan rekonstruksinya, Muhammad Iqbal menggunakan paradigma pemikiran dengan
metodologi berpikir yang bersifat sintesis. Dia berhasil memadukan tradisi
intelektual barat dengan tradisi intelektual timur dalam suatu paradigm
berpikir. Namun demikian, upaya sintesis pemikiran yang dilakukan Iqbal
bukannya dilaksanakan tanpa sikap kritis. Dia menyeleksi terlebih dahulu apa
yang datang dari barat, sehingga pemikirannya tetap komprehensif yaitu mencakup
timur dan barat.
Muhammad Iqbal
memandang bahwa intelektualisme Islam pada waktu itu dapat dikatakan nyaris
berhenti karena kaum muslim telah berhenti mengambil inspirasi dari al- Qur’an
sehingga salah satu agenda pembaharuan intelektual Muhammad Iqbal adalah bidang
pendidikan. Untuk mengatasi persoalan ini, Iqbal berusaha untuk menumbuhkan
kembali semangat intelektualisme melalui 3 sumber yaitu serapan indrawi, rasio
dan intuisi. Menurut Iqbal, ketiga sumber ini harus diambil dan digunakan
secara serempak, tanpa mengesampingkan salah
satunya. Inilah yang disebut oleh Iqbal sebagai
berpikir Qur’ani. Apabila kaum muslim mampu melakukan cara berpikir semacam
ini, maka revolusi pengetahuan dalam dunia Islam akan terjadi secara
mengagumkan.
C.
Konsep Pendidikan
menurut Muhammad Iqbal
Selama
berabad-abad, kaum muslim terpukau oleh pemahaman keagamaan yang sempit, sehingga
umat Islam menganggap bahwa mengkaji alam semesta dan sejarah bukanlah
merupakan kegiatan agama.[4]
Oleh karena itu, Muhammad Iqbal
memandang bahwa sudah saatnya kaum muslim melakukan rekonstruksi pemikiran
dalam berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan Islam.
Muhammad Iqbal
secara tekstual belum pernah menulis teori atau filsafat pendidikan dalam
bentuk buku apalagi sebuah kurikulum pendidikan bagi kaum muslim. Namun secara
kontekstual, seluruh pemikiran Iqbal mengisyaratkan perlunya rekonstruksi dalam
bidang pendidikan Islam. Melalui gubahan sajak–sajaknya, Iqbal melakukan kritik
terhadap sistem pendidikan yang berlaku pada saat itu. Dalam beberapa sajak–sajak Muhammad Iqbal berisi kritiknya terhadap sistem
pendidikan barat dan sistem pendidikan Islam tradisional. Menurutnya sistem
pendidikan barat lebih cenderung kepada materialism yang akan merusak nilai–nilai
spiritual manusia, yang mana sistem pendiddikan barat ini hanya akan mencetak manusia yang memiliki
intelektual tinggi, tetapi tidak menaruh perhatian besar terhadap hati nurani
anak didik yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan manusia
menjadi tidak seimbang antara lahiriah dengan batiniah.
Sedangkan
kritik terhadap pendidikan Islam tradisional disini karena pendidikan ini hanya
dapat memenjarakan otak dan jiwa manusia dalam kurungan yang ketat. Pendidikan
tradisional tidak mampu mencetak manusia intelek yang dapat menyelesaikan
berbagai persoalan keduniaan. Semua kritik ini dilakukan karena ia berpandangan
bahwa pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari peradaban
manusia, bahkan pendidikan merupakan substansi dari peradaban manusia.
Pendidikan menurut Iqbal sesungguhnya bertujuan membentuk “manusia” sejati.
Dalam hal ini, Muhammad Iqbal memandang sistem pendidikan yang ada telh gagal
mencapai tujuannya. Pendidikan ideal menurutnya adalah pendidikan yang mampu
memadukan dualisme (antara aspek keduniaan dan aspek keakhiratan) secara sama
dan seimbang. Dua sistem pendidikan yang ada, yaitu sistem pendidikan
tradisional (Islam) dan sistem pendidikan barat
Kristen), dalam perspektif Iqbal, belum dapat mewujudkan pendidikan yang
ideal ini.
Setelah
Muhammad Iqbal mengemukakan kritiknya terhadap dua sistem pendidikan yang ada
pada waktu itu, Iqbal mengemukakan bahwa paling tidak ada delapan pandangannya
tentang pendidikan dalam rangka melaksanakan gagasan rekonstruksi pemikirannya.
Kedelapan pandangan ini adalah:[5]
1.
Konsep Individu
Dengan konsep ini, Iqbal menekankan bahwa hanya manusia yang dapat
melaksanakan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan menurut Iqbal harus dapat
memupuk sifat–sifat individualitas manusia agar menjadi manusia sempurna yaitu
manusia yang dapat menciptakan sifat–sifat ketuhanan menjelma dalam dirinya,
sehingga ia bisa berperilaku seperti Tuhan.
2.
Pertumbuhan Individu
Muhammad Iqbal berpendapat bahwa manusia sebagai makhluk individu
akan mengalami berbagai perubahan secara dinamis dalam rangka interaksinya dengan
lingkungan. Oleh karena itu, pendidikan harus dapat mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan individu tersebut kearah yang optimal.
3.
Keseimbangan jasmani dan ruhani
Perkembangan individu
memiliki implikasi bahwa ia harus dapat mengembangkan kekayaan batin dari
eksistensinya. Pengembangan ini dapat dilakukan dengan melepaskannya dari
kaitan materi. Oleh karena itu, antara
jasmani sebagai realitas dengan ruhani sebagai ide harus dipadukan dalam proses
pengembangan individu.
4.
Pertautan Individu dengan masyarakat
Pemahaman di atas memberikan pengertian mendlam tentang hakikat
pertautan antara kehidupan individu dengan kebudayaan masyarakat. Masyarakat adalah
tempat individu menyatakan keberadaannya. Oleh karena itu, tanpa masyarakat,
kehidupan individu akan melemah dan tujuan hidupnya menjadi tak terarah.
5.
Kreativitas individu
Menurut Muhammad Iqbal sesungguhnya manusia memiliki kreativitas
yang perlu dikembangkan secara evolutif. Dengan kreativitasnya manusia mampu
melepaskan diri dari keterbatasan, serta menembus dan menaklukkan waktu. Adapun
kreativitas ini sendiri hanya dapat ditumbuh kembangkan melalui proses
pendidikan.
6.
Peran Intelek dan intuisi
Dalam rangka memperkaya kreativitas manusia memerlukan peran
intelek dan intuisi, yang keduanya memiliki peran sendiri–sendiri. Iqbal
berpendapat bahwa kebenaran metafisik tidak dapat diraih dengan jalan melatih
intelek saja tetapi juga dengan adanya intuisi. Iqbal menghendaki pertemuan
antara kekuasaan lahir yang diperoleh dari ilmu pengetahuan dengan kekuasaan
batin yang muncul dari intuisi. Dengan ini Iqbal menyimpulkan bahwa pendidikan
hendaknya memperhatikan aspek intelektual manusia dan intuisinya sekaligus.
7.
Pendidikan watak
Watak mencakup sensivitas dan kekuatan yang mana disini dimaksudkan
adalah sensitive terhadap perikemanusiaan serta kekuatan dalam berpegang pada
maksud yang telah dicetuskan dalam kalbu. Untuk dapat mengembangkan watak yang
seperti ini, menurut Iqbal pendidikan hendaknya dapat memupuk 3 sifat yang
merupakan unsure utama manusia, yaitu keberanian, toleransi dan keprihatinan.
8.
Pendidikan sosial
Menurut Muhammad Iqbal,
kehidupan sosial selayaknyan atas dasar dan prinsip tauhid. Tauhid seharusnya dapat hidup dalam kehidupan intelektual dan emosional manusia. Iqbal
mengungkapkan bahwa tata kehidupan sosial seharusnya
aktif dalam menguras dan menggali segala kekuatan yang tersirat dalam ilmu
pengetahuan. Tidak mungkin membangun suatu tatanan social tanpa disertai
pemupukan ilmu pengetahuan dan pemanfaatannya demi mencapai tujuan yang hendak
dicapai masyarakat manusia.
D.
Rekrontruksi pendidikan Islam
Dengan delapan
pandangan pendidikan di atas, dapat dikatakan bahwa rekonstruksi pendiidkan
menurut Muhammad Iqbal
merupakan suatu upaya kreatif dalam rangka memahami proses pendidikan secara
filosofis.[6]
Gagasan rekonstruksi pendidikan ii sebenarnya dilontarkan Iqbal sebagai reaksi
atas ketidakpuasannya terhadap totalitas peradaban india khususnya, dan
peradapan manusia pada umumnya. Muhammad Iqbal memandang perlu dilakukan
rekonstruksi pendidikan, kerana telah terjadi berbagai penyimpangan tehadap
nilai–nilai kemanusiaan yang dilakukan oleh sistem pendidikan yang ada.
Kritik
Muhammad Iqbal terhadap sistem pendidikan barat sebenarnya merupakan tindakan
defensifnya untuk menyelamatkan pemikiran kaum muslim dari pencemaran dan
kerusakan yang ditimbulkan gagasan – gagasan barat. Gagasan barat datang
melalui berbagai disiplin ilmu yang bertujuan untuk menghancurkan standar–standar
moralitas tradisional Islam dengan memunculkan pandangan materialistis.
Sedangkan kritik Iqbal terhadap sistem pendidikan tradisional Islam merupakan
tindakan korektifnya atas kesalahpahaman kaum muslim dalam memandang pendidikan
Islam. Iqbal berusaha mengoreksi kelemahan pendidikan dunia timur yang lebih
mengutamakan aspek keakhiratan dari pada keduniaan, dengan cara menyeimbangkan
kedua aspek ini.
Dengan segala
kritikan itu, Iqbal mencoba merumuskan sistem pendidikan yang merupakan
sintesis dari sistem pendidikan barat dan sistem pendidikan timur. Inilah yang
dimaksud Iqbal dengan rekonstruksi pendidikan Islam. Rekonstruksi ini
sedemikian rupa diberikan landasan filosofonya oleh Iqbal, sehingga pendidikan Islam
senantiasa berusaha meningkatkan dinamika dan kreativitas manusia. Pendidikan Islam
menurut Muhammad Iqbal merupakan pendidikan yang bukan barat dan bukan pula
timur, tetapi pendidikan yang berada diantara keduanya.
E.
Pengembangan Manusia menurut Muhammad Iqbal
Untuk melihat pemikiran Iqbal dalam hal jati
diri manusia atau tentang eksistensi dapat dilihat dalam puisi asrar-i-kudhi,
dalam antologi puisinya itu ia secara jelas mengungkapkan apa itu manusia.
Secara jelas dapat dipahami bahwa ia mentransformasikan pikirannya dalam
syair/puisi mengenai manusia, dan hakikat manusia. Dalam puisinya ia memberi
saran kepada manusia agar bisa bertafakur kepada Allah dan menyadari akan keadaannya.
Selain itu juga dapat dilihat bahwa Iqbal sangat dipengaruhi dengan
pemikiran-pemikiran tasawuf, sehingga selain sebagai seorang manusia yang
dinamis ia juga sebagai seseorang yang taat beragama.
Faham dinamisme Iqbal berpengaruh besar
terhadap jati diri manusia. Penelusuran terhadap pendapatnya tentang persoalan
ini dapat dilihat dari konsepnya tentang ego, ide sentral dalam pemikiran
filosofisnya. Kata itu diartikan dengan kepribadian. Manusia hidup untuk
mengetahui kepribadiannya serta menguatkan dan mengembangkan bakat-bakatnya,
bukan sebaliknya, yakni melemahkan pribadinya, seperti yang dilakukan oleh para
sufi yang menundukkan jiwa sehingga fana dengan Allah. Pada hakikatnya
menafikan diri bukanlah ajaran Islam karena hakikat hidup adalah bergerak dan
gerak adalah perubahan. Secara ringkas, khudi bagi Iqbal adalah suatu kesatuan
yang nyata, dan benar-benar mempunyai arti, serta merupakan pusat dan landasan
keseluruhan organisasi kehidupan manusia.[7]
Filsafat
khudinya tampaknya merupakan reaksi terhadap kondisi umat Islam yang ketika itu
telah dibawa oleh kaum sufi semakin jauh dari tujuan dan maksud Islam yang
sebenarnya. Dengan ajaran khudinya, ia mengemukakan pandangan yang dinamis
tentang kehidupan dunia.
Konsep tentang hakikat ego
(khudi) atau
individualitas merupakan konsep dasar dari filsafat Iqbal dan
menjadi alas penopang keseluruhan struktur pemikirannya. Menurut Iqbal, khudi secara
harfiah adalah ego atau self atau individualitas, merupakan suatu-kesatuan yang
riil atau nyata, adalah pusat dan landasan dari semua kehidupan, merupakan
suatu iradah kreatif yang terarah secara rasional, menjelaskan bahwa hidup
bukanlah suatu arus tak berbentuk, melainkan suatu prinsip kesatuan yang bersifat
mengatur, suatu kegiatan sintesis yang melingkupi serta memusatkan
kecenderungan-kecenderungan yang bercerai-berai dari organisme yang hidup
kearah suatu tujuan konstruktif. Dari segi etika khudi berarti mengendalikan
diri sendiri, harga diri, percaya pada diri sendiri, mempertahankan diri,
bahkan menonjolkan diri, apabila itu perlu demi kepentingan hidup dan kekuatan
untuk tetap membela kebenaran, keadilan dan kewajiban.
Iqbal juga menjelaskan khudi dalam bukunya the
Reconstruction of Religous thought in Islam, bahwa realitas tertinggi sebagai suatu ego, dan
bahwa hanya dari ego tertinggi itulah ego-ego bermula. Tenaga kreatif ego
tertinggi dimana laku dan pikiran adalah identik,
berfungsi sebagai satu kesatuan ego.
Pencarian ego adalah untuk mendapatkan definisi yang
lebih tepat mengenai dirinya. Tindakannya bukan hanya tindakan intelektual,
melainkan suatu tindakan vital yang memperdalam seluruh wujud ego, serta
mempertajam kemauannya dengan keyakinan kreatif, bahwa dirinya ini bukanlah
sesuatu yang hanya melihat atau dikenal melalui konsep demi konsep, melainkan
sesuatu yang harus terus dibangun kembali dengan kerja yang tidak
putus-putusnya.Tujuan terakhir dari ego memberi batasan tentang dirinya dengan
lebih tegas menjadi sesuatu. Kodrat ego, meskipun mempunyai kemampuan
berhubungan dengan ego-ego lain, bersifat terpusat pada dirinya sendiri,
mempunyai lingkungan individualitas khusus yang tidak memungkinkan ego-ego lain
ada di dalamnya jadi suatu ego mempunyai suatu watak yakni sesuatu cara tata laku
yang seragam.
Filsafat Iqbal adalah filsafat yang meletakkan
kepercayaannya kepada manusia yang dilihatnya mempunyai kemungkinan yang tak
terbatas, mempunyai kemauan untuk mengubah dunia dan dirinya sendiri, serta
mempunyai kemampuan untuk ikut memperindah dunia. Telah menjadi tanggung jawab
manusia untuk mengambil bagian dengan cita-cita yang lebih tinggi dari alam
sekitarnya dan turut menentukan nasibnya sendiri. Manusialah yang mengambil
inisiatif menyiapkan diri dalam menghadapi tantangan alam dan mengerahkan
seluruh kekuatannya supaya dapat menggunakan tenaga-tenaga alam itu untuk
tujuan sendiri. Hidup dan kemajuan roh itu tergantung pula pada terbentuknya hubungan
dengan kenyataan hidup yang dihadapinya. Sesungguhnya ilmulah yang mengadakan hubungan-hubungan ini dan ilmu adalah
persepsi-inderawi yang diolah dengan pemahaman dan pengertian. Menurut Iqbal
tidak cukup dengan persepsi inderawi saja tetapi harus dilengkapi dengan ‘fuad
atau ‘qalb yaitu hati. Hati merupakan cara lain dalam berhubungan dengan
kenyataan. Kerja hati adalah untuk menguraikan masalah-masalah kejiwaan, mistik
dan kegaiban.
Iqbal menafsirkan insan al-kamil, atau manusia
utama, setiap manusia potensial adalah suatu mikrokosmos dan insan yang telah
sempurna kerohaniannya menjadi cermin dari sifat-sifat tuhan, sehingga sebagai
orang suci dia menjadi khalifah atau wakil tuhan di muka bumi.
Menurut Iqbal bahwa setiap manusia merupakan suatu
pribadi menjadi suatu ego yang berdiri sendiri, tetapi belumlah ia menjadi
pribadi yang utama. Dia yang dekat kepada tuhan adalah yang utama, semakin
dekat semakin utama. Sedangkan kian jauh jaraknya dari tuhan, kian berkurang
bobot kepribadiaanya. Menurutnya tujuan dari seluruh kehidupan adalah membentuk
insan yang mulia dan setiap pribadi haruslah berusaha untuk mencapainya. Insan
al-kamil itu memberikan kita ukuran baik dan buruk, apa yang dapat memperkuat
pribadi adalah bersifat baik dan apa yang melamahkan bersifat buruk.
Hal-hal yang dapat memperkuat pribadi seseorang itu ialah, cinta kasih, semangat atau keberanian, termasuk bekerja
kreatif dan orisinil, artinya asli dari hasil kreasinya sendiri dan mandiri, toleransi,
Faqr (artinya sikap tidak mengharapkan imbalan dan ganjaran yang akan diberikan dunia).Hal-hal
yang dapat melemahkan pribadi seseorang itu ialah takut, suka meminta-minta, perbudakan,
sombong.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1. Melihat
kenyataan kaum minoritas muslim India yang begitu menyedihkan, Muhammad Iqbal
menawarkan perlunya diadakan integrasi moral dan politik kaum muslim india
dalam kesatuan gagasan dan wilayah.
2. Muhammad Iqbal memandang sudah saatnya kaum muslim melakukan rekonstruksi
terhadap segala pemikiran yang berkembang di dunia Islam. Untuk menelorkan
gagasan rekonstruksinya, Muhammad Iqbal menggunakan paradigma pemikiran kritis dengan metodologi berpikir yang bersifat sintesis. Muhammad Iqbal mengkritik sistem pendidikan
barat dan sistem pendidikan Islam tradisional. Menurutnya sistem pendidikan
barat lebih cenderung kepada materialism yang akan merusak nilai–nilai
spiritual manusia
3. Faham dinamisme Iqbal berpengaruh besar terhadap jati diri manusia yakni
konsepnya tentang ego, ide sentral dalam pemikiran filosofisnya. Konsep tentang hakikat ego
(khudi) atau
individualitas merupakan konsep dasar dari filsafat Iqbal dan
menjadi alas penopang keseluruhan struktur pemikirannya.
4. Menurut Muhammad Iqbal, manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya serta
menguatkan dan mengembangkan bakat-bakatnya, bukan sebaliknya, yakni melemahkan
pribadinya, seperti yang dilakukan oleh para sufi yang menundukkan jiwa
sehingga fana dengan Allah.
5. Hal-hal yang dapat memperkuat pribadi seseorang itu
ialah: cinta kasih, semangat atau keberanian, toleransi, faqr.
Sedangkan hal-hal yang dapat melemahkan pribadi seseorang itu ialah: Takut, suka
meminta-minta, perbudakan, sombong.
B. Kritik dan Saran
Demikian makalah ini penulis buat, penulis yakin masih terdapat banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu, saran dan kritik pembaca
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan penulisan
makalah kedepan.
No comments:
Post a Comment