Thursday, November 9, 2017

Konsep Pendidikan menurut Muhammad Iqbal

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Muhammad Iqbal melihat kenyataan kaum minoritas muslim India yang begitu menyedihkan, Muhammad Iqbal menawarkan perlunya diadakan integrasi moral dan politik kaum muslim india dalam kesatuan gagasan dan wilayah. Tawaran Muhammad Iqbal inilah yang kemudian mampu melahirkan semangat nasionalisme yang berdasarkan atas kesamaan Negara. Selama berabad-abad, kaum muslim terpukau oleh pemahaman keagamaan yang sempit, sehingga umat Islam menganggap bahwa mengkaji alam semesta dan sejarah bukanlah merupakan kegiatan agama.

Karena hal tersebut Muhammad Iqbal memandang bahwa sudah saatnya kaum muslim melakukan rekonstruksi pemikiran dalam berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan Islam. Rekonstruksi pendidikan menurut Muhammad Iqbal merupakan suatu upaya kreatif dalam rangka memahami proses pendidikan secara filosofis. Konsep tentang hakikat ego (khudi) atau individualitas merupakan konsep dasar dari filsafat Muhammad Iqbal dan menjadi alas penopang keseluruhan struktur pemikirannya. Oleh karena itu dalam makalah ini penyusun akan membahas tentang biografi, corak pemikiran, konsep pendidikan, rekonstruksi pendidikan Islam, dan pengembangan manusia menurut Muhammad Iqbal.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana biografi Muhammad Iqbal?
2.      Bagaimana corak pemikiran Muhammad Iqbal?
3.      Bagaimana konsep pendidikan menurut Muhammad Iqbal?
4.      Bagaimana rekronstruksi pendidikan Islam menurut Muhammad Iqbal?
5.      Bagaimana pengembangan manusia menurut Muhammad Iqbal?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal adalah seorang anak keturunan dari kelas Brahmana (kelas sosial tertinggi di India), dilahirkan tanggal 22 Februari 1873 M di Silkot, Punjab Barat, Pakistan. Ayahnya bernama Muhammad Nur, seorang sufi yang sangat saleh. Sejak masih anak-anak, agama sudah tertananam dalam jiwanya. Pendidikan agama selain dari orang tua, juga didapatkan dengan mengaji kepada Mir Hassan. Di rumah sang guru, selain belajar mengaji agama Muhammad Iqbal juga belajar mengubah sajak. Kebetulan Mir Hasan sendiri sudah melihat bakat terpendam darinya.[1]
Kecerdasannya itu, dibuktikan dalam menapak jenjang pendidikan. Dibantu oleh Mir Hassan, ia memasuki sekolah Scottish Mission School. Setelah tamat, ia melanjutkan ke Government College dan memperoleh gelar sarjana muda (BA) 1897 dan tahun 1905, ia memperoleh gelar M.A. di bidang filsafat. Di Perguruan Tinggi, ia berkenalan dengan seorang guru besar, Thomas Arnold yang banyak membentuk jiwa filosofinya. Guru besar tersebut menyarankan Iqbal untuk mengambil program Doktor di London. Dalam waktu satu tahun, program itu dapat diselesaikan di Universitas Chambridge di bawah promotor Mc. Taggart. Atas saran gurunya tersebut, ia mendalami filsafat di Jerman dan untuk kedua kalinya menyelesaikan doktor dengan judul disertasi The Development of Metaphysics in Persia di Universitas Munich. Selesai studi di luar negeri, ia kembali mengambil program studi hukum dengan meraih keahlian di bidang keadvokatan. Hal tersebut masih belum memuaskannya, kemudian ia kembali kuliah di School of Political Sciencis.[2]
Semasa kuliah, ia sering mengunjungi dan berdialog dengan sejumlah filosof besar sezamannya dan selama di Eropa, ia dapat menyaring secara kritis pemikiran-pemikiran Barat yang membuatnya tidak mudah hanyut ke dalam pusaran peradaban Barat. Berbekal sejumlah keahlian, ia memulai karier sebagai pendidik (dosen), pengacara, di India ia juga aktidf dalam politik.
Selebihnya Iqbal sering memberikan ceramah ke seluruh bagian India dan ke negara-negara Islam. Dala ceramahnya, ia menyertakan dengan dengan pembacaan sajak yang menggugah dan membangkitkan semangat tinggi atas cita-cita ajaran Islam. Satu hal yang istimewa, Iqbal termasuk produktif dalam menulis terutama dalam bentuk lirik puisi (sajak).
B.     Corak Pemikiran Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal melihat kenyataan kaum minoritas muslim India yang begitu menyedihkan, Muhammad Iqbal menawarkan perlunya diadakan integrasi moral dan politik kaum muslim india dalam kesatuan gagasan dan wilayah. Tawaran Muhammad Iqbal inilah yang kemudian mampu melahirkan semangat nasionalisme yang berdasarkan atas kesamaan Negara. Melalui gagasan inilah muhammad Iqbal menghendaki terbentuknya suatu komunitas tersendiri dalam bentuk Negara. Komunitas muslim, dalam pandangan Iqbal, merupakan suatu masyarakat yang berdasarkan keyakinan agama yang sama dengan realitas tunggal yang tidak mungkin dapat dipisahkan. Ide dan gagasan nasionalisme berdasarkan semangat keagamaan ini, dapat diwujudkan oleh Muhammad Ali Jinnah pada tahun 1947 dengan berdirinya Negara Islam Pakistan.
Selain terkenal sebagai filosof, ahli hukum, pemikir politik, dan reformis muslim yang dapat kita ketahui dari aktifitas–aktifitas serta jabatan yang dimiliki Muhammad Iqbal, ia juga dikenal sebagai penyair ulung.[3] Syair –syair karya Muhammad Iqbal banyak ditulis dalam bahasa arab, urdu, Persia dan inggris. Dengan banyaknya kary–karya Muhammad Iqbal yang berbentuk puisi ini, dapat dipastikan bahwa pengaruh Iqbal juga ditentukan oleh syair–syairnya.
Hal penting yang perlu diketahui bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi dan membentuk pemikiran Iqbal adalah kepergiannya ke Inggris untuk studi di Cambridge University yang mengenalkan Iqbal pada filosof–filosof barat yang berasal dari Cambridge University maupun Universitas lain di inggris. Dengan adanya kenyataan inilah yang menyebabkan perubahan pemikiran yang cukup drastis pada Muhammad Iqbal. Perubahan ini, direfleksikan pertama kali dalam disertasi doktoralnya. Sejak saat itulah Iqbal memiliki kecenderungan intelektual yang khas. Kecintaan Muhammad Iqbal pada nilai–nilai dan tradisi timur yang telah ia pelajari selama berada di negeri kelahirannya dan ditambah dengan penghargaannya yang tinggi terhadap tradisi keilmuan barat, telah menjadikan Iqbal sebagai sosok yang menguasai warisan intelektual timur (Islam), yang diiringi dengan pengetahuannya yang mendalam tentang filsafat barat.
Muhammad Iqbal memandang sudah saatnya kaum muslim melakukan rekonstruksi terhadap segala pemikiran yang berkembang di dunia Islam. Untuk menelorkan gagasan rekonstruksinya, Muhammad Iqbal menggunakan paradigma pemikiran dengan metodologi berpikir yang bersifat sintesis. Dia berhasil memadukan tradisi intelektual barat dengan tradisi intelektual timur dalam suatu paradigm berpikir. Namun demikian, upaya sintesis pemikiran yang dilakukan Iqbal bukannya dilaksanakan tanpa sikap kritis. Dia menyeleksi terlebih dahulu apa yang datang dari barat, sehingga pemikirannya tetap komprehensif yaitu mencakup timur dan barat.
Muhammad Iqbal memandang bahwa intelektualisme Islam pada waktu itu dapat dikatakan nyaris berhenti karena kaum muslim telah berhenti mengambil inspirasi dari al- Qur’an sehingga salah satu agenda pembaharuan intelektual Muhammad Iqbal adalah bidang pendidikan. Untuk mengatasi persoalan ini, Iqbal berusaha untuk menumbuhkan kembali semangat intelektualisme melalui 3 sumber yaitu serapan indrawi, rasio dan intuisi. Menurut Iqbal, ketiga sumber ini harus diambil dan digunakan secara serempak, tanpa mengesampingkan salah satunya. Inilah yang disebut oleh Iqbal sebagai berpikir Qur’ani. Apabila kaum muslim mampu melakukan cara berpikir semacam ini, maka revolusi pengetahuan dalam dunia Islam akan terjadi secara mengagumkan.
C.    Konsep Pendidikan menurut Muhammad Iqbal
Selama berabad-abad, kaum muslim terpukau oleh pemahaman keagamaan yang sempit, sehingga umat Islam menganggap bahwa mengkaji alam semesta dan sejarah bukanlah merupakan kegiatan agama.[4] Oleh karena itu, Muhammad Iqbal memandang bahwa sudah saatnya kaum muslim melakukan rekonstruksi pemikiran dalam berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan Islam.
Muhammad Iqbal secara tekstual belum pernah menulis teori atau filsafat pendidikan dalam bentuk buku apalagi sebuah kurikulum pendidikan bagi kaum muslim. Namun secara kontekstual, seluruh pemikiran Iqbal mengisyaratkan perlunya rekonstruksi dalam bidang pendidikan Islam. Melalui gubahan sajak–sajaknya, Iqbal melakukan kritik terhadap sistem pendidikan yang berlaku pada saat itu. Dalam beberapa sajak–sajak Muhammad Iqbal berisi kritiknya terhadap sistem pendidikan barat dan sistem pendidikan Islam tradisional. Menurutnya sistem pendidikan barat lebih cenderung kepada materialism yang akan merusak nilai–nilai spiritual manusia, yang mana sistem pendiddikan barat  ini hanya akan mencetak manusia yang memiliki intelektual tinggi, tetapi tidak menaruh perhatian besar terhadap hati nurani anak didik yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan manusia menjadi tidak seimbang antara lahiriah dengan batiniah.
Sedangkan kritik terhadap pendidikan Islam tradisional disini karena pendidikan ini hanya dapat memenjarakan otak dan jiwa manusia dalam kurungan yang ketat. Pendidikan tradisional tidak mampu mencetak manusia intelek yang dapat menyelesaikan berbagai persoalan keduniaan. Semua kritik ini dilakukan karena ia berpandangan bahwa pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari peradaban manusia, bahkan pendidikan merupakan substansi dari peradaban manusia. Pendidikan menurut Iqbal sesungguhnya bertujuan membentuk “manusia” sejati. Dalam hal ini, Muhammad Iqbal memandang sistem pendidikan yang ada telh gagal mencapai tujuannya. Pendidikan ideal menurutnya adalah pendidikan yang mampu memadukan dualisme (antara aspek keduniaan dan aspek keakhiratan) secara sama dan seimbang. Dua sistem pendidikan yang ada, yaitu sistem pendidikan tradisional (Islam) dan sistem pendidikan barat  Kristen), dalam perspektif Iqbal, belum dapat mewujudkan pendidikan yang ideal ini.
Setelah Muhammad Iqbal mengemukakan kritiknya terhadap dua sistem pendidikan yang ada pada waktu itu, Iqbal mengemukakan bahwa paling tidak ada delapan pandangannya tentang pendidikan dalam rangka melaksanakan gagasan rekonstruksi pemikirannya. Kedelapan pandangan ini adalah:[5]
1.      Konsep Individu
Dengan konsep ini, Iqbal menekankan bahwa hanya manusia yang dapat melaksanakan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan menurut Iqbal harus dapat memupuk sifat–sifat individualitas manusia agar menjadi manusia sempurna yaitu manusia yang dapat menciptakan sifat–sifat ketuhanan menjelma dalam dirinya, sehingga ia bisa berperilaku seperti Tuhan.
2.      Pertumbuhan Individu
Muhammad Iqbal berpendapat bahwa manusia sebagai makhluk individu akan mengalami berbagai perubahan secara dinamis dalam rangka interaksinya dengan lingkungan. Oleh karena itu, pendidikan harus dapat mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan individu tersebut kearah yang optimal.
3.      Keseimbangan jasmani dan ruhani
Perkembangan individu memiliki implikasi bahwa ia harus dapat mengembangkan kekayaan batin dari eksistensinya. Pengembangan ini dapat dilakukan dengan melepaskannya dari kaitan materi. Oleh karena itu, antara jasmani sebagai realitas dengan ruhani sebagai ide harus dipadukan dalam proses pengembangan individu.
4.      Pertautan Individu dengan masyarakat
Pemahaman di atas memberikan pengertian mendlam tentang hakikat pertautan antara kehidupan individu dengan kebudayaan masyarakat. Masyarakat adalah tempat individu menyatakan keberadaannya. Oleh karena itu, tanpa masyarakat, kehidupan individu akan melemah dan tujuan hidupnya menjadi tak terarah.
5.      Kreativitas individu
Menurut Muhammad Iqbal sesungguhnya manusia memiliki kreativitas yang perlu dikembangkan secara evolutif. Dengan kreativitasnya manusia mampu melepaskan diri dari keterbatasan, serta menembus dan menaklukkan waktu. Adapun kreativitas ini sendiri hanya dapat ditumbuh kembangkan melalui proses pendidikan.
6.      Peran Intelek dan intuisi
Dalam rangka memperkaya kreativitas manusia memerlukan peran intelek dan intuisi, yang keduanya memiliki peran sendiri–sendiri. Iqbal berpendapat bahwa kebenaran metafisik tidak dapat diraih dengan jalan melatih intelek saja tetapi juga dengan adanya intuisi. Iqbal menghendaki pertemuan antara kekuasaan lahir yang diperoleh dari ilmu pengetahuan dengan kekuasaan batin yang muncul dari intuisi. Dengan ini Iqbal menyimpulkan bahwa pendidikan hendaknya memperhatikan aspek intelektual manusia dan intuisinya sekaligus.
7.      Pendidikan watak
Watak mencakup sensivitas dan kekuatan yang mana disini dimaksudkan adalah sensitive terhadap perikemanusiaan serta kekuatan dalam berpegang pada maksud yang telah dicetuskan dalam kalbu. Untuk dapat mengembangkan watak yang seperti ini, menurut Iqbal pendidikan hendaknya dapat memupuk 3 sifat yang merupakan unsure utama manusia, yaitu keberanian, toleransi dan keprihatinan.
8.      Pendidikan sosial
Menurut Muhammad Iqbal, kehidupan sosial selayaknyan atas dasar dan prinsip tauhid. Tauhid seharusnya dapat hidup dalam kehidupan intelektual dan emosional manusia. Iqbal mengungkapkan bahwa tata kehidupan sosial seharusnya aktif dalam menguras dan menggali segala kekuatan yang tersirat dalam ilmu pengetahuan. Tidak mungkin membangun suatu tatanan social tanpa disertai pemupukan ilmu pengetahuan dan pemanfaatannya demi mencapai tujuan yang hendak dicapai masyarakat manusia.
D.    Rekrontruksi pendidikan Islam
Dengan delapan pandangan pendidikan di atas, dapat dikatakan bahwa rekonstruksi pendiidkan menurut Muhammad Iqbal merupakan suatu upaya kreatif dalam rangka memahami proses pendidikan secara filosofis.[6] Gagasan rekonstruksi pendidikan ii sebenarnya dilontarkan Iqbal sebagai reaksi atas ketidakpuasannya terhadap totalitas peradaban india khususnya, dan peradapan manusia pada umumnya. Muhammad Iqbal memandang perlu dilakukan rekonstruksi pendidikan, kerana telah terjadi berbagai penyimpangan tehadap nilai–nilai kemanusiaan yang dilakukan oleh sistem pendidikan yang ada.
Kritik Muhammad Iqbal terhadap sistem pendidikan barat sebenarnya merupakan tindakan defensifnya untuk menyelamatkan pemikiran kaum muslim dari pencemaran dan kerusakan yang ditimbulkan gagasan – gagasan barat. Gagasan barat datang melalui berbagai disiplin ilmu yang bertujuan untuk menghancurkan standar–standar moralitas tradisional Islam dengan memunculkan pandangan materialistis. Sedangkan kritik Iqbal terhadap sistem pendidikan tradisional Islam merupakan tindakan korektifnya atas kesalahpahaman kaum muslim dalam memandang pendidikan Islam. Iqbal berusaha mengoreksi kelemahan pendidikan dunia timur yang lebih mengutamakan aspek keakhiratan dari pada keduniaan, dengan cara menyeimbangkan kedua aspek ini.
Dengan segala kritikan itu, Iqbal mencoba merumuskan sistem pendidikan yang merupakan sintesis dari sistem pendidikan barat dan sistem pendidikan timur. Inilah yang dimaksud Iqbal dengan rekonstruksi pendidikan Islam. Rekonstruksi ini sedemikian rupa diberikan landasan filosofonya oleh Iqbal, sehingga pendidikan Islam senantiasa berusaha meningkatkan dinamika dan kreativitas manusia. Pendidikan Islam menurut Muhammad Iqbal merupakan pendidikan yang bukan barat dan bukan pula timur, tetapi pendidikan yang berada diantara keduanya.
E.     Pengembangan Manusia menurut Muhammad Iqbal
Untuk melihat pemikiran Iqbal dalam hal jati diri manusia atau tentang eksistensi dapat dilihat dalam puisi asrar-i-kudhi, dalam antologi puisinya itu ia secara jelas mengungkapkan apa itu manusia. Secara jelas dapat dipahami bahwa ia mentransformasikan pikirannya dalam syair/puisi mengenai manusia, dan hakikat manusia. Dalam puisinya ia memberi saran kepada manusia agar bisa bertafakur kepada Allah dan menyadari akan keadaannya. Selain itu juga dapat dilihat bahwa Iqbal sangat dipengaruhi dengan pemikiran-pemikiran tasawuf, sehingga selain sebagai seorang manusia yang dinamis ia juga sebagai seseorang yang taat beragama.
Faham dinamisme Iqbal berpengaruh besar terhadap jati diri manusia. Penelusuran terhadap pendapatnya tentang persoalan ini dapat dilihat dari konsepnya tentang ego, ide sentral dalam pemikiran filosofisnya. Kata itu diartikan dengan kepribadian. Manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya serta menguatkan dan mengembangkan bakat-bakatnya, bukan sebaliknya, yakni melemahkan pribadinya, seperti yang dilakukan oleh para sufi yang menundukkan jiwa sehingga fana dengan Allah. Pada hakikatnya menafikan diri bukanlah ajaran Islam karena hakikat hidup adalah bergerak dan gerak adalah perubahan. Secara ringkas, khudi bagi Iqbal adalah suatu kesatuan yang nyata, dan benar-benar mempunyai arti, serta merupakan pusat dan landasan keseluruhan organisasi kehidupan manusia.[7] Filsafat khudinya tampaknya merupakan reaksi terhadap kondisi umat Islam yang ketika itu telah dibawa oleh kaum sufi semakin jauh dari tujuan dan maksud Islam yang sebenarnya. Dengan ajaran khudinya, ia mengemukakan pandangan yang dinamis tentang kehidupan dunia.
Konsep tentang hakikat ego (khudi) atau individualitas merupakan konsep dasar dari filsafat Iqbal dan menjadi alas penopang keseluruhan struktur pemikirannya. Menurut Iqbal, khudi secara harfiah adalah ego atau self atau individualitas, merupakan suatu-kesatuan yang riil atau nyata, adalah pusat dan landasan dari semua kehidupan, merupakan suatu iradah kreatif yang terarah secara rasional, menjelaskan bahwa hidup bukanlah suatu arus tak berbentuk, melainkan suatu prinsip kesatuan yang bersifat mengatur, suatu kegiatan sintesis yang melingkupi serta memusatkan kecenderungan-kecenderungan yang bercerai-berai dari organisme yang hidup kearah suatu tujuan konstruktif. Dari segi etika khudi berarti mengendalikan diri sendiri, harga diri, percaya pada diri sendiri, mempertahankan diri, bahkan menonjolkan diri, apabila itu perlu demi kepentingan hidup dan kekuatan untuk tetap membela kebenaran, keadilan dan kewajiban.
Iqbal juga menjelaskan khudi dalam bukunya the Reconstruction of Religous thought in Islam, bahwa realitas tertinggi sebagai suatu ego, dan bahwa hanya dari ego tertinggi itulah ego-ego bermula. Tenaga kreatif ego tertinggi dimana laku dan pikiran adalah identik, berfungsi sebagai satu kesatuan ego. Pencarian ego adalah untuk mendapatkan definisi yang lebih tepat mengenai dirinya. Tindakannya bukan hanya tindakan intelektual, melainkan suatu tindakan vital yang memperdalam seluruh wujud ego, serta mempertajam kemauannya dengan keyakinan kreatif, bahwa dirinya ini bukanlah sesuatu yang hanya melihat atau dikenal melalui konsep demi konsep, melainkan sesuatu yang harus terus dibangun kembali dengan kerja yang tidak putus-putusnya.Tujuan terakhir dari ego memberi batasan tentang dirinya dengan lebih tegas menjadi sesuatu. Kodrat ego, meskipun mempunyai kemampuan berhubungan dengan ego-ego lain, bersifat terpusat pada dirinya sendiri, mempunyai lingkungan individualitas khusus yang tidak memungkinkan ego-ego lain ada di dalamnya jadi suatu ego mempunyai suatu watak yakni sesuatu cara tata laku yang seragam.
Filsafat Iqbal adalah filsafat yang meletakkan kepercayaannya kepada manusia yang dilihatnya mempunyai kemungkinan yang tak terbatas, mempunyai kemauan untuk mengubah dunia dan dirinya sendiri, serta mempunyai kemampuan untuk ikut memperindah dunia. Telah menjadi tanggung jawab manusia untuk mengambil bagian dengan cita-cita yang lebih tinggi dari alam sekitarnya dan turut menentukan nasibnya sendiri. Manusialah yang mengambil inisiatif menyiapkan diri dalam menghadapi tantangan alam dan mengerahkan seluruh kekuatannya supaya dapat menggunakan tenaga-tenaga alam itu untuk tujuan sendiri. Hidup dan kemajuan roh itu tergantung pula pada terbentuknya hubungan dengan kenyataan hidup yang dihadapinya. Sesungguhnya ilmulah yang mengadakan hubungan-hubungan ini dan ilmu adalah persepsi-inderawi yang diolah dengan pemahaman dan pengertian. Menurut Iqbal tidak cukup dengan persepsi inderawi saja tetapi harus dilengkapi dengan ‘fuad atau ‘qalb yaitu hati. Hati merupakan cara lain dalam berhubungan dengan kenyataan. Kerja hati adalah untuk menguraikan masalah-masalah kejiwaan, mistik dan kegaiban.
Iqbal menafsirkan insan al-kamil, atau manusia utama, setiap manusia potensial adalah suatu mikrokosmos dan insan yang telah sempurna kerohaniannya menjadi cermin dari sifat-sifat tuhan, sehingga sebagai orang suci dia menjadi khalifah atau wakil tuhan di muka bumi. Menurut Iqbal bahwa setiap manusia merupakan suatu pribadi menjadi suatu ego yang berdiri sendiri, tetapi belumlah ia menjadi pribadi yang utama. Dia yang dekat kepada tuhan adalah yang utama, semakin dekat semakin utama. Sedangkan kian jauh jaraknya dari tuhan, kian berkurang bobot kepribadiaanya. Menurutnya tujuan dari seluruh kehidupan adalah membentuk insan yang mulia dan setiap pribadi haruslah berusaha untuk mencapainya. Insan al-kamil itu memberikan kita ukuran baik dan buruk, apa yang dapat memperkuat pribadi adalah bersifat baik dan apa yang melamahkan bersifat buruk. Hal-hal yang dapat memperkuat pribadi seseorang itu ialah, cinta kasih, semangat atau keberanian, termasuk bekerja kreatif dan orisinil, artinya asli dari hasil kreasinya sendiri dan mandiri, toleransi, Faqr (artinya sikap tidak mengharapkan imbalan dan ganjaran yang akan diberikan dunia).Hal-hal yang dapat melemahkan pribadi seseorang itu ialah takut, suka meminta-minta, perbudakan, sombong.



BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
1.      Melihat kenyataan kaum minoritas muslim India yang begitu menyedihkan, Muhammad Iqbal menawarkan perlunya diadakan integrasi moral dan politik kaum muslim india dalam kesatuan gagasan dan wilayah.
2.      Muhammad Iqbal memandang sudah saatnya kaum muslim melakukan rekonstruksi terhadap segala pemikiran yang berkembang di dunia Islam. Untuk menelorkan gagasan rekonstruksinya, Muhammad Iqbal menggunakan paradigma pemikiran kritis dengan metodologi berpikir yang bersifat sintesis. Muhammad Iqbal mengkritik sistem pendidikan barat dan sistem pendidikan Islam tradisional. Menurutnya sistem pendidikan barat lebih cenderung kepada materialism yang akan merusak nilai–nilai spiritual manusia
3.      Faham dinamisme Iqbal berpengaruh besar terhadap jati diri manusia yakni konsepnya tentang ego, ide sentral dalam pemikiran filosofisnya. Konsep tentang hakikat ego (khudi) atau individualitas merupakan konsep dasar dari filsafat Iqbal dan menjadi alas penopang keseluruhan struktur pemikirannya.
4.      Menurut Muhammad Iqbal, manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya serta menguatkan dan mengembangkan bakat-bakatnya, bukan sebaliknya, yakni melemahkan pribadinya, seperti yang dilakukan oleh para sufi yang menundukkan jiwa sehingga fana dengan Allah.
5.      Hal-hal yang dapat memperkuat pribadi seseorang itu ialah: cinta kasih, semangat atau keberanian, toleransi,  faqr. Sedangkan hal-hal yang dapat melemahkan pribadi seseorang itu ialah: Takut, suka meminta-minta, perbudakan, sombong.
B.       Kritik dan Saran
Demikian makalah ini penulis buat, penulis yakin masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu, saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan penulisan makalah kedepan.
           



[1]Akhmad Taufik dkk, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada), hal. 113.

[2] Ibid., 114.
[3] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2006), hal. 283.
[4] Ibid., hal. 286.
[5] Ibid., hal. 288.
[6] Ibid., hal. 191.
[7]Muktafi Sahal, dan  Amir Aziz, Ahmad,  Teologi Islam Modern, (Surabaya: Gita Media Press, 1999), hal. 104.

No comments:

Post a Comment

Post Terbaru

  الطريقة   المادة الترتيب (أقوم أمام الباب قائلا)   إلقاء السّلام ...