A.
Kompetensi yang ingin dicapai
Pembaca
diharapkan dapat:
- Menjelaskan tentang keanekaragaman secara kritis
dan komprehensip
- Menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
keanekaragaman hewan dalam suatu ekosistem
B.
Uraian Materi
1.
Pendahuluan
Secara geografis Indonesia terletak diantara 23½° LU
dan 23½° LS, dan dikategorikan ke dalam wilayah yang beriklim tropis. Posisi
geografis tersebut memberikan banyak
keuntungan bagi kehidupan di dalamnya. Parameter fisiko-kimiawi daerah beriklim
tropis secara makro cenderung stabil dan memiliki kisaran yang relatif sempit.
Daerah tropis hanya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan
yang dibedakan hanya dari intensitas hujan, sedangkan
cahaya matahari yang sangat
dibutuhkan untuk aktivitas hidup organisme cenderung tidak berbeda signifikan.
Kondisi ini akan menciptakan makro klimat yang cenderung stabil dan
memfasilitasi untuk tumbuh dan berkembangnya sebagian besar makhuk hidup.
Komponen iklim makro yang cenderung stabil antara lain adalah suhu, kelembaban,
dan curah hujan.
Stabilitas iklim makro di daerah tropis mengakibatkan daerah
ini dihuni oleh banyak jenis makhluk hidup yang masing-masing jenis dapat
berkembang dengan baik sehingga densitas terus meningkat (keanekaragaman
tinggi). Banyaknya jenis dengan densitas yang terus meningkat akan menyebabkan meningkatnya
kompetisi antar jenis dalam satu komunitas atau antar individu dalam populasi
baik kompetisi dalam memperebutkan ruang maupun sumber nutrisi. Ketatnya
kompetisi tersebut menjadi awal terjadinya distribusi organisme ke berbagai
tempat yang secara mikro klimat berada pada kondisi spesifik. Perlu diketahui
bahwa meskipun Indonesia secara
latitude berada pada daerah beriklim
tropis tetapi karena Indonesia
merupakan negara kepulauan dan masing-masing memiliki kekhasan terutama adanya
zona ketinggian tempat (altitude)
maka akan menciptakan adanya variasi iklim mikro. Kombinasi antara kestabilan
makro klimat dan adanya variasi mikro klimat menyebabkan Indonesia merupakan salah satu
negara dengan keanekaragaman hayati yang tinggi.
2.
Konsep Jenis
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa makin besar jumlah
jenis maka makin besar pula keanekaragaman hayati. Berdasar pada pendapat
tersebut meskipun tidak selalu benar tetapi jenis menjadi salah satu organisasi
kehidupan yang memiliki arti sangat penting dalam keanekaragaman.
Apabila mendengar kata "jenis",
banyak orang yang selalu mengidentikkan dengan species. Sama dengan pendapat
spontan mengenai keanekaragaman, konsep jenis yang diartikan sama dengan
species juga tidak selalu benar. Secara ekologis jenis dapat berarti dua hal yaitu
jenis dalam arti taksonomis dan jenis dalam arti peran. Dalam arti taksonomis
jenis berarti species. Dalam arti peran organisme dikatakan sejenis apabila
mereka memiliki peran yang sama dalam ekosistem. Peran yang sama dapat terdiri
dari organisme satu species, satu varietas satu strain atau pada tingkatan taksa
di atas species seperti genus, famili atau ordo. Bahkan pada tataran tekhnis sering
karena alasan keterbatasan kemampuan identifikasi, organisme yang bukan satu
species dan belum tentu memiliki peran yang sama dikelompokan dalam organisme
yang sejenis. Sebagai contoh misalnya stadia larva atau nauplius dari copepoda
akan sulit menentukan apakah nauplius atau larva dari copepoda tersebut
merupakan larva dari genus Cyclops, Mesocyclops, Calanus, Diaptomus atau genus
Copepoda yang lain. Kesulitan tersebut menyebabkan peneliti mengelompokan
stadia nauplius dari copepoda tersebut dikelompokan menjadi satu jenis.
Pandangan bahwa jenis identik dengan species bermula dari konsep
species yang didefinisikan bahwa organisme dikatakan satu species apabila
organisme tersebut memiliki kesamaan baik secara morfologi, anatomi, maupun
fisiologi. Sifat-sifat tadi juga dimiliki oleh keturunannya. Organisme satu
species memiliki jumlah kromosom yang sama, dan bila antar anggautanya
melakukan perkawinan akan menghasilkan keturunan yang vertil. Berdasarkan
divinisi tersebut maka organisme yang satu species dalam habitat alamiahnya
akan memiliki peran yang sama di dalam lingkungan tempat hidupnya tersebut.
3.
Keanekaragaman
Keanekaragaman merupakan ungkapan terdapatnya beranekaragam bentuk,
penampilan, densitas dan sifat yang nampak pada berbagai tingkatan organisasi
kehidupan seperti ekosistem, jenis, dan genetik. Nilai keanekaragaman ditentukan dengan menggunakan angka indeks.
Umumnya menggunakan angka indeks dari Shanon-Wiener atau dengan indeks
keanekaragaman Simson.
Penentuan keanekaragaman menurut Shanon-Wiener:
H' = - ( å pi ln pi )
Keterangan :
H' = Indeks keanekaragaman
Pi = Probabilitas penting untuk tiap jenis/species
= ni/N
ni = Jumlah individu dari jenis/species ke i
N = Jumlah
seluruh individu
Penentuan keanekaragaman menurut Simpson:
D = 1 – C
Keterangan:
D = Indeks keanekaragaman
C = Indeks dominansi
Indeks dominansi menggambarkan komposisi species dalam
komunitas dan menurut Simpson dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
C = ∑ (ni∕ N) 2
Keterangan:
C = Indeks dominansi
ni = Jumlah individu jenis/species ke i
Ni = Jumlah total
seluruh individu
Mengacu pada penentuan nilai keanekaragaman seperti di atas maka
keanekaragaman tidak hanya ditentukan oleh banyaknya jenis atau species yang
hidup pada suatu ekosistem saja tetapi juga dipengaruhi oleh banyaknya individu
dari masing-masing jenis atau species (densitasnya).
Dalam ekosistem dengan faktor pembatas fisik dan kimiawi yang
sangat menekan, cenderung akan dihuni oleh sedikit species dengan munculnya
species yang dominan. Hal tersebut sesuai dengan kaidah ekologi bahwa di dalam
suatu lingkungan dengan faktor pembatas tertentu maka lingkungan tersebut akan
dihuni oleh species-species yang memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap
faktor pembatas yang ada, sedangkan species yang memiliki rentangan adaptasi
terbatas terhadap faktor lingkungan tersebut akan mati atau pindah mencari
tempat lain yang memiliki kondisi lingkungan lebih baik. Bagi species yang
mampu beradaptasi maka akan terjadi ledakan populasi karena tersedia ruang dan
sumber energi yang melimpah karena kompetitor dan mungkin juga predatornya
semakin berkurang. Sebagai contoh adalah ledakan populasi (blooming) algae
Cyanophyta di suatu perairan yang mengalami pengkayaan bahan organik sangat
tinggi (eutrofikasi). Dalam lingkungan yang memiliki kondisi fisik dan kimiawi
yang baik akan dihuni oleh banyak species tetapi umumnya tidak ditemukan
species dengan densitas yang melimpah (dominan).
a.
Keanekaragaman Ekosistem
Keanekaragaman ekosistem merupakan pernyataan tentang terdapatnya berbagai macam keragaman
ekosistem yang didasarkan pada adanya variasi komponen-komponen penyusun
ekosistem. Sebagaimana diketahui bahwa ekosistem merupakan satu kesatuan utuh
antara makhluk hidup dengan lingkungannya, baik lingkungan biotik maupun
abiotik dan komponen-komponen tersebut saling berinteraksi di dalamnya. Faktor
fisiko-kimiawi suatu ekosistem akan berpengaruh terhadap kehidupan di dalam
ekosistem. Makhluk hidup di dalam ekosistem juga saling berinteraksi antar
mereka, sehingga keberadaan, perkombangan dan pola distribusinya selain
dipengaruhi oleh lingkungan abiotiknya juga sangan ditentukan oleh komposisi
lingkungan biotiknya.
Kenyataan terdapatnya lingkungan dengan kombinasi parameter
fisik dan kimiawi yang berbeda akan dihuni oleh jenis yang berbeda menyebabkan
ekosistem menjadi beranekaragam. Dalam satu tipe ekosistem tertentu akan
terdiri dari kombinasi organisme dan unsur lingkungan yang khas, yang berbeda
dengan susunan kombinasi ekosistem yang lain. Indonesia sebagai negara kepulauan
memiliki keanekaragaman ekosistem yang cukup banyak, baik yang alamiah maupun
yang binaan atau buatan.
Secara garis besar ekosistem di alam terdiri dari ekosistem terrestrial aquatik, dan ekoton
atau ekosistem peralihan antara ekosistem terestrial dan aquatik. Secara lebih
rinci karena banyaknya perbedaan, ekosistem terestrial terdiri dari ekosistem
hutan hujan tropis, ekosistem savana, ekosistem sawah, kebun, pekarangan dan
lain-lain. Termasuk dalam ekosistem peralihan antar lain adalah ekosistem
pesisir, dan ekosistem hutan mangrove.
Ekosistem aquatik berdasarkan perbedaan komponen
kimiawi penyusun salinitas dibedakan
menjadi ekosistem laut, estuarin, dan ekosistem perairan tawar. Ekosistem laut
masih dikelompokan lagi ke dalam ekosistem terumbu karang, ekosistem
intertidal, ekosistem laut dalam dan ekosistem limnetik. Ekosistem intertidal
terdiri dari ekositem intertidal berbatu, berpasir (pasir putih dan pasir
hitam), dan ekosistem intertidal berlumpur. Ekosistem perairan tawar secara
skematis dapat dilihat pada bagan.
![]() |
![]() |
Ekosistem
Mangrove
|
Ekosistem
terumbu karang
|
![]() |
![]() |
Ekosistem
intertidal
|
Ekosistem
sawah
|






|


|
|
|
![]() |
|||
![]() |
|||

Skema bentuk-bentuk perairan tawar
b.
Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis mengacu pada banyaknya species yang
terdapat di dalam marga. Keanekaragaman jenis bukan menunjuk pada keanekaragaman
di dalam species tetapi beragamnya species di dalam marga. Faktor yang
berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis adalah adanya komponen pembatas
kehidupan yang dapat berupa faktor fisik, kimiawi, kompetisi antar individu
dalam species, atau antar individu dalam species yang berbeda.
c.
Keanekaragaman Genetik
Keanekaragaman genetik pada dasarnya adalah
keanekaragaman di dalam jenis. Ada
variasi genetis di dalam satu species yang sama yang kemudian dikenal dalam
taksonomi sebagai varietas atau strain. Pada saat ini di dalam varietas sendiri
menunjukan adanya keanekaragaman di dalam gen penyusunnya yang dikenal sebagai
kultivar. Variasi gen di dalam species kemungkinan dapat terjadi secara alami
maun aktivitas teknologi yang di kembangkan manusia. Secara alami dapat terjadi karena proses
geologis, yang mengakibatkan individu dari species yang sama hidup pada habitat
dengan kondisi lingkungn berbeda. Dengan kemampuan adaptasi yang baik dan
dibawah cekaman faktor lingkungan maka dapat memungkinkan terjadinya proses
spesiasi.
4.
Keanekaragaman Hewan
a.
Keanekaragaman tumbuhan
Secara umum keanekaragaman hewan berbanding lurus dengan
keanekaragaman tumbuhan atau dapat dikatakan bahwa di dalam ekosistem dengan
keanekaragaman tumbuhan yang tinggi biasanya akan diikuti oleh keanekaragaman
hewan yang tinggi pula. Ada
pengecualian dalam hal ini yaitu pada ekosistem laut dalam. Pada ekosistem ini
tidak terdapat tumbuhan tetapi ditemukan hewan dengan keanekaragaman yang cukup
tinggi.
Sebaran, pertumbuhan dan perkembangan organisme di alam
sangat tergantung dari ketersediaan pakan atau sumber nutrisi. Di daerah yang
memiliki sumber nutrisi yang banyak akan dihuni oleh banyak jenis dengan
masing-masing jenis berusaha untuk mendominasi ekosistem tersebut. Sebagai contoh
misalnya pada ekosistem peralihan seperti hutan mangrove, dan estuarin.
Ekosistem ini akan dihuni oleh tiga kompona fauna. Pada ekosistem estuarin,
dihuni oleh fauna khas estuarin seperti Nereis
diversicolor, Hydrobia, dan udang
Palaemonetes. Ekosistem ini juga
dihuni oleh organisme laut yang masuk ke estuarin karena prilaku memijah, berburu
atau memang karena fase perkembangannya membutuhkan kondisi salinitas di daerah
estuarin. Beberapa jenis organisme juga karena kemampuan fisik yang terbatas
atau karena memiliki kemampuan adaptasi fisiologis yang baik terhadap perubahan
kadar salinitas perairan (eurihalin)
banyak ditemukan di ekosistem ini. Kebutuhan untuk mendapatkan sumber nutrisi
kadang harus ditempuh dengan usaha adaptasi yang maksimal, baik secara
fisiologis, morfologis maupun adaptasi tingkah laku. Banyak ikan laut yang
bersifat stenohalin, pada saat pasang
tinggi organisme ini akan masuk estuarin untuk berburu makanan dan ketika air
laut surut organisme ini akan kembali kelaut (adaptasi tingkah laku). Beberapa jenis crustacea dan bivalvia yang
hidup di daerah ini juga harus beradaptasi secara morfologi, yaitu dengan
tumbuhnya rambut-rambut halus (setae)
yang terdapat di sekitar celah masuk air ke dalam organ pernafasannya (insang)
sehingga organisme ini masih dapat bertahan hidup meskipun tinggal di habitat
dengan tingkat kekeruhan (turbiditas) tinggi. Tingginya keanekaragaman pada
ekosistem estuarin disebabkan karena pada ekosistem ini dihuni oleh produsen
primer yang berupa fitoplankton dengan jumlah jenis dan densitas yang melimpah.
Pada ekosistem terestrial, hutan hujan tropis dikatakan
sebagai ekosistem yang memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi. Baik
keanekaragaman tumbuhan maupun hewan. Hutan hujan tropis memiliki iklim baik
makro maupun mikro yang sangat menunjang untuk kehidupan berbagai macam jenis
tumbuhan. Tingginya keanekaragaman tumbuhan menjadi kunci awal kehidupan
organisme pada tingkatan trofik di atasnya. Perpindahan materi berlangsung dari
satu tingkatan trofik ke tingkatan trofik berikutnya dan kembali ke produsen
primer membentuk sebuah siklus.
b.
Altitude
Altitude atau dikenal sebagai ketinggian tempat diukur
dari garis pantai. Ketinggian tempat yang berbeda pada daerah tropis akan
berpengaruh terhadap iklim secara makro maupun mikro. Daerah yang berbeda
ketinggian tempat akan memiliki perbedaan intensitas curah hujan, kelembaban,
suhu dan akan berpengaruh juga terhadap banyaknya unsur hara yang tersedia
serta jenis tanah, yang akan berimplikasi pada ketersediaan air dalam tanah dan
pH. Perbedaan parameter-paremeter fisik dan kimiawi lingkungan di wilayah yang
sama tetapi memiliki altitude yang berbeda akan dihuni oleh jenis dengan
variasi yang berbeda pula. Beberapa jenis hewan memiliki kemampuan terbatas
untuk berkembang biak pada daerah dengan altitud tertentu karena faktor suhu
lingkungan. Kondisi ini secara keseluruhan akan meningkatkan keanekaragaman.
Sebagai contoh misalnya Daerah Istimewa Yogyakarta, antara daerah selatan
kabupaten Gunung Kidul, Bantul dan Kulon Progo akan memiliki keanekaragaman
yang berbeda dengan daerah lereng merapi di Sleman. Secara komulatif
keanekaragaman organisme di DIY akan lebih tinggi di banding keanekaragaman di
4 kabupaten tersebut.
c.
Latitude
Latitud merupakan letak geografis suatu wilayah
berdasarkan posisinya pada garis lintang. Berdasarkan latutudenya wilayah di
bumi ini dibagi menjadi tiga yang didasarkan pada makro klimat. Daerah diantara
23½° LU dan 23½° LS dari garis katulistiwa disebut sebagai daerah tropis,
daerah antara 23½° LU sampai 66½° LU
dan antara 23½° LS sampai 66½° LS disebut sebagai daerah sub tropis dan daerah
yang berada diantara 66½° LU sampai 90° LU dan 66½° LS sampai 90° LS disebut
daerah dingin atau kutub.
Letak suatu daerah yang berbeda garis lintang seperti pengelompokan
di atas memiliki kondisi lingkungan yang berbeda. Di Indonesia dengan iklim
tropisnya memungkinkan sebagian besar makhluk hidup dapat hidup dan berkembang dengan baik.
Berbeda dengan daerah sub tropis atau daerah kutub dimana faktor iklim akan
berpengaruh besar pada kemampuan adaptasi organisme untuk hidup pada daerah
ini. Hewan harus memiliki kemampuan adaptasi terhadap turunnya suhu yang sangat
tajam pada musim dingin di daerah substropis atau beradaptasi terhadap kondisi
suhu yang sangat rendah di daerah kutub. Hewan khususnya mamalia harus memiliki
kemampuan adaptasi fisiologis yang baik untuk dapat mengatur metabolisme tubuh
sampai titik yang paling rendah ketika musim dingin yang dikenal sebagai hibernansi.
Organisme juga dapat melakukan adaptasi secara tingkah laku dengan tinggal
digua-gua di dalam tanah untuk meminimalisir pengaruh suhu di luar. Menghadapi
kondisi ini bagi organisme yang tidak memiliki kemampuan fisiologi dalam
mengatur metabolime tubuh harus menyediakan makanan yang cukup untuk melewati
musim dingin. Beberapa organisme seperti beruang kutub memiliki adaptasi secara
morfologis dengan memiliki bulu yang sangat tebal sehingga dapat melindungi
tubuh dari pengaruh suhu luar yang ekstrem rendah. Faktor pembatas di atas akan
berpengaruh terhadap jenis yang hidup di daerah ini. Selain itu, organisme yang
hidup di daerah beriklem subtropis dan kutub juga harus memiliki strategi
reproduksi yang tepat, yang pada akhirnya akan membatasi frekuansi
reproduksinya.
Fenomena pembatas di daerah sub tropis dan daerah kutub
tidak ditemui secara umum di daerah tropis. Reproduksi hewan di daerah tropis
frekuensinya hanya dipengaruhi oleh faktor genetis dan ketersediaan sumber
nutrisi.
d.
Gradien nutrien
Di daerah tropis hubungan antara keanekaragaman hewan
dengan kandungan nutrien tidak linier. Di Indonesia keanekaragaman tinggi
justru pada level intermediet. Keanekaragaman biota hutan hujan tropis tidak
tergantung nutrien tetapi lebih tergantung pada altitude, dan curah hujan. Hal
tersebut dikarenakan ekosistem hutan hujan tropis merupakan ekosistem yang
mantap dan berada pada tingkat homeostatis yang baik. Di daerah sub tropis
gradien nutrien cenderung linier.
e.
Gradien salinitas
Salinitas yang meningkat akan menurunkan keanekaragaman
fauna air tawar dan sebaliknya menurunnya salinitas akan menurunkan
keanekaragaman fauna laut. Pada level salinitas intermediet (estuarin) akan
meningkatkan keanekaragaman
f.
Kepulauan
ü
Pengaruh daratan yang luas
ü
Pengaruh lautan
ü
Pengaruh angin
ü
Pengaruh arus laut
ü
Pengaruh vegetasi
ü
Pengeruh topografi
Daratan yang luas akan memiliki variasi sifat fisik-kimiawi lingkungan
yang akan memfasilitasi dan sekaligus dapat menjadi pembatas bagi kehidupan
organisme
g.
Kedalaman
Pada ekosistem perairan kedalaman
berperan sangat penting terhadap keanekaragaman fauna. Hal ini berhubungan
dengan penetrasi cahaya matahari, suhu perairan dan tekanan hidrostatik.
Semakin dalam ekosistem perairan maka penetrasi cahaya matahari akan semakin
menurun, dan ini akan menurunkan kemampuan produsen primer dalam perairan yaitu
fitoplankton untuk melakukan fotosintesis
yang akhirnya akan menurunkan kemampuan fitoplankton untuk reproduksi.
Densitas fitoplankton yang menurun akan menurunkan sumber makanan bagi fauna
herbivor dan berakibat juga pada penurunan jenis dan densitas fauna herbivor.
Produktivitas primer yang berupa suplai oksigen ke dalam perairan juga menurun
sehingga berpengaruh terhadap aktivitas
respirasi organisme hidup. Semakin meningkatnya kedalaman tekanan hidrostatik
air juga semakin meningkat. Sebagaimana diketahui setiap penurunan 10 meter ke
dalam perairan maka tekanan hidrostatik akan naik 1 atm. Tekanan hidrostatik
yang tinggi akan mempengaruhi membran sel dan pada tekanan tertentu sel bisa
pecah dan berakibat kematian pada organisme.
Kondisi tersebut diatas akan menjadi
faktor pembatas yang sangat berpengaruh besar terhadap keanekaragaman, karena
secara bersama-sama faktor-faktor tersebut menjadi sangat menekan bagi
aktivitas kehidupan.
Keanekaragaman hewan di suatu ekosistem juga
dapat mengalami penurunan yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain:
a.
Proses deterministik (hubungan sebabakibat)
Penurunan diversitas dapat terjadi karena berbagai aktivitas
alamiah maupun karena campur tangan manusia.
b.
Proses Stochastik (peristiwa terjadi secara acak dan
kebetulan)
Proses ini meliputi ketidak pastian
demografik, ketidak pastian lingkungan, bencana alam dan ketidak pastian
genetik. Ketidak pastian demografik biasanya diakibatkan oleh peristiwa random
pada reproduksi dan ketahanan hidup individu sehingga hanya menimbulkan
penurunan keanekaragaman yang relatif kecil yaitu pada organisme dengan
kemampuan reproduksi rendah, jumlah individu kecil dan terdapat barier.
Ketidak pastian lingkungan dapat berupa
perubahan tatanan lingkungan seperti yang terjadi akhir-akhir ini. Musim
kemarau dan penghujan yang tidak menentu, dapat berakibat terhadap perubahan
irama biologis fauna sehingga dapat menurunkan daya hidup dan kemampuan
reproduksi. Aktivitas manusia juga dapat menimbulkan ketidak pastian lingkungan
seperti pembuangan limbah baik limbah rumah tangga maupun industri, penebangan
hutan untuk berbagai kepentingan.
Bencana Alam yang terjadi seperti
tsunami, letusan gunung berapi dapat berakibat terhadap menurunnya
keanekaragaman karena peristiwa tersebut dapat mematikan atau memunahkan
organisme pada daerah yang terkena bencana. Apabila daerah bencana terdapat
species endemis maka species tersebut akan punah.
Ketidak pastian genetik, yang dimaksud
disini adalah menurunnya variasi gen akibat adanya barier fisik. Species yang
memiliki sebaran yang sempit akibat kemampuannya yang terbatas untuk menembus
barier fisik akan menyebabkan perkawinan dalam kelompoknya yang terjadi secara
terus menerus. Tidak terjadi perkawinan dengan sejenisnya yang hidup di tempat
lain. Akibatnya terjadi keseragaman genetis, dan menyebabkan respon species
tersebut terhadap faktor lingkungan juga seragam. Keseragaman ini akan
berakibat fatal apabila suatu saat terjadi perubahan kondisi fisik atau kimiawi
lingkungan yang tidak bisa di tolerir. Species/jenis ini akan punah.
C.
Rangkuman
Keanekaragaman merupakan ungkapan terdapatnya
beranekaragam bentuk, penampilan, densitas dan sifat yang nampak pada berbagai
tingkatan organisasi kehidupan seperti ekosistem, jenis, dan genetik. Tingginya
keanekaragaman organisme dalam suatu ekosistem mencerminkan daya dukung
lingkungan tersebut terhadap kehidupan, sehingga angka indeks keanekaragaman
dapat digunakan sebagai indikator kualitas lingkungan. Keanekaragaman hewan
secara umum berbanding lurus dengan keanekaragaman tumbuhan.
D.
Soal-soal Latihan
1.
Daerah A memiliki 20 jenis, satu jenis dominan. Daerah
B memiliki 12 jenis dan 10 jenis
diantaranya densitasnya hampir sama, diskusikan mana diantara ke dua daerah
tersebut yang memiliki keanekaragaman lebih tinggi
2.
Bila daerah A terdiri dari 15 jenis terdiri dari
tingkatan tropik produsen dan konsumen I. Daerah B terdiri dari 12 jenis yang
terdiri dari produsen dan konsumen tingkat I dan ke II. Diskusikan mana
diantara kedua daerah tersebut yang memiliki keanekaragaman lebih tinggi
E.
Daftar Pustaka
Barus,
I.T.A. (2002). Pengantar Limnologi:Jurusan Biologi FMIPA USU, Medan
Krebs, J.C., 1978. Ecology. The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Harper and
Row Publisher, London .
Nybakken, J.W., 1992. (Terjemahan: H.M. Eidman et al) Biologi Laut Suatu
Pendekatan Ekologis. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Odum, E.P., 1994. Dasar-dasar
Ekologi (terjemahan). Edisi ke tiga. Gadjah
Mada University
Press, Yogyakarta
Zoer´aini
D.I. 2003. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi. PT Bumi Aksara, Jakarta
No comments:
Post a Comment