Thursday, November 9, 2017

KEANEKARAGAMAN HEWAN


A.    Kompetensi yang ingin dicapai
Pembaca diharapkan dapat:
    1. Menjelaskan tentang keanekaragaman secara kritis dan komprehensip
    2. Menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keanekaragaman hewan dalam suatu ekosistem

B.     Uraian Materi
1.      Pendahuluan
Secara geografis Indonesia terletak diantara 23½° LU dan 23½° LS, dan dikategorikan ke dalam wilayah yang beriklim tropis. Posisi geografis tersebut memberikan  banyak keuntungan bagi kehidupan di dalamnya. Parameter fisiko-kimiawi daerah beriklim tropis secara makro cenderung stabil dan memiliki kisaran yang relatif sempit. Daerah tropis hanya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan yang dibedakan hanya dari intensitas hujan, sedangkan
cahaya matahari yang sangat dibutuhkan untuk aktivitas hidup organisme cenderung tidak berbeda signifikan. Kondisi ini akan menciptakan makro klimat yang cenderung stabil dan memfasilitasi untuk tumbuh dan berkembangnya sebagian besar makhuk hidup. Komponen iklim makro yang cenderung stabil antara lain adalah suhu, kelembaban, dan curah hujan.
Stabilitas iklim makro di daerah tropis mengakibatkan daerah ini dihuni oleh banyak jenis makhluk hidup yang masing-masing jenis dapat berkembang dengan baik sehingga densitas terus meningkat (keanekaragaman tinggi). Banyaknya jenis dengan densitas yang terus meningkat akan menyebabkan meningkatnya kompetisi antar jenis dalam satu komunitas atau antar individu dalam populasi baik kompetisi dalam memperebutkan ruang maupun sumber nutrisi. Ketatnya kompetisi tersebut menjadi awal terjadinya distribusi organisme ke berbagai tempat yang secara mikro klimat berada pada kondisi spesifik. Perlu diketahui bahwa meskipun Indonesia secara latitude berada pada daerah beriklim tropis tetapi karena Indonesia merupakan negara kepulauan dan masing-masing memiliki kekhasan terutama adanya zona ketinggian tempat (altitude) maka akan menciptakan adanya variasi iklim mikro. Kombinasi antara kestabilan makro klimat dan adanya variasi mikro klimat menyebabkan Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati yang tinggi.
2.      Konsep Jenis
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa makin besar jumlah jenis maka makin besar pula keanekaragaman hayati. Berdasar pada pendapat tersebut meskipun tidak selalu benar tetapi jenis menjadi salah satu organisasi kehidupan yang memiliki arti sangat penting dalam keanekaragaman.
Apabila mendengar kata "jenis", banyak orang yang selalu mengidentikkan dengan species. Sama dengan pendapat spontan mengenai keanekaragaman, konsep jenis yang diartikan sama dengan species juga tidak selalu benar. Secara ekologis jenis dapat berarti dua hal yaitu jenis dalam arti taksonomis dan jenis dalam arti peran. Dalam arti taksonomis jenis berarti species. Dalam arti peran organisme dikatakan sejenis apabila mereka memiliki peran yang sama dalam ekosistem. Peran yang sama dapat terdiri dari organisme satu species, satu varietas satu strain atau pada tingkatan taksa di atas species seperti genus, famili atau  ordo. Bahkan pada tataran tekhnis sering karena alasan keterbatasan kemampuan identifikasi, organisme yang bukan satu species dan belum tentu memiliki peran yang sama dikelompokan dalam organisme yang sejenis. Sebagai contoh misalnya stadia larva atau nauplius dari copepoda akan sulit menentukan apakah nauplius atau larva dari copepoda tersebut merupakan larva dari genus Cyclops, Mesocyclops, Calanus, Diaptomus atau genus Copepoda yang lain. Kesulitan tersebut menyebabkan peneliti mengelompokan stadia nauplius dari copepoda tersebut dikelompokan menjadi satu jenis.
Pandangan bahwa jenis identik dengan species bermula dari konsep species yang didefinisikan bahwa organisme dikatakan satu species apabila organisme tersebut memiliki kesamaan baik secara morfologi, anatomi, maupun fisiologi. Sifat-sifat tadi juga dimiliki oleh keturunannya. Organisme satu species memiliki jumlah kromosom yang sama, dan bila antar anggautanya melakukan perkawinan akan menghasilkan keturunan yang vertil. Berdasarkan divinisi tersebut maka organisme yang satu species dalam habitat alamiahnya akan memiliki peran yang sama di dalam lingkungan tempat hidupnya tersebut.

3.      Keanekaragaman
Keanekaragaman merupakan ungkapan terdapatnya beranekaragam bentuk, penampilan, densitas dan sifat yang nampak pada berbagai tingkatan organisasi kehidupan seperti ekosistem, jenis, dan genetik. Nilai keanekaragaman  ditentukan dengan menggunakan angka indeks. Umumnya menggunakan angka indeks dari Shanon-Wiener atau dengan indeks keanekaragaman Simson.
Penentuan keanekaragaman menurut Shanon-Wiener:
H' =  - ( å pi ln pi )
Keterangan :
H' =  Indeks keanekaragaman
Pi =  Probabilitas penting untuk tiap jenis/species = ni/N
ni =  Jumlah individu dari jenis/species ke i
N =  Jumlah seluruh individu
Penentuan keanekaragaman menurut Simpson:
D =  1 – C
Keterangan:
D  =  Indeks keanekaragaman
C  =  Indeks dominansi
Indeks dominansi menggambarkan komposisi species dalam komunitas dan menurut Simpson dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

C  =  ∑ (ni∕ N) 2
Keterangan:
C  =  Indeks dominansi
ni  =  Jumlah individu jenis/species ke i
Ni =  Jumlah total seluruh individu
Mengacu pada penentuan nilai keanekaragaman seperti di atas maka keanekaragaman tidak hanya ditentukan oleh banyaknya jenis atau species yang hidup pada suatu ekosistem saja tetapi juga dipengaruhi oleh banyaknya individu dari masing-masing jenis atau species (densitasnya).
Dalam ekosistem dengan faktor pembatas fisik dan kimiawi yang sangat menekan, cenderung akan dihuni oleh sedikit species dengan munculnya species yang dominan. Hal tersebut sesuai dengan kaidah ekologi bahwa di dalam suatu lingkungan dengan faktor pembatas tertentu maka lingkungan tersebut akan dihuni oleh species-species yang memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap faktor pembatas yang ada, sedangkan species yang memiliki rentangan adaptasi terbatas terhadap faktor lingkungan tersebut akan mati atau pindah mencari tempat lain yang memiliki kondisi lingkungan lebih baik. Bagi species yang mampu beradaptasi maka akan terjadi ledakan populasi karena tersedia ruang dan sumber energi yang melimpah karena kompetitor dan mungkin juga predatornya semakin berkurang. Sebagai contoh adalah ledakan populasi (blooming) algae Cyanophyta di suatu perairan yang mengalami pengkayaan bahan organik sangat tinggi (eutrofikasi). Dalam lingkungan yang memiliki kondisi fisik dan kimiawi yang baik akan dihuni oleh banyak species tetapi umumnya tidak ditemukan species dengan densitas yang melimpah (dominan).
a.       Keanekaragaman Ekosistem
Keanekaragaman ekosistem merupakan pernyataan  tentang terdapatnya berbagai macam keragaman ekosistem yang didasarkan pada adanya variasi komponen-komponen penyusun ekosistem. Sebagaimana diketahui bahwa ekosistem merupakan satu kesatuan utuh antara makhluk hidup dengan lingkungannya, baik lingkungan biotik maupun abiotik dan komponen-komponen tersebut saling berinteraksi di dalamnya. Faktor fisiko-kimiawi suatu ekosistem akan berpengaruh terhadap kehidupan di dalam ekosistem. Makhluk hidup di dalam ekosistem juga saling berinteraksi antar mereka, sehingga keberadaan, perkombangan dan pola distribusinya selain dipengaruhi oleh lingkungan abiotiknya juga sangan ditentukan oleh komposisi lingkungan biotiknya.
Kenyataan terdapatnya lingkungan dengan kombinasi parameter fisik dan kimiawi yang berbeda akan dihuni oleh jenis yang berbeda menyebabkan ekosistem menjadi beranekaragam. Dalam satu tipe ekosistem tertentu akan terdiri dari kombinasi organisme dan unsur lingkungan yang khas, yang berbeda dengan susunan kombinasi ekosistem yang lain. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman ekosistem yang cukup banyak, baik yang alamiah maupun yang binaan atau buatan.
Secara garis besar ekosistem di alam terdiri dari  ekosistem terrestrial aquatik, dan ekoton atau ekosistem peralihan antara ekosistem terestrial dan aquatik. Secara lebih rinci karena banyaknya perbedaan, ekosistem terestrial terdiri dari ekosistem hutan hujan tropis, ekosistem savana, ekosistem sawah, kebun, pekarangan dan lain-lain. Termasuk dalam ekosistem peralihan antar lain adalah ekosistem pesisir, dan ekosistem hutan mangrove.
Ekosistem aquatik berdasarkan perbedaan komponen kimiawi  penyusun salinitas dibedakan menjadi ekosistem laut, estuarin, dan ekosistem perairan tawar. Ekosistem laut masih dikelompokan lagi ke dalam ekosistem terumbu karang, ekosistem intertidal, ekosistem laut dalam dan ekosistem limnetik. Ekosistem intertidal terdiri dari ekositem intertidal berbatu, berpasir (pasir putih dan pasir hitam), dan ekosistem intertidal berlumpur. Ekosistem perairan tawar secara skematis dapat dilihat pada bagan.

Ekosistem Mangrove
Ekosistem terumbu karang
Ekosistem intertidal
Ekosistem sawah

 











SUNGAI
 
                                                               
PERMANEN
 
DALAM
 
DANGKAL
 
                                      
 









                         
Skema bentuk-bentuk perairan tawar
b.      Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis mengacu pada banyaknya species yang terdapat di dalam marga. Keanekaragaman jenis bukan menunjuk pada keanekaragaman di dalam species tetapi beragamnya species di dalam marga. Faktor yang berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis adalah adanya komponen pembatas kehidupan yang dapat berupa faktor fisik, kimiawi, kompetisi antar individu dalam species, atau antar individu dalam species yang berbeda.
c.       Keanekaragaman Genetik
Keanekaragaman genetik pada dasarnya adalah keanekaragaman di dalam jenis. Ada variasi genetis di dalam satu species yang sama yang kemudian dikenal dalam taksonomi sebagai varietas atau strain. Pada saat ini di dalam varietas sendiri menunjukan adanya keanekaragaman di dalam gen penyusunnya yang dikenal sebagai kultivar. Variasi gen di dalam species kemungkinan dapat terjadi secara alami maun aktivitas teknologi yang di kembangkan manusia.  Secara alami dapat terjadi karena proses geologis, yang mengakibatkan individu dari species yang sama hidup pada habitat dengan kondisi lingkungn berbeda. Dengan kemampuan adaptasi yang baik dan dibawah cekaman faktor lingkungan maka dapat memungkinkan terjadinya proses spesiasi.

4.      Keanekaragaman Hewan
Indonesia memiliki keanekaragaman fauna (hewan) dengan jumlah jenis dan densitas yang cukup besar. Dari jenisnya saja diperkirakan Indonesia yang hanya memiliki luas wilayah 2% dari luas dunia, memiliki 300.000 jenis atau 15% dari total fauna dunia. Keanekaragaman jenis fauna yang besar ini disebabkan karena Indonesi terdiri dari negara kepulauan dan antar beberapa pulau memiliki sejarah geologik yang berbeda. Ada beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab Besarnya keanekaragaman fauna di Indonesia, antara lain:
a.       Keanekaragaman tumbuhan
Secara umum keanekaragaman hewan berbanding lurus dengan keanekaragaman tumbuhan atau dapat dikatakan bahwa di dalam ekosistem dengan keanekaragaman tumbuhan yang tinggi biasanya akan diikuti oleh keanekaragaman hewan yang tinggi pula. Ada pengecualian dalam hal ini yaitu pada ekosistem laut dalam. Pada ekosistem ini tidak terdapat tumbuhan tetapi ditemukan hewan dengan keanekaragaman yang cukup tinggi.
Sebaran, pertumbuhan dan perkembangan organisme di alam sangat tergantung dari ketersediaan pakan atau sumber nutrisi. Di daerah yang memiliki sumber nutrisi yang banyak akan dihuni oleh banyak jenis dengan masing-masing jenis berusaha untuk mendominasi ekosistem tersebut. Sebagai contoh misalnya pada ekosistem peralihan seperti hutan mangrove, dan estuarin. Ekosistem ini akan dihuni oleh tiga kompona fauna. Pada ekosistem estuarin, dihuni oleh fauna khas estuarin seperti Nereis diversicolor, Hydrobia, dan udang Palaemonetes. Ekosistem ini juga dihuni oleh organisme laut yang masuk ke estuarin karena prilaku memijah, berburu atau memang karena fase perkembangannya membutuhkan kondisi salinitas di daerah estuarin. Beberapa jenis organisme juga karena kemampuan fisik yang terbatas atau karena memiliki kemampuan adaptasi fisiologis yang baik terhadap perubahan kadar salinitas perairan (eurihalin) banyak ditemukan di ekosistem ini. Kebutuhan untuk mendapatkan sumber nutrisi kadang harus ditempuh dengan usaha adaptasi yang maksimal, baik secara fisiologis, morfologis maupun adaptasi tingkah laku. Banyak ikan laut yang bersifat stenohalin, pada saat pasang tinggi organisme ini akan masuk estuarin untuk berburu makanan dan ketika air laut surut organisme ini akan kembali kelaut (adaptasi tingkah laku).  Beberapa jenis crustacea dan bivalvia yang hidup di daerah ini juga harus beradaptasi secara morfologi, yaitu dengan tumbuhnya rambut-rambut halus (setae) yang terdapat di sekitar celah masuk air ke dalam organ pernafasannya (insang) sehingga organisme ini masih dapat bertahan hidup meskipun tinggal di habitat dengan tingkat kekeruhan (turbiditas) tinggi. Tingginya keanekaragaman pada ekosistem estuarin disebabkan karena pada ekosistem ini dihuni oleh produsen primer yang berupa fitoplankton dengan jumlah jenis dan densitas yang melimpah.
Pada ekosistem terestrial, hutan hujan tropis dikatakan sebagai ekosistem yang memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi. Baik keanekaragaman tumbuhan maupun hewan. Hutan hujan tropis memiliki iklim baik makro maupun mikro yang sangat menunjang untuk kehidupan berbagai macam jenis tumbuhan. Tingginya keanekaragaman tumbuhan menjadi kunci awal kehidupan organisme pada tingkatan trofik di atasnya. Perpindahan materi berlangsung dari satu tingkatan trofik ke tingkatan trofik berikutnya dan kembali ke produsen primer membentuk sebuah siklus.

b.      Altitude
Altitude atau dikenal sebagai ketinggian tempat diukur dari garis pantai. Ketinggian tempat yang berbeda pada daerah tropis akan berpengaruh terhadap iklim secara makro maupun mikro. Daerah yang berbeda ketinggian tempat akan memiliki perbedaan intensitas curah hujan, kelembaban, suhu dan akan berpengaruh juga terhadap banyaknya unsur hara yang tersedia serta jenis tanah, yang akan berimplikasi pada ketersediaan air dalam tanah dan pH. Perbedaan parameter-paremeter fisik dan kimiawi lingkungan di wilayah yang sama tetapi memiliki altitude yang berbeda akan dihuni oleh jenis dengan variasi yang berbeda pula. Beberapa jenis hewan memiliki kemampuan terbatas untuk berkembang biak pada daerah dengan altitud tertentu karena faktor suhu lingkungan. Kondisi ini secara keseluruhan akan meningkatkan keanekaragaman. Sebagai contoh misalnya Daerah Istimewa Yogyakarta, antara daerah selatan kabupaten Gunung Kidul, Bantul dan Kulon Progo akan memiliki keanekaragaman yang berbeda dengan daerah lereng merapi di Sleman. Secara komulatif keanekaragaman organisme di DIY akan lebih tinggi di banding keanekaragaman di 4 kabupaten tersebut.

c.       Latitude
Latitud merupakan letak geografis suatu wilayah berdasarkan posisinya pada garis lintang. Berdasarkan latutudenya wilayah di bumi ini dibagi menjadi tiga yang didasarkan pada makro klimat. Daerah diantara 23½° LU dan 23½° LS dari garis katulistiwa disebut sebagai daerah tropis, daerah antara   23½° LU sampai 66½° LU dan antara 23½° LS sampai 66½° LS disebut sebagai daerah sub tropis dan daerah yang berada diantara 66½° LU sampai 90° LU dan 66½° LS sampai 90° LS disebut daerah dingin atau kutub.
Letak suatu daerah yang berbeda garis lintang seperti pengelompokan di atas memiliki kondisi lingkungan yang berbeda. Di Indonesia dengan iklim tropisnya memungkinkan sebagian besar makhluk hidup   dapat hidup dan berkembang dengan baik. Berbeda dengan daerah sub tropis atau daerah kutub dimana faktor iklim akan berpengaruh besar pada kemampuan adaptasi organisme untuk hidup pada daerah ini. Hewan harus memiliki kemampuan adaptasi terhadap turunnya suhu yang sangat tajam pada musim dingin di daerah substropis atau beradaptasi terhadap kondisi suhu yang sangat rendah di daerah kutub. Hewan khususnya mamalia harus memiliki kemampuan adaptasi fisiologis yang baik untuk dapat mengatur metabolisme tubuh sampai titik yang paling rendah ketika musim dingin yang dikenal sebagai  hibernansi. Organisme juga dapat melakukan adaptasi secara tingkah laku dengan tinggal digua-gua di dalam tanah untuk meminimalisir pengaruh suhu di luar. Menghadapi kondisi ini bagi organisme yang tidak memiliki kemampuan fisiologi dalam mengatur metabolime tubuh harus menyediakan makanan yang cukup untuk melewati musim dingin. Beberapa organisme seperti beruang kutub memiliki adaptasi secara morfologis dengan memiliki bulu yang sangat tebal sehingga dapat melindungi tubuh dari pengaruh suhu luar yang ekstrem rendah. Faktor pembatas di atas akan berpengaruh terhadap jenis yang hidup di daerah ini. Selain itu, organisme yang hidup di daerah beriklem subtropis dan kutub juga harus memiliki strategi reproduksi yang tepat, yang pada akhirnya akan membatasi frekuansi reproduksinya.
Fenomena pembatas di daerah sub tropis dan daerah kutub tidak ditemui secara umum di daerah tropis. Reproduksi hewan di daerah tropis frekuensinya hanya dipengaruhi oleh faktor genetis dan ketersediaan sumber nutrisi.

d.       Gradien nutrien
Di daerah tropis hubungan antara keanekaragaman hewan dengan kandungan nutrien tidak linier. Di Indonesia keanekaragaman tinggi justru pada level intermediet. Keanekaragaman biota hutan hujan tropis tidak tergantung nutrien tetapi lebih tergantung pada altitude, dan curah hujan. Hal tersebut dikarenakan ekosistem hutan hujan tropis merupakan ekosistem yang mantap dan berada pada tingkat homeostatis yang baik. Di daerah sub tropis gradien nutrien cenderung linier.

e.       Gradien salinitas
Salinitas yang meningkat akan menurunkan keanekaragaman fauna air tawar dan sebaliknya menurunnya salinitas akan menurunkan keanekaragaman fauna laut. Pada level salinitas intermediet (estuarin) akan meningkatkan keanekaragaman

f.       Kepulauan
Ada kecenderungan kepulauan yang besar memiliki keanekaragaman yang tinggi. Hal ini disebabkan karena tersedianya ruang yang luas dan adanya variasi iklim fisis, yaitu iklim yang pembagian daerahnya di dasarkan pada kenyataan yang sesungguhnya akibat pengaruh dari lingkungan fisis yang dapat berupa
ü  Pengaruh daratan yang luas
ü  Pengaruh lautan
ü  Pengaruh angin
ü  Pengaruh arus laut
ü  Pengaruh vegetasi
ü  Pengeruh topografi
Daratan yang luas akan memiliki variasi sifat fisik-kimiawi lingkungan yang akan memfasilitasi dan sekaligus dapat menjadi pembatas bagi kehidupan organisme
g.      Kedalaman
Pada ekosistem perairan kedalaman berperan sangat penting terhadap keanekaragaman fauna. Hal ini berhubungan dengan penetrasi cahaya matahari, suhu perairan dan tekanan hidrostatik. Semakin dalam ekosistem perairan maka penetrasi cahaya matahari akan semakin menurun, dan ini akan menurunkan kemampuan produsen primer dalam perairan yaitu fitoplankton untuk melakukan fotosintesis  yang akhirnya akan menurunkan kemampuan fitoplankton untuk reproduksi. Densitas fitoplankton yang menurun akan menurunkan sumber makanan bagi fauna herbivor dan berakibat juga pada penurunan jenis dan densitas fauna herbivor. Produktivitas primer yang berupa suplai oksigen ke dalam perairan juga menurun sehingga berpengaruh terhadap  aktivitas respirasi organisme hidup. Semakin meningkatnya kedalaman tekanan hidrostatik air juga semakin meningkat. Sebagaimana diketahui setiap penurunan 10 meter ke dalam perairan maka tekanan hidrostatik akan naik 1 atm. Tekanan hidrostatik yang tinggi akan mempengaruhi membran sel dan pada tekanan tertentu sel bisa pecah dan berakibat kematian pada organisme.
Kondisi tersebut diatas akan menjadi faktor pembatas yang sangat berpengaruh besar terhadap keanekaragaman, karena secara bersama-sama faktor-faktor tersebut menjadi sangat menekan bagi aktivitas kehidupan.
Keanekaragaman hewan di suatu ekosistem juga dapat mengalami penurunan yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
a.       Proses deterministik (hubungan sebabakibat)
Penurunan diversitas dapat terjadi karena berbagai aktivitas alamiah maupun karena campur tangan manusia. 
b.      Proses Stochastik (peristiwa terjadi secara acak dan kebetulan)
Proses ini meliputi ketidak pastian demografik, ketidak pastian lingkungan, bencana alam dan ketidak pastian genetik. Ketidak pastian demografik biasanya diakibatkan oleh peristiwa random pada reproduksi dan ketahanan hidup individu sehingga hanya menimbulkan penurunan keanekaragaman yang relatif kecil yaitu pada organisme dengan kemampuan reproduksi rendah, jumlah individu kecil dan terdapat barier.
Ketidak pastian lingkungan dapat berupa perubahan tatanan lingkungan seperti yang terjadi akhir-akhir ini. Musim kemarau dan penghujan yang tidak menentu, dapat berakibat terhadap perubahan irama biologis fauna sehingga dapat menurunkan daya hidup dan kemampuan reproduksi. Aktivitas manusia juga dapat menimbulkan ketidak pastian lingkungan seperti pembuangan limbah baik limbah rumah tangga maupun industri, penebangan hutan untuk berbagai kepentingan.
Bencana Alam yang terjadi seperti tsunami, letusan gunung berapi dapat berakibat terhadap menurunnya keanekaragaman karena peristiwa tersebut dapat mematikan atau memunahkan organisme pada daerah yang terkena bencana. Apabila daerah bencana terdapat species endemis maka species tersebut akan punah.
Ketidak pastian genetik, yang dimaksud disini adalah menurunnya variasi gen akibat adanya barier fisik. Species yang memiliki sebaran yang sempit akibat kemampuannya yang terbatas untuk menembus barier fisik akan menyebabkan perkawinan dalam kelompoknya yang terjadi secara terus menerus. Tidak terjadi perkawinan dengan sejenisnya yang hidup di tempat lain. Akibatnya terjadi keseragaman genetis, dan menyebabkan respon species tersebut terhadap faktor lingkungan juga seragam. Keseragaman ini akan berakibat fatal apabila suatu saat terjadi perubahan kondisi fisik atau kimiawi lingkungan yang tidak bisa di tolerir. Species/jenis ini akan punah.

C.     Rangkuman
Keanekaragaman merupakan ungkapan terdapatnya beranekaragam bentuk, penampilan, densitas dan sifat yang nampak pada berbagai tingkatan organisasi kehidupan seperti ekosistem, jenis, dan genetik. Tingginya keanekaragaman organisme dalam suatu ekosistem mencerminkan daya dukung lingkungan tersebut terhadap kehidupan, sehingga angka indeks keanekaragaman dapat digunakan sebagai indikator kualitas lingkungan. Keanekaragaman hewan secara umum berbanding lurus dengan keanekaragaman tumbuhan.
D.    Soal-soal Latihan
1.      Daerah A memiliki 20 jenis, satu jenis dominan. Daerah B memiliki 12  jenis dan 10 jenis diantaranya densitasnya hampir sama, diskusikan mana diantara ke dua daerah tersebut yang memiliki keanekaragaman lebih tinggi
2.      Bila daerah A terdiri dari 15 jenis terdiri dari tingkatan tropik produsen dan konsumen I. Daerah B terdiri dari 12 jenis yang terdiri dari produsen dan konsumen tingkat I dan ke II. Diskusikan mana diantara kedua daerah tersebut yang memiliki keanekaragaman lebih tinggi 









E.     Daftar Pustaka
Barus, I.T.A. (2002). Pengantar Limnologi:Jurusan Biologi FMIPA USU, Medan 

Krebs, J.C., 1978. Ecology. The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Harper and Row Publisher, London.

Nybakken, J.W., 1992. (Terjemahan: H.M. Eidman et al) Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Odum, E.P., 1994. Dasar-dasar Ekologi (terjemahan). Edisi ke tiga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Zoer´aini D.I. 2003. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi. PT Bumi Aksara, Jakarta


No comments:

Post a Comment

Post Terbaru

  الطريقة   المادة الترتيب (أقوم أمام الباب قائلا)   إلقاء السّلام ...