Tuesday, July 24, 2012

QIYAS

BAB I
PENDAHULUAN

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An-nisa’ : 59)



            Qiyas adalah hukum keempat setelah Al-Quran, hadits dan ijma’. Pentingnya pengetahuan kita tentang Qiyas adalah sangat di butuhkan karena dengan pahamnya kita tentang Qiyas kita dapat menjalankan segala kewajiban kita dengan penuh keyakinan yang sangat menunjang kekhusyuan kita dalam beribadah.
Walaupun banyak sekali kita dapatkan sekarang ini masalah-masalah yang kadang membuat kita ragu untuk melaksanakannya sehingga segala sesuatu biasa menjadi terhambat terutama masalah ibadah kepada Allah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.     .Pengertian Qiyas dan kedudukannya
            Pengertian Qiyas menurut ulama’ ushul ialah menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada hukum nashnya dalam Al-Qur’an dan hadits dengan cara membandingkannyadengan sesuatu yang di tetapkan hukumnya berdasarkan nash.Mereka juga membuat defenisi lain : Qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat hukumn.
            Dengan cara Qiyas berarti para mujtahid telah mengembalikan ketentuan hukum seauatu kepada sumbernya Al-Qur’an dan hadits. Sebab hukum islam, kadang tersurat jelas dalam nash Al-Qur’an atau hadits, kadang juga brsifat implisit analogi terkandung dalam nash tersebut. Mengenai Qiyas ini imam Syafi’I mengatakan : Setiap paristiwa pasti ada kepastian hukum dan umat islam, wajib melaksanakannya. Akan tetapi jika tidak ada ketentuan hukumya yang pasti, maka harus di cari pendekatan yang sah, yaitu dengan ijtihad. Dan ijtihad itu adalah Qiyas jadi hukum islam itu adakala dapat di ketahui melalui bumyi nash, yakni hukum-hukum yang secara tegas tersurat dalam Al-Qur’an dan hadits, adakalanya harus digali melalui kejelian memahami makna dan kandungan nash. Yang demikian itu dapat di peroleh melalui pendekatan Qiyas.
Qiyas juga menurut bahasa Arab berarti menyamakan, membandingkan atau mengukur, seperti menyamakan si A dengan si B, karena kedua orang itu mempunyai tinggi yang sama, bentuk tubuh yang sama, wajah yang sama dan sebagainya. Qiyas juga berarti mengukur, seperti mengukur tanah dengan meter atau alat pengukur yang lain. Demikian pula membandingkan sesuatu dengan yang lain dengan mencari persamaan-persamaannya.
Menurut para ulama ushul fiqh, ialah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkannya kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan 'illat antara kedua kejadian atau peristiwa itu.
Telah terjadi suatu kejadian atau peristiwa yang perlu ditetapkan hukumnya, tetapi tidak ada nash yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkannya. Untuk menetapkan hukumnya dapat ditempuh dengan cara qiyas, yaitu dengan mencari peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash, serta antara kedua kejadian atau peristiwa itu ada persamaan 'illat. Jadi suatu qiyas hanya dapat dilakukan apabila telah diyakini bahwa benar-benar tidak ada satupun nash yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan hukum suatu peristiwa atau kejadian. Karena itu tugas pertama yang harus dilakukan oleh seorang yang akan melakukan qiyas, ialah mencari: apakah ada nash yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan hukum dari peristiwa atau kejadian. Jika telah diyakini benar tidak ada nash yang dimaksud barulah dilakukan qiyas. Agar lebih mudah memahaminya dikemukakan contoh-contoh berikut:
Ça. Minum narkotik adalah suatu perbuatan yang perlu diterapkan hukumnya, sedang tidak satu nashpun yang dapat dijadikan sebagai dasar hukumnya. Untuk menetapkan hukumnya dapat ditempuh cara qiyas dengan mencari perbuatan yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash, yaitu perbuatan minum khamr, yang diharamkan berdasar firman Allah SWT.
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minum) khamr; berjudi, menyembah patung dan mengundi nasib dengan anak panah tidak lain hanyalah suatu yang kotor, termasuk perbuatan syaitan, karena itu hendaklah kamu jauhi agar kamu mendapat keberuntungan." (al-Mâidah: 90)
Antara minum narkotik dan minum khamr ada persamaan, illatnya, yaitu sama-sama berakibat memabukkan para peminumnya, sehingga dapat merusak akal. Berdasarkan persamaan 'illat itu ditetapkanlah hukum meminum narkotik itu yaitu haram, sebagaimana haramnya meminum khamr.
b. Si A telah menerima wasiat dari B bahwa ia akan menerima sebidang tanah yang telah ditentukan, jika B meninggal dunia. A ingin segera memperoleh tanah yang diwasiatkan, karena itu dibunuhnyalah B. Timbul persoalan: Apakah A tetap memperoleh tanah yang diwasiatkan itu? Untuk menetapkan hukumnya dicarilah kejadian yang lain yang ditetapkan hukumnya berdasar nash dan ada pula persamaan 'illatnya. Perbuatan itulalah pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris terhadap orang yang akan diwarisinya, karena ingin segera memperoleh harta warisan.
Sehubungan dengan itu Rasulullah SAW bersabda:
القاتل لا يرث (رواه الترمذي)
Artinya: "Orang yang membunuh (orang yang akan diwarisinya) tidak berhak mewarisi." (HR. Tirmidzi)
Antara kedua peristiwa itu ada persamaan 'illatnya, yaitu ingin segera memperoleh sesuatu sebelum sampai waktu yang ditentukan. Berdasarkan persamaan 'illat itu dapat ditetapkan hukum bahwa si A haram memperoleh tanah yang diwariskan B untuknya, karena ia telah membunuh orang yang telah berwasiat untuknya, sebagaimana orang yang membunuh orang yang akan diwarisinya, diharamkan memperolah harta warisan dari orang yang telah dibunuhnya.
c. Terus melakukan sesuatu pekerjaan, seperti mencangkul di sawah, bekerja di kantor, dan sebagainya setelah mendengar adzan untuk melakukan shalat Jum'at belum ditetapkan hukumnya. Lalu dicari perbuatan lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash dan ada pula persamaan 'illatnya, yaitu terus menerus melakukan jual beli setelah mendengar adzan Jum'at, yang hukumnya makruh. Berdasar firman AIIah SWT:
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila diserukan (adzan) untuk sembahyang hari Jum'at, maka hendaklah segera mengingat Allah (shalat Jum'at) dan meninggalkan jual-beli. Yang demikian itu lebih baik untukmu jika kamu mengetahui." (al-Jumu'ah: 9)
Antara kedua pekerjaan itu ada persamaan 'illatnya, karena itu dapat pula ditetapkan hukum mengerjakan suatu pekerjaan setelah mendengar adzan Jum'at, yaitu makruh seperti hukum melakukan jual-beli setelah mendengar adzan Ju'mat.
Dari contoh-contoh di atas dapat dilihat bahwa dalam melakukan qiyas ada satu peristiwa atau kejadian yang perlu ditetapkan hukumnya sedang tidak ada satupun nash yang dapat dijadikan dasar hukumnya untuk menetapkan hukum dari peristiwa atau kejadian itu, dicarilah peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash. Kedua peristiwa atau kejadian itu mempunyai 'illat yang sama pula. Kemudian ditetapkanlah hukum peristiwa atau kejadian yang pertama sama dengan hukum peristiwa atau kejadian yang kedua.

B.  Syarat-syarat Qiyas
            Utuk dapat melakukan Qiyas terhadap seutu masalah yang belum ada ketentuannya dalam Al-Qur’an dan hadits harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Hendaklah hukum asalnya tidak berubah-ubah atau belum dinasakhkan artinya hukum
yang tetap berlaku.
b. Asal serta hukumnya sudah ada ketentuan menurut agama artinya sudah ada                     menurut ketegasan Al-Qur’an dan hadits    
c. Hendaklah hukum yang berlaku pada asal berlaku pula Qiyas, artinya hukum asal itu dapat diperlakukan pada Qiyas.
d. Tidak boleh hukum furu’ (cabang) terdahulu pada hukum asal, karena untuk menetapkan hukum berdasarkan kepada illatnya.
e. Hendaklah sama illat yang ada pada furu’ dengan illat yang ada pada asal.
f. Hukum yang ada pada furu’ hendaklah sama dengan hukum yang ada pada asal. Artinya tadak boleh hukum furu’ menyalahi hukum asal.
g. tiap-tiap ada illat ada hukum dan tidak ada illat tidak ada hukum. Artinya illat itu selalu ada.
h. Tidak boleh illat itu bertentangan menurut ketentuan-ketentuan agama, artinya tidak boleh menyalahi kitab dan sunnah.  
                 
 
C.         Rukun Qiyas
            Bedasarkan defenisibahwa qiyas ialah mempesamakan hukum sesuatu peristiwa yang tidak ada nashnya dengan suatu hukum peristiwa yang ada nashnya, karena ‘illat seupa ‘maka rukun qiyas ada empat:
  1. Al-ashl (الأصل) yaitu dasar, titik tolak dimana suatu masalah itu dapat disamakan (musabbah bih)
  2. Al-furu’ (الفرع) suatu masalah yang akan diqiyaskan disamakan dengan asal tadi disebut musyabbah.
  3.  ‘Illat (العلة) suatu sebab  yagn menjdikan adanya hukum sesuatu dengan persamaan sebab inilah bru dapat diqiyaskn masalah kedua(furu’) kepada masalah yang pertama (asal) karena adanya suatu sebab yang dapat dikompromikan antara asal dan furu’.
  4. Hukum (الحكم) yaitu ketentuan yang ditetapkan pada furu’ bila sudah ada ketetapan hukumnya pada asal, disebut buahnya.
Pokok masalah dalam al-qur’an dan al-hadits
Hukum yang ada dalam al-qur’an
Cabang hubungan kasus baru
Sebab (‘illah) antara asal dengan kasus
Hukum yang didapat dari qiyas
1.khomer

2.Ras/gandum

3.Meatakan “ah” kepada orang tua
Haram

Wajib zakat

Haram



Minuman sesuatu yang memabukkan
Jagung, ubi, sagu, dll.
Memukul, menampar dsb.


Merusak akal

Mengenyangkan

Menyakiti



Haram

Wajib zakat

Haram

 Contoh penerapan qiyas dalam istinbat hukum syara’

 Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Al-Maidah: 90)

Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'. (Al-Baqarah: 43)
Artinya: Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Al-Isra’: 23)

BAB III
KESIMPULAN
           
Sebagian besar para ulama fiqh dan para pengikut madzhab yang empat sependapat bahwa qiyas dapat dijadikan salah satu dalil atau dasar hujjah dalam menetapkan hukum dalam ajaran Islam. Hanya mereka berbeda pendapat tentang kadar penggunaan qiyas atau macam-macam qiyas yang boleh digunakan dalam mengistinbathkan hukum, ada yang membatasinya dan ada pula yang tidak membatasinya, namun semua mereka itu barulah melakukan qiyas apabila ada kejadian atau peristiwa tetapi tidak diperoleh satu nashpun yang dapat dijadikan dasar
BAB IV
PENUTUP
            Demikianlah makalah ini kami buat untuk sedikit membuka pengetahuan kita mengenai Qiyas yang mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua. Akan tetapi pemakalh sepenuhnya bahwa makalah ini jeuh daru smpurna. Untuk itu saran dan kritik dari kawan-kawan sekalian sangat dinantikan demi pengetahuan kami selanjutnya.

                             
DAFTAR PUSTAKA:
  • Zahrah Abu Muhammad, Ushul fiqh.Pustaka Firdaus,Jakarta, 2005.
  • Bakry Nazar, Fiqih dan Ushul fiqih, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2003.   

No comments:

Post a Comment

Post Terbaru

  الطريقة   المادة الترتيب (أقوم أمام الباب قائلا)   إلقاء السّلام ...