BAB I
PENDAHULUAN
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah
dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
(An-nisa’ : 59)
Qiyas adalah hukum keempat
setelah Al-Quran, hadits dan ijma’. Pentingnya pengetahuan kita tentang Qiyas
adalah sangat di butuhkan karena dengan pahamnya kita tentang Qiyas kita dapat
menjalankan segala kewajiban kita dengan penuh keyakinan yang sangat menunjang
kekhusyuan kita dalam beribadah.
Walaupun banyak sekali kita
dapatkan sekarang ini masalah-masalah yang kadang membuat kita ragu untuk
melaksanakannya sehingga segala sesuatu biasa menjadi terhambat terutama
masalah ibadah kepada Allah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. .Pengertian Qiyas dan kedudukannya
Pengertian Qiyas menurut ulama’ ushul ialah menerangkan
hukum sesuatu yang tidak ada hukum nashnya dalam Al-Qur’an dan hadits dengan
cara membandingkannyadengan sesuatu yang di tetapkan hukumnya berdasarkan
nash.Mereka juga membuat defenisi lain : Qiyas adalah menyamakan sesuatu yang
tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya
persamaan illat hukumn.
Dengan cara Qiyas berarti para mujtahid telah
mengembalikan ketentuan hukum seauatu kepada sumbernya Al-Qur’an dan hadits.
Sebab hukum islam, kadang tersurat jelas dalam nash Al-Qur’an atau hadits,
kadang juga brsifat implisit analogi terkandung dalam nash tersebut. Mengenai
Qiyas ini imam Syafi’I mengatakan : Setiap paristiwa pasti ada kepastian hukum
dan umat islam, wajib melaksanakannya. Akan tetapi jika tidak ada ketentuan hukumya
yang pasti, maka harus di cari pendekatan yang sah, yaitu dengan ijtihad. Dan
ijtihad itu adalah Qiyas jadi hukum islam itu adakala dapat di ketahui melalui
bumyi nash, yakni hukum-hukum yang secara tegas tersurat dalam Al-Qur’an dan
hadits, adakalanya harus digali melalui kejelian memahami makna dan kandungan
nash. Yang demikian itu dapat di peroleh melalui pendekatan Qiyas.
Qiyas juga menurut bahasa Arab berarti menyamakan,
membandingkan atau mengukur, seperti menyamakan si A dengan si B,
karena kedua orang itu mempunyai tinggi yang sama, bentuk tubuh yang sama,
wajah yang sama dan sebagainya. Qiyas juga berarti mengukur, seperti mengukur
tanah dengan meter atau alat pengukur yang lain. Demikian pula membandingkan
sesuatu dengan yang lain dengan mencari persamaan-persamaannya.
Menurut para ulama ushul fiqh, ialah menetapkan hukum suatu
kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara
membandingkannya kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah
ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan 'illat antara kedua
kejadian atau peristiwa itu.
Telah terjadi suatu kejadian atau peristiwa yang perlu
ditetapkan hukumnya, tetapi tidak ada nash yang dapat dijadikan dasar untuk
menetapkannya. Untuk menetapkan hukumnya dapat ditempuh dengan cara qiyas,
yaitu dengan mencari peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya
berdasar nash, serta antara kedua kejadian atau peristiwa itu ada persamaan
'illat. Jadi suatu qiyas hanya dapat dilakukan apabila telah diyakini bahwa benar-benar
tidak ada satupun nash yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan hukum suatu
peristiwa atau kejadian. Karena itu tugas pertama yang harus dilakukan oleh
seorang yang akan melakukan qiyas, ialah mencari: apakah ada nash yang dapat
dijadikan dasar untuk menetapkan hukum dari peristiwa atau kejadian. Jika telah
diyakini benar tidak ada nash yang dimaksud barulah dilakukan qiyas. Agar lebih
mudah memahaminya dikemukakan contoh-contoh berikut:
Ça.
Minum narkotik adalah suatu perbuatan yang perlu diterapkan hukumnya, sedang
tidak satu nashpun yang dapat dijadikan sebagai dasar hukumnya. Untuk
menetapkan hukumnya dapat ditempuh cara qiyas dengan mencari perbuatan yang
lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash, yaitu perbuatan minum khamr,
yang diharamkan berdasar firman Allah SWT.
Artinya:
"Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minum) khamr; berjudi, menyembah patung
dan mengundi nasib dengan anak panah tidak lain hanyalah suatu yang kotor,
termasuk perbuatan syaitan, karena itu hendaklah kamu jauhi agar kamu mendapat
keberuntungan."
(al-Mâidah: 90)
Antara
minum narkotik dan minum khamr ada persamaan, illatnya, yaitu sama-sama
berakibat memabukkan para peminumnya, sehingga dapat merusak akal. Berdasarkan
persamaan 'illat itu ditetapkanlah hukum meminum narkotik itu yaitu haram,
sebagaimana haramnya meminum khamr.
b. Si
A telah menerima wasiat dari B bahwa ia akan menerima sebidang tanah yang telah
ditentukan, jika B meninggal dunia. A ingin segera memperoleh tanah yang
diwasiatkan, karena itu dibunuhnyalah B. Timbul persoalan: Apakah A tetap
memperoleh tanah yang diwasiatkan itu? Untuk menetapkan hukumnya dicarilah
kejadian yang lain yang ditetapkan hukumnya berdasar nash dan ada pula
persamaan 'illatnya. Perbuatan itulalah pembunuhan yang dilakukan oleh ahli
waris terhadap orang yang akan diwarisinya, karena ingin segera memperoleh
harta warisan.
Sehubungan
dengan itu Rasulullah SAW bersabda:
القاتل لا يرث
(رواه الترمذي)
Artinya: "Orang yang membunuh (orang
yang akan diwarisinya) tidak berhak mewarisi." (HR. Tirmidzi)
Antara
kedua peristiwa itu ada persamaan 'illatnya, yaitu ingin segera memperoleh
sesuatu sebelum sampai waktu yang ditentukan. Berdasarkan persamaan 'illat itu
dapat ditetapkan hukum bahwa si A haram memperoleh tanah yang diwariskan B
untuknya, karena ia telah membunuh orang yang telah berwasiat untuknya,
sebagaimana orang yang membunuh orang yang akan diwarisinya, diharamkan
memperolah harta warisan dari orang yang telah dibunuhnya.
c.
Terus melakukan sesuatu pekerjaan, seperti mencangkul di sawah, bekerja di
kantor, dan sebagainya setelah mendengar adzan untuk melakukan shalat Jum'at
belum ditetapkan hukumnya. Lalu dicari perbuatan lain yang telah ditetapkan
hukumnya berdasar nash dan ada pula persamaan 'illatnya, yaitu terus menerus
melakukan jual beli setelah mendengar adzan Jum'at, yang hukumnya makruh.
Berdasar firman AIIah SWT:
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila diserukan (adzan) untuk
sembahyang hari Jum'at, maka hendaklah segera mengingat Allah (shalat Jum'at)
dan meninggalkan jual-beli. Yang demikian itu lebih baik untukmu jika kamu
mengetahui." (al-Jumu'ah: 9)
Antara
kedua pekerjaan itu ada persamaan 'illatnya, karena itu dapat pula ditetapkan
hukum mengerjakan suatu pekerjaan setelah mendengar adzan Jum'at, yaitu makruh
seperti hukum melakukan jual-beli setelah mendengar adzan Ju'mat.
Dari
contoh-contoh di atas dapat dilihat bahwa dalam melakukan qiyas ada satu
peristiwa atau kejadian yang perlu ditetapkan hukumnya sedang tidak ada satupun
nash yang dapat dijadikan dasar hukumnya untuk menetapkan hukum dari peristiwa
atau kejadian itu, dicarilah peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya
berdasar nash. Kedua peristiwa atau kejadian itu mempunyai 'illat yang sama
pula. Kemudian ditetapkanlah hukum peristiwa atau kejadian yang pertama sama
dengan hukum peristiwa atau kejadian yang kedua.
B. Syarat-syarat Qiyas
Utuk dapat melakukan Qiyas terhadap
seutu masalah yang belum ada ketentuannya dalam Al-Qur’an dan hadits harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Hendaklah
hukum asalnya tidak berubah-ubah atau belum dinasakhkan artinya hukum
yang tetap berlaku.
b. Asal serta hukumnya sudah ada ketentuan menurut agama
artinya sudah ada menurut ketegasan Al-Qur’an
dan hadits
c. Hendaklah hukum yang berlaku pada asal berlaku pula
Qiyas, artinya hukum asal itu dapat diperlakukan pada Qiyas.
d. Tidak boleh hukum furu’ (cabang) terdahulu pada hukum
asal, karena untuk menetapkan hukum berdasarkan kepada illatnya.
e. Hendaklah sama illat yang ada pada furu’ dengan illat
yang ada pada asal.
f. Hukum yang ada pada furu’ hendaklah sama dengan hukum
yang ada pada asal. Artinya tadak boleh hukum furu’ menyalahi hukum asal.
g. tiap-tiap ada illat ada hukum dan tidak ada illat tidak
ada hukum. Artinya illat itu selalu ada.
h. Tidak boleh illat itu bertentangan menurut
ketentuan-ketentuan agama, artinya tidak boleh menyalahi kitab dan sunnah.
C.
Rukun Qiyas
Bedasarkan defenisibahwa qiyas ialah mempesamakan hukum
sesuatu peristiwa yang tidak ada nashnya dengan suatu hukum peristiwa yang ada
nashnya, karena ‘illat seupa ‘maka rukun qiyas ada empat:
- Al-ashl (الأصل) yaitu dasar, titik tolak dimana suatu masalah itu dapat disamakan (musabbah bih)
- Al-furu’ (الفرع) suatu masalah yang akan diqiyaskan disamakan dengan asal tadi disebut musyabbah.
- ‘Illat (العلة) suatu sebab yagn menjdikan adanya hukum sesuatu dengan persamaan sebab inilah bru dapat diqiyaskn masalah kedua(furu’) kepada masalah yang pertama (asal) karena adanya suatu sebab yang dapat dikompromikan antara asal dan furu’.
- Hukum (الحكم) yaitu ketentuan yang ditetapkan pada furu’ bila sudah ada ketetapan hukumnya pada asal, disebut buahnya.
Pokok
masalah dalam al-qur’an dan al-hadits
|
Hukum
yang ada dalam al-qur’an
|
Cabang
hubungan kasus baru
|
Sebab
(‘illah) antara asal dengan kasus
|
Hukum
yang didapat dari qiyas
|
1.khomer
2.Ras/gandum
3.Meatakan “ah” kepada orang tua
|
Haram
Wajib zakat
Haram
|
Minuman sesuatu yang
memabukkan
Jagung, ubi, sagu,
dll.
Memukul, menampar
dsb.
|
Merusak akal
Mengenyangkan
Menyakiti
|
Haram
Wajib zakat
Haram
|
Contoh penerapan qiyas dalam istinbat hukum
syara’
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan. (Al-Maidah: 90)
Artinya: Dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang
ruku'. (Al-Baqarah: 43)
Artinya: Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Al-Isra’: 23)
BAB III
KESIMPULAN
Sebagian besar para ulama fiqh dan para pengikut madzhab
yang empat sependapat bahwa qiyas dapat dijadikan salah satu dalil atau dasar
hujjah dalam menetapkan hukum dalam ajaran Islam. Hanya mereka berbeda pendapat
tentang kadar penggunaan qiyas atau macam-macam qiyas yang boleh digunakan
dalam mengistinbathkan hukum, ada yang membatasinya dan ada pula yang tidak
membatasinya, namun semua mereka itu barulah melakukan qiyas apabila ada
kejadian atau peristiwa tetapi tidak diperoleh satu nashpun yang dapat
dijadikan dasar
BAB IV
PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami
buat untuk sedikit membuka pengetahuan kita mengenai Qiyas yang mudah-mudahan
bermanfaat bagi kita semua. Akan tetapi pemakalh sepenuhnya bahwa makalah ini
jeuh daru smpurna. Untuk itu saran dan kritik dari kawan-kawan sekalian sangat
dinantikan demi pengetahuan kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA:
- Zahrah Abu Muhammad, Ushul fiqh.Pustaka Firdaus,Jakarta, 2005.
- Bakry Nazar, Fiqih dan Ushul fiqih, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2003.
No comments:
Post a Comment