Saturday, July 7, 2012

PENALARAN ABDUKTIF



BAB I
PENDAHULUAN
Penulis : Rahmad F
              Manusia menggunakan informasi untuk melakukan penalaran dan memecahkan masalah, dan dilakukan dengan informasi yang terbatas. Kita mungkin tidak selalu dapat menjelaskan proses berpikir yang dilakukan manusia, namun kita dapat mengidentifikasi hasil pemikiran tersebut. Berpikir membutuhkan sejumlah pengetahuan yang berbeda. Beberapa aktifitas berpikir bersifat langsung dan pengetahuan yang dibutuhkan terbatas. Sedangkan aktifitas yang lain membutuhkan pengetahuan dalam jumlah yang cukup besar dari domain yang lain.
abduktif adalah penalaran untuk merumuskan sebuah hipotesis berupa pernyataan umum yang kemungkinan kebenarannya masih perlu diuji coba lebih lanjut.
Sebagai contoh, misalkan kita mengetahui bahwa seseorang yang bernama Sam selalu mengendarai mobilnya dengan sangat cepat jika sedang mabuk. Maka pada saat kita melihat Sam mengendarai mobilnya dengan sangat cepat maka kita berkesimpulan bahwa Sam mabuk. Tentunya hal ini belum tentu benar, mungkin saja dia sedang terburu-buru atau dalam keadaan gawat darurat.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Abduktif
abduktif adalah penalaran untuk merumuskan sebuah hipotesis berupa pernyataan umum yang kemungkinan kebenarannya masih perlu diuji coba lebih lanjut.
Misalnya, diketahui bahwa semua pohon mangga di kebun P Amat adalah jenis mangga manalagi. Di dapur P Amat ada sekeranjang buah mangga, dan kesemuanya jenis mangga manalagi. Bisa disimpulkan, ada kemungkinan bahwa mangga-mangga manalagi itu dipetik dari kebun P Amat sendiri.

B. Mentode Abduktif
                        Tugas utama Ilmu pengetahuan tidak berhenti dengan mengumpulkan data, melainkan lebih dari itu coba mencarikan dan menemukan penjelsan atau eksplanasi atas data. Ilmuan tidak pernah puas dengan hanya menerima data begitu saja. Data tidak merupakan sumber satu-satunya bagi pengetahuan manusia (D.Hume).     
            Semua proses yang tediri dari mencari dan merumuskan hopotesis yang terjadi dalam pemikiran ilmuan. Proses yang terjadi dalam pikiran ilmuan ini adalah C.S. Peirce disebut dengan abduksi.
a. Pemikiran Pairce tentang Abduksi
            Pemikiran Pairce tentang Abduksi mengalami perkembangan panjang dan baru mencapai kematangannya dalam karya-karya setelah tahun1983. Mula-mula ia memandang abduksi sebagai suatu bentuk penyimpulan yang terdiri dari tiga proposisi, yaitu, proposisi tentang suatu hukum (rule), proposisi tentang suatu kasus (case), dan terakhir proposisi tentang kesimpulan (result). Dalam Abduksi, hukum, kasus, kesimpulan dibentuk dalam silogisme hipotesis yang terdiri dari premis mayor, minor dan kesimpulan. Bentuk silogisme hipotesis dapat dilihat sebagai berikut:
                                                Jika A, maka B
                                                Dan A: maka  B
            Namun setelah tahun 1983. Peirce semakin sadar bahwa abduksi lebih dari sekedar bentuk logis. Abduksi merupakan tahap pertama dari penelitian ilmiah. Minat penelitian ilmuan berawal dari kebenarannya terhadap peristiwa tau fakta. Pengalaman ini membangkitakan keraguan, pertanyaan dan karena itu ia mencoba mencari penjelasan atau hipotesis. Oleh karena itu secara formal, abduksi sebenarnya merupakan suatu bentuk silogisme yang bertolak dari fakta atau kasus dari fakta itu kita merumuskan suatu hipetesis untuk menjelaskan kasus tersebut. Hipetesis tersebut mengandung makna general atau universal.
            Sebuah contoh dari ilmu kedokteran tentang Demam Racun Mayat dapat diambil sebagai ilustrasi. Jika kita tahu bahwa di bangsal tertentu di rumah sakit 10% dari ibu dan anak yang dirawat meninggal, pertanyaan tetang sebab kematian dapat dirumuskan. Berbagai macam hipotesis lalu dirumuskan. Misalnya adanya epidemi, pengaruh sinar bumi, maupun perlakuan yang kasar dari perawat. Jadi hipetesis-hipetesis itu dirumuskan untuk menjelaskan fakta. Jika salah satu fakta menentang hipetesis tersebut, maka hipetesis lain harus diajukan lagi.
            Begitu juga kita berbicara tentang temuan tentang tekanan udara dan pengakuannya. Jika kita tahu bahwa sebuah sumur digali sedalam 15meter, dan pompa dimasukkan ke dalam sumur itu tetapi air hanya berhasil diangkat 10 meter, di atas permukaan air, pertanyaan pun mulai diajukan,  dan berbagai macam hipotesis bisa ditawarkan untuk menjelaskan fakta tersebut. Misalnya, hipetesis horror wacui dan hipotesis tekanan udara atmosfir bumi.
            Maka, abduksi pertama-tama berfungsi menawarkan suatu hipetesis yang bisa memberikan penjelasan terhadap fakta-fakta itu. Ada fakta, dan fakta itu harus dijelaskan dengan sebuah hipotesis. Oleh karena silogisme abduksi selalu mulai dari fakta dan dari fakta itu dirumuskan sebuah hipotesis untuk menjelaskan fakta tersebut. 
b. Beberapa syarat dalam pemilihan hipotesis
            Abduksi merupakan proses yang sahih untuk merumuskan hipotesis. Namun, persoalan mengenai abduksi, dan persoalan logic of discorvery, tidak berhenti disini. Persoalan dasar dari abduksi adalah alasan logis sehingga hipotesis A lebih  preferable, lebih pantas diuji dibandingkan dengan hipotesis B. Syarat-syarat manakah yang harus diperhatikan sehingga suatu hipetesis lebih pantas diperhatikan dibandingkan dengan hipotesis lainnya.
            Syarat yang paling penting dari semuanya adalah bahwa hipotesis yang dipilih adalah yang dapat diverifikasikan secara eksperimental. Namun sebelum dapat diverifikasi secara eksperimental, pemilihan hipotesis perlu mendapat pertimbangan ekonomi. Kecintaan akan pengetahuan dari ilmuan akan menjadi lebih terarah jika situasi ilmuan sendiri dipertimbangkan. Ia adalah seorang manusia yang tunduk pada batas-batas finansial dan waktu. Oleh karena itu, seorang ilmuan yang realitas sudah pada permulaan mengevaluasi hipotesis-hipotesis yang ada hanya memilih hipotesis-hipotesis yang membuka jalan lebih beasar bagi pengetahuan. Bahkan secara negatif, dengan pertimbangan ekonomi waktu, uang, dan tenaga kita boleh berkata bahwa lebih menguntungkan hipotesis yang paling cepat dan mudah ditolak dibandingkan dengan sebuah hipotesis yang memakan banyak waktu dan tenaga untuk diverifikasikan tetapi belum jelas.
            Dari sudut pandang ini, kita bisa berbicara tentang nilai suatu hipotesis. Hipotesis yang baik adalah hipotesis yang memilki karakter idealistik. Disebut idealistik karena hipotesis itu tidak hanya bisa di uji, tetapi lebih dari itu harus bisa dubuktikan dengan benar dengan berbagai macam alat pembuktian, dan dengan demikian mendorong perkenbangan ilmu itu sendiri secara dinamis.
            Lalu, pertanyaan sekarang: atas dasar apa kita bisa mengekspektasi hipotesis idealistik itu? Sebagai ilmuan, Peirce menolak idea apriori. Pengetahuan kita harus didasarkan pada pengalaman. Namun berbeda dari pemikiran positivis, Peirce menaruh kepercayaan yang beasr pada insting akal budi manusia untuk mengenal kebenaran tau memilih eksplanasi yang benar atas fakata.
            Maka” hipotesis eksplanotaris” dipilih oleh insting akal budi kita, namun, itu tidak berarti bahwa hipotesis itu tidak dapat dikritik. Kontrol dan kritik tetap diperlukan, dan itu terjadi pada fase kedua dalam seluruh kegiatan ilmiah. Insting hanyalah suatu tool ilmu pengetahuan ketika satu hipotesis harus dipilih di antara banyak hipotesis. Untuk membuat pilihan itu, insting akal budi (mind) merupakan instrumen yang lebih menyakinkan dibandingkan semua bentuk penalaran (reason).
c. Kesimpulan: nilai teoretis fase abduksi
1.    Abduksi menghasilkan suatu proposisi yang mengandung konsep universal (generalitas). Abduksi adalah suatu proses penyimpulan dari suatu kasus tertentu. Kesimpulam dari proses itu adalah suatu proposisi yang menempatkan suatu kasus khusus tertentu dalam suatu kelas atau kelompok. Maka dengan cara ini, suatu hipotesis mempertegas bahwa suatu kasus individual ditempatkan dalam suatu kelas yang lebih umum.
2.    Abduksi merupakan suatu proses yang tidak dapat dipatok dengan satu jenis penalaran formal (reason) saja. Hipotesis abduktif dibentuk oleh imajinasi, bukan oleh penalaran kritis.
3.    Proses abduksi menegaskan bahwa ilmu pengetahuan selalu berusaha untuk menangkap orsinalitas. Karena hipotesis abduktif merupakan  hasil dari kilatan ide imajinasi ilmiah, hipotesis itu bagi ilmuan dan bagi banyak orang merupakan sesuatu yang baru. Peirce sangat yakin bahwa abduksi  merupakan satu-satunya bantuk penalaran yang bisa menghasilkan ide bagi ilmu pengetahuan.
4.    Interpretatif. Abduksi yang berhasil mangandalakan keterlibatan yang menyeluruh dan imajinasi yang bebas. Oleh karena itu, ilmuwan yang berpengalaman biasanya lebih berhasil dari yang tidak berpengalaman. Ini berarti bahwa abduksi merupakan suatu fase interpretasi. Interpretasi dalam arti bahwa proposisi hipotesis yang berhasil dirumuskan itu tidak lain dari cara pandang ilmuan terhadap fakta tau pengalaman.    
BAB III
PENUTUP
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
Ø  Abduksi sebagai suatu bentuk penyimpulan yang terdiri dari tiga proposisi, yaitu, proposisi tentang suatu hukum (rule), proposisi tentang suatu kasus (case), dan terakhir proposisi tentang kesimpulan (result).
Ø  Abduksi sebenarnya merupakan suatu bentuk silogisme yang bertolak dari fakta atau kasus dari fakta itu kita merumuskan suatu hipetesis untuk menjelaskan kasus tersebut.

Daftar Pustaka:
///H:/Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan - Google Book Search.htm#PPP1,M1
A.Sonny Keraf .Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis,

No comments:

Post a Comment

Post Terbaru

  الطريقة   المادة الترتيب (أقوم أمام الباب قائلا)   إلقاء السّلام ...