Wednesday, August 23, 2017

Kurban

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sering dijumpai ada orang yang mengangkap aqiqah sebagai suatu pekerjaan yang melanggar prinsip ekonomi, sebagai penghamburan untuk sesuatu yang tidak nyata manfaatnya. Atau ada pula orang yang justru mengganti aqiqah dengan pesta pora menyambut kelahiran bayi. Begitu pula dengan kurban, beberapa dikalangan masyarakatbterkadang kurang memahami makna kurban dan tata caranya. Oleh karena itu, makalah ini menjelaskan tentang Udhhiyyah dan aqiqah secara lebih mendalam.
B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana dasar hukum kurban?
2.      Bagaimana proses pelaksanaan kurban?
3.      Bagaimana dasar hukum aqiqah?
4.      Bagaimana proses pelaksanaan aqiqah?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Dasar Hukum Udhhiyyah
Udhhiyyah (kurban) yaitu hewan yang di sembelih pada hari raya Idhul Adha dan hari-hari tasryiq, baik berupa unta, sapi, maupun domba, dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Berkurban merupakan ibadah yang di syariatkan bagi setiap keluarga muslim yang mampu. Sebagian ulama berpendapat bahwa kurban itu wajib, sedangkan sebagian yang lain berpendapat sunat.[1]
Description: C:\Users\Hartanti Sulihandari\Pictures\MP Navigator EX\2011_10_26\IMG.jpg
Di kalangan para ulama masih terdapat perbedaan pendapat mengenai kewajiban bekurban ini. Jumhur ulama berpendapat, bahwa berkurban merupakan suatu amalan yang di sunatkan. Di antara yang berpendapat demikian itu adalah Imam Malik, dimana ia mengatakan: “Aku tidak menyukai seseorang yang mampu tapi tidak melakukannya” Pendapat ini juga dikemukakan Imam syafi’i.
Bagi orang yang melakukan umrah mufradah tidak diwajibkan berkurban, dan juga bagi orang yang haji ifrad, menurut kesepakatan semua ulama. Mereka juga sepakat dengan suara bulat tentang wajibnya berkurban yang melakukan haji tamattu’ selain orang-orang Mekah.[2]
Keutamaan berkurban dalam hadits dikemukakan dari Aisyah RA bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
“Tidaklah anak cucu Adam mengerjakan suatu amalan yang lebih disenangi Allah pada hari kurban dari pada mengucurkan darah (penyembelihan hewan kurban). Sesungguhnya hewan itu akan datang pada hari kiamat kelak dengan tanduk, bulu dan kukunya. Adapun darah terdebut akan turun dari Allah pada suatu tempat sebelum turun ke bumi, maka sucikanlah jiwa dengannya (berkurban).”[3] (HR.Tarmizi).

Dan dalam Hadist di ceritakan dari Abu Ayyub Al-Ansori: “Pada masa Rosulullah ada seorang laki-laki yang berkorban dengan seekor domba untuk dirinya dan keluarganya” (HR. Ibnu Majah dan tarmizi)
Dan firman Allah SWT:
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya:
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.” QS. Al-Hajj (22), ayat 36.
B.     Proses Pelaksanaan Kurban
Waktu penyembelihan hewan kurban adalah setelah Idul Adha. Hal ini berdasarkan pada sabda Rosulullah SAW:
Description: C:\Users\Hartanti Sulihandari\Pictures\MP Navigator EX\2011_10_26\IMG_0004.jpg
“Barang siapa yang menyembelih (hewan kurban) sebelum kita mengerjakan shalat, maka hendaklah lain sebagai pengganti. Dan barang siapa belum menyembelih sehingga kita selesai shalat, maka hendaklah dia menyembelihnya dengan  nama Allah.” (Mutafaqun Alaih). 

Telah diterangkan dengan jelas bahwa penyembelihan hewan kurban sebelum sholat ‘Ied sama sekali tidak diperbolehkan, baik waktu telah masuk atau belum. Akhir waktu penyembelihan hewan berkurban adalah pada akhir hari tasyriq. Dalam hadits Rosullah SAW bersabda “Seluruh hari-hari tasyriq adalah waktu penyembelihan.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).
Maliki, Hambali dan Hanafi sepakat bahwa waktu kurban atau menyembelihnya adalah pada hari raya dan hari-hari berikutnya, yaitu pada hari sebelas, dua belas Dzulhijah. Waktu tersebut (hari raya, hari kesebelas, dan dua belas) adalah untuk kurban haji qiran dan tamattu’. Kalau selain keduanya tidak ada terikat waktu, dan Maliki tidak membedakan macam-macam qurban itu. Hambali berpendapat jika waktu menyembelih lebih dahulu dari waktu yang ditentukan, maka ia wajib menggantinya. Sedangkan menurut Hanafi, tidak boleh menyembelih kurban haji tamattu dan qiran sebelum tiba hari raya tiga. [4]
Jika kurban itu berupa unta atau lembu, maka satu unta bisa dibuat untuk kurban bagi tujuh orang. Dalam hadits Rosulullah SAW bersabda: “Kami pernah menyembelih kurban bersama  Nabi di Hudaibiyah, yaitu satu untuk tujuh orang dan satu lembu untuk tujuh orang pula.” (HR. Muslim)
Penyembelihan lebih afdhal dilaksanakan di tempat pelaksanaan shalat, hal ini di maksud sebagai siar agama, dalam hadits Ibnu Umar RA: “Nabi Shalallahualaihi wasalam biasa penyembelih kurban di tempat pelaksanaan shalat ied” (HR.Bukhori).
Rukun sembelih ada 4 perkara yaitu:
1.      Sembelihan
2.      Penyembelih
3.      Hewan yang disembelih
4.      Alat penyembelih.
Sembelihan dianggap sah apabila dilakukan dengan sengaja dan putus saluran pernapasan dan saluran makanan di leher hewan yang disembelih. Hal-hal yang disunatkan ketika menyembelih, yaitu:
1.      Membaca basmalah
2.       Membaca takbir
3.      Membaca shalawat dan salam kepada Nabi Saw.
4.       Menghadap kiblat
5.      Berdo’a agar kurbannya diterima di sisi Allah SWT
6.      Mengasah pisau supaya lebih tajam
7.      Menyorong dan menarik serta menekan pisau kuat-kuat ke leher hewan.
8.      Membaringkan hewan itu dengan lambung kirinya ke tanah atau tangan kiri si penyembelih sebelah kepala hewan.
9.      Mengikat semua kakinya dengan tali kecuali kaki kanan sebelah belakang.
10.  Menyembelih sendiri hewan kurbannya.
11.  Mulai menyembelih dibaca
     Description: C:\Users\Hartanti Sulihandari\Pictures\MP Navigator EX\2011_10_26\IMG_0007.jpg
Artinya: Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Yang menjadikan langit dan bumi, dalam keadaan lurus (benar) dan aku tidak termasuk orang musyrik. Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, dan bagi Allah segala puji. Dengan nama Allah yang Maha pengasih lagi Maha penyayang. Allah Maha Besar.”
12.  Daging kurban sebaiknya dibagikan kepada fakir miskin dalam keadaan masih mentah, tetap tidak dilarang apabila ingin membaginya sesudah masak.[5]
Binatang yang sah untuk kurban ialah yang tidak bercacat, misalnya pincang, sangat kurus, sakit, putus telinga putus ekornya, dan telah berumur sebagai berikut:
1.      Domba yang telah berumur satu tahun lebih atau yang telah berganti giginya.
2.      Kambing yang telah berumur dua tahun lebih.
3.      Unta yang telah berumur lima tahun lebih.
4.      Sapi, kerbau,  yang telah berumur dua tahun lebih.[6]



Sabda Rasulullah:
Description: C:\Users\Hartanti Sulihandari\Pictures\MP Navigator EX\2011_10_26\IMG_0002.jpg
Pembagian daging hewan kurban ulama menjelaskan bahwa lebih afdhal bagi orang yang berkurban adalah memakan dagingya sepertiga, menyedekahkan sepertiga dan menyimpannya sepertiga. Hal ini sesuai hadits Rosulullah SAW: “Makanlah, sedekahkanlah dan simpanlah” (HR. Baihaqi)
Syafi’i berpendapat bahwa setiap daging kurban wajib (yang mengeluarkan kurban wajib tersebut) tidak boleh memakannya, tapi setiap daging kurban sunnah boleh memakannya. Maliki beranggapan bahwa orang yang mengeluarkan kurban boleh memakan daging kurbannya kecuali sebagai fidyah karena sakit, balasan memburu, dan kurban nadzar untuk orang miskin. Dan kurban itu sunnah bila dilakukan dengan segera sebelum sampai pada tempatnya. Imamiyah berpendapat bahwa harus disedekahkan sepertiga kurban itu kepada orang-orang fakir mukmin, dan sepertiganya dihadiahkan kepada orang-orang kafir mukmin, walau mereka itu kaya, dan sepertiga sisanya dimakan sendiri.[7]
Diperbolehkan menjual kulitnya dan menyedekahkan uang hasil penjualan tersebut serta di perbolehkan juga membelanjakannya untuk sesuatu yang bermanfaat baginya dirumah. Tukang sembelih tidak boleh mendapatkan upah dari daging hewan kurban. Hal ini di dasarkan pada sebuah hadist yang di riwatkan dari Ali bin Abi Thalib RA, dimana ia menceritakan,
“Rosulullah SAW bersabda pernah menyuruhku mengurus hewan-hewan kurban, untuk selanjutnya dibagi-bagikan daging dan kulitnya, serta aku juga diperintahkan agar tidak memberi tukang sembelih sesuatu darinya. Tetapi kami membernya dengan sesuatu dari (harta) kami yang lainnya.”(Mutafakum Alaih).

C.    Dasar Hukum Aqiqah
Aqiqah berarti penyembelihan kambing pada hari ketujuh dari hari lahirnya anak. Menurut bahasa, aqiqah berarti pemotongan.[8] Hukum aqiqah adalah sunat, sesuai dengan hadits:
Description: C:\Users\Hartanti Sulihandari\Pictures\MP Navigator EX\2011_10_26\IMG_0008.jpg
Dan hadits:
Description: C:\Users\Hartanti Sulihandari\Pictures\MP Navigator EX\2011_10_26\IMG.jpg
Jadi, jika lahir seorang anak laki-laki maupun perempuan maka orang tuanya disunatkan baginya mengaqiqahkan anaknya itu, baik ia dalam keadaan lapang, maupun dalam kesempitan. Hukum aqiqah adalah sunat bagi orang yang wajib menanggung nafkah si anak. Untuk laki-laki hendaklah disembelih 2 ekor kambing, sedangkan untuk anak perempuan seekor kambing saja, dan hendaklah disembelih pada hari ketujuh kelahiran anaknya. Tetapi kalau tidak dapat, boleh juga beberapa hari setelah hari itu, asal anak belum sampai baligh (dewasa).[9]
Description: C:\Users\Hartanti Sulihandari\Pictures\MP Navigator EX\2011_10_27\IMG_0002.jpg
Description: C:\Users\Hartanti Sulihandari\Pictures\MP Navigator EX\2011_10_27\IMG_0003.jpg
Description: C:\Users\Hartanti Sulihandari\Pictures\MP Navigator EX\2011_10_27\IMG_0004.jpg
Aisyah berkata, “Rasulullah Saw, telah menyuruh kita supaya menyembelih akikah untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk perempuan seekor kambing.” (Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Rasulullah itu, melakukan aqiqah pada hari ketujuh dari kelahiran cucunya. Karena dalam hadits terdapat kata “tergadai”, maka sebagian ulama berpendapat bahwa hukum aqiqah itu sunat muakkad.[10] Dan juga berdasarkan hadits:

Description: C:\Users\Hartanti Sulihandari\Pictures\MP Navigator EX\2011_10_26\IMG_0004.jpg

Kebanyakan para ulama berpendapat bahwa semua binatang yang dapat dijadikan binatang kurban, yaitu unta, sapi, kerbau, kambing dan domba dapat pula dijadikan binatang aqiqah. Mazhab Maliki berpendapat bahwa binatang aqiqah itu, ialah kambing dan domba. Pendapat Malik dan ulama-ulama lain dapat dikompromikan, yaitu aqiqah yang baik, ialah dengan binatang kambing, sesuai dengan perkataan Rasulullah. Dalam rangka itu boleh pula dijadikan binatang aqiqah, semua binatang yang boleh dijadikan binatang kurban.
Binatang yang sah menjadi aqiqah sama dengan keadaan yang sah untuk kurban, macamnya, umurnya, dan jangan bercacat. Kalau hanya menyembelih seekor saja untuk anak laki-laki, hal itu sudah memadai.[11] Disunatkan, dimasak lebih dahulu, kemudian disedekahkan kepada fakir miskin. Orang yang melaksanakan aqiqah pun boleh memakan sedikit dari daging aqiqah sebagaimana kurban, kalau aqiqah itu sunat, bukan nadzar.
     Mengenai waktu menyembelih aqiqah, jumhur fuqaha berpendapat bahwa aqiqah itu hanya berlaku bagi anak kecil saja, berdasarkan hadits yang menyatakan bahwa tiap-tiap anak tergadai pada aqiqahnya, yaitu pada menyembelih binatang pada hari ketujuh dari hari kelahirannya. Sedang sebagian fuqaha berpendapat bahwa aqiqah itu boleh dilakukan setelah seseorang dewasa, berdasarkan hadits:
Description: C:\Users\Hartanti Sulihandari\Pictures\MP Navigator EX\2011_10_27\IMG.jpg
Dari kedua pendapat ini dapat diambil kesimpulan bahwa penyembelihan aqiqah paling baik dilakukan adalah pada hari ketujuh dari kelahiran seorang anak, sedang bagi orang yang belum diaqiqahkan, maka aqiqah itu dapat dilakukan setelah dewasa. Mazhab Hambali berpendapat bahwa apabila aqiqah itu dilakukan pada hari raya kurban (‘Idul Adha), maka waktu menyembelih aqiqah itu dapat pula diniatkan melaksanakan kurban. Alasan mereka ialah dibolehkan seseorang berniat mandi sunat untuk hari raya ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha, dan mandi sunat untuk hari Jumat, jika hari raya itu jatuh pada hari Jumat.[12] Kedua mandi itu adalah perbuatan sunat. Korban dan aqiqah perbuatan sunat pula. Jika dua mandi sunat dapat dilakukan sekaligus, tentulah perbuatan sunat yang lain dapat dilakukan dua atau lebih sekaligus asal perbuatan-perbuatan itu sama dan dapat dilakukan dalam waktu yang sama pula.
D.    Proses Pelaksanaan Aqiqah
Secara berurutan prosesi akikah meliputi, mencukur rambut, memberi nama, menyembelihkambing, dan makan bersama.
1.      Mencukur rambut
Mencukur rambut bayi sebaiknya dilakukan di hadapan sanak saudara agar mereka mengetahui dan menjadi saksi. Boleh dilakukan oleh orang tuanya sendiri. Atau jika tidak mampu bisa dilwakilkan kepada ahlinya. Sunat hukumnya mencukur rambut anak yang baru lahir, sekurang-kurangnya menggunting tiga helai rambut. Biasanya dilakukan ketika mengakikahkan dan memberi nama. Menurut pendapat Imam Malik, disamping mencukur rambut, sunat pula hukumnya bersedekah, sekurang-kurangnya seharga perak rambut yang dipotong itu, sesuai dengan hadits:
Description: C:\Users\Hartanti Sulihandari\Pictures\MP Navigator EX\2011_10_27\IMG_0006.jpg
2.      Menamai Anak
Rasulullah s.a.w. menganjurkan (hukumnya sunat) agar orang tua segera memberi nama anaknya yang baru lahir. Sepakat para ulama bahwa perkataan yang dijadikan nama anak yang baru lahir itu adalah perkataan yang mempunyai aryi baik. Dalam pandangan agama, nama bisa berfungsi sebagai do’a. Sebagaimana yang diungkapkan Jalaluddin Rahmat dalam buku Islam Aktual, para psikolog belakangan menyadari pentingnya nama dalam pembentukan konsep diri. Oleh karena itu, ketika memberi nama bagi bayi yang baru lahir, ukuran baik buruknya nama tentu saja menurut agama, bukan menurut selera.
3.      Menyembelih Kambing
Menyembelih hewan akikah harus sesuai cara yang telah di syariatkan. Secara lebih terurai, cara untuk menyembelih hewan akikah adalah sebagai berikut:
a.       Mengasah pisau hingga benar-benar tajam.
b.      Mengikat hewan dengan tali
c.       Membaringkan hewan dengan lambung kiri menempel ke tanah, sehingga tangan kiri orang yang menyembelih berada di atas kepala hewa, dan kepala hewan berada di selatan.
d.      Penyembelih menghadap kiblat
e.       Membaca do’a:

بِسْمِ اللهِ اللهُ اَكْبَرُهذِهِ العَقِيْقَةُ مِنْكَ وَ اِلَيْكَ تَقَبَّلْ عَقِيْقَةُ
Artinya:
Dengan nama Allah, Allah Maha Besar. Ya Allah, akikah ini adalah karunia-Mu dan aku kembalikan kepada-Mu. Ya Allah, ini akikah............ (sebut nama anak yang diakikahi), maka terimalah.”

f.       Pisau di tekan kuat ke leher hewan, hingga saluran pernapasan dan saluran makanan benar-benar putus.
g.      Penyembelihan dilakukan sendiri atau boleh juga diwakilkan orang lain.




BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Berkurban merupakan ibadah yang di syariatkan bagi setiap keluarga muslim yang mampu. Sebagian ulama berpendapat bahwa kurban itu wajib, sedangkan sebagian yang lain berpendapat sunnat. Waktu penyembelihan hewan kurban adalah setelah Idul Adha. Maliki, Hambali dan Hanafi sepakat bahwa waktu kurban atau menyembelihnya adalah pada hari raya dan hari-hari berikutnya, yaitu pada hari sebelas, dua belas Dzulhijah. Sembelihan dianggap sah apabila dilakukan dengan sengaja dan putus saluran pernapasan dan saluran makanan di leher hewan yang disembelih. Binatang yang sah untuk kurban ialah yang tidak bercacat, misalnya pincang, sangat kurus, sakit, putus telinga putus ekornya.
 Pembagian daging hewan kurban ulama menjelaskan bahwa lebih afdhal bagi orang yang berkurban adalah memakan dagingya sepertiga, menyedekahkan sepertiga dan menyimpannya sepertiga. Hukum aqiqah adalah sunat. Binatang yang sah menjadi aqiqah sama dengan keadaan yang sah untuk kurban, macamnya, umurnya, dan jangan bercacat. Penyembelihan aqiqah paling baik dilakukan adalah pada hari ketujuh dari kelahiran seorang anak, sedang bagi orang yang belum diaqiqahkan, maka aqiqah itu dapat dilakukan setelah dewasa.










[1] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam), Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1986. Hal. 475.
[2] Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab,(Jakarta: Lentera, 2007), hal. 279.
[3] Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998), hal. 476.
[4] Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazha, hal. 281.
[5] Ahmad Ma’ruf Asrori dkk, Ber-khitan, Aqiqah, Kurban, (Surabaya: Al-Miftah, 1998). Hal. 40.
[6] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam), Hal. 476.
[7] Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, hal. 282.
[8] Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita, hal. 481.
[9] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam),hal. 479.
[10] Zakiyah Daradjat dkk, Ilmu Fiqh, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Waqaf, 1995), hal. 437.
[11] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam),hal. 481.
[12] Ibid., hal. 439.

No comments:

Post a Comment

Post Terbaru

  الطريقة   المادة الترتيب (أقوم أمام الباب قائلا)   إلقاء السّلام ...