Oleh : Rahmad Fitriyanto
Pendahuluan
Kompetensi
Guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun
2007 tentang Guru, dinyatakan bahwasanya kompetensi yang harus dimiliki
oleh Guru meliputi kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi
social, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Kompetensi Guru tersebut bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang
satu sama lain saling berhubungan dan saling mendukung.Kompetensi pedagogik
yang dimaksud dalam makalah ini yakni antara lain kemampuan pemahaman tentang
peserta didik secara mendalam dan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik.
Pemahaman tentang peserta didik meliputi pemahaman tentang psikologi
perkembangan anak sedangkan Pembelajaran yang mendidik meliputi kemampuan
merancang pembelajaran, mengimplementasikan pembelajaran, menilai proses dan
hasil pembelajaran, dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan.Sedangkan
menurut PP tentang Guru, bahwasanya kompetensi pedagogik Guru merupakan
kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang
sekurang-kurangnya meliputi: a. pemahaman
wawasan atau landasan kependidikan. Guru memiliki latar belakang pendidikan
keilmuan sehingga memiliki keahlian secara akademik dan intelektual. Merujuk
pada sistem pengelolaan pembelajaran yang berbasis subjek (mata pelajaran),
guru seharusnya memiliki kesesuaian antara latar belakang keilmuan dengan
subjek yang dibina. Selain itu, guru memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam
penyelenggaraan pembelajaran di kelas. Secara otentik kedua hal tersebut dapat
dibuktikan dengan ijazah akademik dan ijazah keahlian mengajar (akta mengajar)
dari lembaga pendidikan yang diakreditasi
pemerintah.b. pemahaman terhadap peserta
didik. Guru memiliki pemahaman akan psikologi perkembangan anak, sehingga
mengetahui dengan benar pendekatan yang tepat yang dilakukan pada anak
didiknya. Guru dapat membimbing anak melewati masa-masa sulit dalam usia yang
dialami anak. Selain itu, Guru memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap
latar belakang pribadi anak, sehingga dapat mengidentifikasi problem-problem
yang dihadapi anak serta menentukan solusi dan pendekatan yang
tepat.c. pengembangan kurikulum/silabus.
Guru memiliki kemampuan mengembangkan kurikulum pendidikan nasional yang
disesuaikan dengan kondisi spesifik lingkungan sekolah. d.
perancangan pembelajaran. Guru memiliki merencanakan sistem pembelajaran yang
memamfaatkan sumber daya yang ada. Semua aktivitas pembelajaran dari awal
sampai akhir telah dapat direncanakan secara strategis, termasuk antisipasi
masalah yang kemungkinan dapat timbul dari skenario yang direncanakan.e.
pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Guru menciptakan situasi
belajar bagi anak yang kreatif, aktif dan menyenangkan. Memberikan ruang yang
luas bagi anak untuk dapat mengeksplor potensi dan kemampuannya sehingga dapat
dilatih dan dikembangkan.f.
pemanfaatan teknologi pembelajaran. Dalam menyelenggarakan pembelajaran, guru
menggunakan teknologi sebagai media. Menyediakan bahan belajar dan
mengadministrasikan dengan menggunakan teknologi informasi. Membiasakan anak
berinteraksi dengan menggunakan
teknologi.g. evaluasi hasil belajar. Guru
memiliki kemampuan untuk mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan meliputi
perencanaan, respon anak, hasil belajar anak, metode dan pendekatan. Untuk
dapat mengevaluasi, guru harus dapat merencanakan penilaian yang tepat,
melakukan pengukuran dengan benar, dan membuat kesimpulan dan solusi secara
akurat.h. pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Guru memiliki kemampuan
untuk membimbing anak, menciptakan wadah bagi anak untuk mengenali potensinya
dan melatih untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan kemampuan ini adalah dengan melaksanakan penelitian tindakan
kelas. Penelitian tindakan kelas, berbasis pada perencanaan dan solusi atas
masalah yang dihadapi anak dalam belajar. Sehingga hasil belajar anak dapat
meningkat dan target perencanaan guru dapat tercapai. Pada prinsipnya, Kesemua
aspek kompetensi paedagogik di atas senantiasa dapat ditingkatkan melalui
pengembangan kajian masalah dan alternatife solusi.
PEMBAHASAN
Ditulis oleh
jufrisyahruddin di/pada Juli 18, 2007
PASAL
28 ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan secara tegas dinyatakan bahwa ada empat kompetensi yang harus
dimiliki guru sebagai agen pembelajaran. Keempat kompetensi itu adalah
kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi professional dan
kompetensi social.
Dalam
Panduan Sertifikasi Guru bagi LPTK Tahun 2006 yang dikeluarkan Direktur
Ketenagaan Dirjen Dikti Depdiknas disebutkan bahwa kompetensi merupakan
kebulatan penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang ditampilkan
melalui unjuk kerja.
Kepmendiknas
No. 045/U/2002 menyebutkan kompetensi sebagai seperangkat tindakan cerdas dan
penuh tanggungjawab dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan
tertentu. Jadi kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebulatan penetehuan,
keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggungjawab
dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran.
Kompetensi
pedagogic adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya.
Di
sini ada empat subkompetensi yang harus diperhatikan guru yakni memahami
peserta didik, merancang dan merancang pembalajaran, melaksanakana evaluasi dan
mengembangkan peserta didik. Memahami peserta didik mencakup perkembangan
kognitif, afektif dan psikomotor dan mengetahui bekal awal peserta didik.
Sementara
itu, merancang pembelajaran dimaksudkan bahwa guru harus mampu membuat Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan kemudian bisa mengaplikasikan rancangan itu
di dalam proses pembelajaran sesuai alokasi waktu yang sudah ditetapkan. Di
samping itu, guru mesti memiliki kemampuan melakukan evaluasi baik dalam bentuk
“on going evaluation” maupun di akhir pembelajaran. Sementara itu,
mengembangkan peserta didik bermakna bahwa guru mampu memfasilitiasi peserta
didik di dalam mengembangkan potensi akademik dan non akademik yang
dimilikinya.
Yang
dimaksud dengan komptensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan
berakhlak mulia. Subkompetensi mantap dan stabil memiliki indicator esensial
yakni bertindak sesuai dengan hokum, bertindak sesuai dengan norma social,
bangga menjadi guru dan memiliki konsistensi dalam bertindak dan bertutur.
Guru
yang dewasa akan menampilkan kemandirian dalam bertindak dam memiliki etos
kerja yang tinggi. Sementara itu, guru yang arif akan mampu melihat manfaat
pembelajaran bagi peserta didik, sekolah dan masyarakat, menunjukkan sikap
terbuka dalam berfkir dan bertindak. Berwibawa mengandung makna bahwa guru
memiliki prilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan perilaku
yang disegani.
Yang
paling utama dalam kepribadian guru adalah berakhlak mulia. Ia dapat menjadi
teladan dan bertindak sesuai normaagama (iman, dan taqwa, jujur, ikhlas dan
suka menolong serta memilki perilaku yang dapat dicontoh.
Kompetensi
professional merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar
kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Guru harus
memahami dan menguasai materi ajar yang ada dalam kurikulum, memahami struktur,
konsep dan metode keilmuan yang yang koheren dengan materi ajar, memahami
hubungan konsep atarmata pelajaran terkait dan menerapkan konsep-konsep
keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, guru juga harus
menguasai langkah-langkah penelitian, dan kajian kritis untuk memperdalam
pengetahuan dan meteri bidang studi.
Kompetensi
social merupakan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi
dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kepentidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Guru tidak
bisa bekerja sendiri tanpa memperhatikan lingkungannya. Ia harus sadar sebagai
bagian tak terpisahkan bagi dari masyarakat akademik tempat dia mengajar maupun
dengan masyarakat di luar.
Ia
harus memiliki kepekaan lingkungan dan secara terus menerus berdiskusi dengan
teman sejawat dalam memecahkan persoalan pendidikan. Guru yang jalan sendiri
diyakini tidak akan berhasil, apalagi jikalau dia menjaga jarak dengan peserta
didik. Dia harus sadar bahwa inteaksi guru dengan siswa mesti terus dihidupkan
agar tercipta suasana belajar yang hangat dan harmonis.
Keempat
kompetensi di atas merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Masing-masingnya bukanlah hal yang berdiri sendiri-sendiri. Justru itu, antara
kompetensi pedagogic, kepribadian, professional dan social akan saling
menunjang dan bisa tampak secara utuh dalam proses pembelajaran di dalam kelas
dan pergaulan di luar kelas.
Di dalam pelaksanaan proses sertifikasi kompetensi ini akan menjadi
penilaian dan tolok ukur keberhasilan seorang guru. Artinya, hanya guru yang
kompeten dan terampillah yang akan lolos dalam sertifikasi. Justru itu, kalau
guru ingin mendapat sertifikat pendidik, ia harus bekerja keras baik di dalam
menyiapkan materi ajar maupun dalam proses pembelajaran itu sendiri. Ia pun
harus mampu menampilkan sosok pendidik yang disegani dan diteladani serta
menjadi pemuka di dalam masyarakat.
1.
KompetensiProfesional
Kompetensi
profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan
penyesuaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang
sangat penting. Oleh sebab langsung berhubungan dengan kinerja yang
ditampilkan. Oleh sebab itu, tingkat keprofesionalan seorang guru dapat dilihat
dari kompetensi sebagai berikut: (1) kemampuan untuk menguasai landasan
kependidikan, misalnya paham akan tujuan pendidikan yang harus dicapai baik
tujuan nasional, institusional, kurikuler dan tujuan pembelajaran; (2)
pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tentang tahapan
perkembangan siswa, paham tentang teori-teori belajar; (3) kemampuan dalam
penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya; (4)
kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran;
(5) kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar; (6)
kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran; (7) kemampuan dalam
menyusun program pembelajaran; (8) kemampuan dalam melaksanakan unsur
penunjang, misalnya administrasi sekolah, bimbingan dan penyuluhan dan; (9)
kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan
kinerja. Profesi guru merupakan profesi yang sangat mulia,
baik dalam pandangan masyarakat maupun dalam pandangan agama. Sebelum kita
membahas lebih jauh tentang profesi guru terlebih dahulu kita bahas dulu tugas
dan tanggung jawab antara guru dan karyawan. Guru adalah tenaga profesional
dalam bidang pendidikan sedangkan karyawan adalah tenaga profesional dalam
bidang administrasi yang bertugas membantu guru dalam melaksanakan tugas
profesionalnya. Kedua komponen tersebut harus terjalin kerja sama yang baik
sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan keduanya
mempunyai tanggung jawab yang sama yaitu mencapai tujuan pendidikan.
Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik (guru), dan peserta didik
(siswa) untuk mencapai tujuan pendidikan. Pendidik, peserta didik, dan tujuan
pendidikan merupakan komponen utama pendidikan. Ketiganya membentuk sustu
triangle, jika hilang salah satu komponen maka hilang pula hakekat pendidikan.6
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya profesionalisme guru. Guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.7
Sebagai pendidik profesional, guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya
secara profesional, tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan
profesional. Berbeda dengan profesional dibidang lain, profesionalisme
guru adalah menyebar-luaskan kreativitas dan inovitas (semangat belajar) bagi
siswa.8 Selanjutnya Mastuhu menjelaskan beberapa kriteria kecerdasan
profesionalisme guru yaitu :
A.
Otonom,
kejujuran, keahlian, tanggung jawab, komitmen, dan independent
B.
Keahlian
diperoleh dari pembelajaran dan pengembangan bukan hanya latihan/magang.
C.
Keahlianya
melampaui batas kemajuan fisik namun intelelektualnya terus berjalan.
Profesional adalah memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi. 9 Menurut pasal 39 ayat 2 Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional mengatakan bahwa
pendidik merupakan tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaran
pembelajaran sesuai dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,
kemahiran atau kecakapan prinsip-prinsip profesional untuk memenuhi hak yang
sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan.
Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya
dapat di lakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik kompetensi
dan sertifikat pendidikan dengan persyaratan untuk setiap jenis dan
jenjang pendidikan tertentu.
Untuk memenuhi kebutuhan guru yang profesional maka pemerintah menyelenggarakan
uji kompetensi bagi para guru dengan sertifikasi, baik unsur guru yang
berstatus pegawai negeri maupun swasta. Bagi guru yang telah memiliki
sertifikasi profesi diberikan tunjangan profesional yang diambil dari
anggaran pendidikan diluar gaji pokok dan tunjangan-tunjangan lainnya.
Dalam Bab IV pasal 8 RUU Guru dan Dosen dijelaskan : guru wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidikan, sehat jasmani dan
rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kemudian dalam pasal 9 dijelaskan bahwa kualifikasi dimaksud adalah guru wajib
memiliki kualifikasi akademik melalui perguruan tinggi program sarjana atau
diploma empat. Pada pasal 10 dijelaskan kompetensi guru dimaksud meliputi
kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Selanjutnya dijelaskan
yang dimaksud dengan kompetensi paedagogik adalah kemampuan mengelola
pembelajaran pesert didik, yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah
kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta
menjadi teladan bagi peserta didik. Yang dimaksud dengan kompetensi profesional
adalah kemampuan menguasai materi pelajaran secara luas dan mendalam. Dan yang
dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru,
orang tua/wali peserta didik dan masyarakat.
Profesionalisme guru merupakan tuntutan profesi yang harus dipenuhi oleh setiap
guru. Apalagi dengan berbagai kebijakan pemerintah yang sudah mulai berpihak
kepada guru. Tahun 2007 ini rencananya pemerintah akan memangkas jumlah pegawai
negeri dari empat juta orang akan dirampingkan menjadi dua juta orang dan
selama beberapa tahun kedepan pemerintah tidak akan merekrut pegawai negeri
baru. Dari empat juta pegawai negeri di Indonesia hampir separuhnya adalah
guru. Dengan demikian Jika tidak ada pegawai negeri baru berarti anggaran untuk
merekrut pegawai negeri dapat disalurkan kepada guru-guru swasta yang selama
ini selalu dianak-tirikan dalam hal anggaran oleh pemerintah. Diharapkan
beberapa tahun kedepan guru swasta tidak akan berlomba-lomba lagi mengejar PNS
karena kesejahteraan mereka setara dengan PNS, mereka akan berlomba-lomba
mengejar uji kompetensi untuk mendapatkan tunjangan profesional. Semoga
semua harapan para guru dapat menjadi kenyataan dan bukan hanya sekedar wacana
saja.
2.
KOMPETENSI
SOSIAL
Ada empat pilar pendidikan yang akan membuat
manusia semakin maju:
- Learning to know (belajar untuk mengetahui), artinya belajar itu harus dapat memahami apa yang dipelajari bukan hanya dihafalkan tetapi harus ada pengertian yang dalam.
- Learning to do (belajar, berbuat/melakukan), setelah kita memahami dan mengerti dengan benar apa yang kita pelajari lalu kita melakukannya.
- Learning to be (belajar menjadi seseorang). Kita harus mengetahui diri kita sendiri, siapa kita sebenarnya? Untuk apa kita hidup? Dengan demikian kita akan bisa mengendalikan diri dan memiliki kepribadian untuk mau dibentuk lebih baik lagi dan maju dalam bidang pengetahuan.
- Learning to live together (belajar hidup bersama). Sejak Tuhan Allah menciptakan manusia, harus disadari bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tetapi saling membutuhkan seorang dengan yang lainnya, harus ada penolong. Karena itu manusia harus hidup bersama, saling membantu, saling menguatkan, saling menasehati dan saling mengasihi, tentunya saling menghargai dan saling menghormati satu dengan yang lain.
Pada butir ke 4 di atas, tampaklah bahwa
kompetensi sosial mutlak dimiliki seorang guru. Yang dimaksud dengan kompetensi
sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi
dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar (Standar
Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir d). Karena itu guru harus
dapat berkomunikasi dengan baik secara lisan, tulisan, dan isyarat; menggunakan
teknologi komunikasi dan informasi; bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik;
bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
Memang guru harus memiliki pengetahuan yang
luas, menguasai berbagai jenis bahan pembelajaran, menguasai teori dan praktek
pendidikan, serta menguasai kurikulum dan metodologi pembelajaran. Namun
sebagai anggota masyarakat, setiap guru harus pandai bergaul dengan masyarakat.
Untuk itu, ia harus menguasai psikologi sosial, memiliki pengetahuan tentang
hubungan antar manusia, memiliki keterampilan membina kelompok, keterampilan
bekerjasama dalam kelompok, dan menyelesaikan tugas bersama dalam kelompok.
Sebagai individu yang berkecimpung dalam
pendidikan dan juga sebagai anggota masyarakat, guru harus memiliki kepribadian
yang mencerminkan seorang pendidik. Guru harus bisa digugu dan ditiru. Digugu
maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan
dan pola hidupnya bisa ditiru atau diteladani. Guru sering dijadikan panutan
oleh masyarakat, untuk itu guru harus mengenal nilai-nilai yang dianut dan
berkembang di masyarakat tempat melaksanakan tugas dan bertempat tinggal.
Sebagai pribadi yang hidup di tengah-tengah
masyarakat, guru perlu memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat
misalnya melalui kegiatan olahraga, keagamaan, dan kepemudaan. Keluwesan
bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak, pergaulannya akan menjadi kaku dan
berakibat yang bersangkutan kurang bisa diterima oleh masyarakat.
Bila guru memiliki kompetensi sosial, maka hal
ini akan diteladani oleh para murid. Sebab selain kecerdasan intelektual,
emosional dan spiritual, peserta didik perlu diperkenalkan dengan kecerdasan sosial
(social intelegence), agar mereka memiliki hati nurani, rasa perduli, empati
dan simpati kepada sesama. Pribadi yang memiliki kecerdasan sosial ditandai
adanya hubungan yang kuat dengan Allah, memberi manfaat kepada lingkungan, dan
menghasilkan karya untuk membangun orang lain. Mereka santun dan peduli sesama,
jujur dan bersih dalam berperilaku.
Sumber kecerdasan adalah intelektual sebagai
pengolah pengetahuan antara hati dan akal manusia. Dari akal muncul kecerdasan
intelektual dan kecerdasan bertindak yang memandu kecerdasan bicara dan kerja.
Sedangkan dari hati muncul kecerdasan spiritual, emosional dan sosial.
Sosial inteligensi membentuk manusia yang setia
pada kebersamaan. Apabila ada satu warganya yang menderita merupakan
penderitaan bersama. Sebaliknya apabila ada kebahagiaan menjadi/merupakan
kebahagiaan seluruh masyarakat. Dalam tingkatan nasional, sosial intelegensi
membimbing para pemimpin untuk selalu peka terhadap kesulitan rakyatnya dengan
mengutamakan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat.
Cara mengembangkan kecerdasan sosial di
lingkungan sekolah antara lain: diskusi, hadap masalah, bermain peran,
kunjungan langsung ke masyarakat dan lingkungan sosial yang beragam. Jika
kegiatan dan metode pembelajaran tersebut dilakukan secara efektif maka akan
dapat mengembangkan kecerdasan sosial bagi seluruh warga sekolah, sehingga
mereka menjadi warga yang peduli terhadap kondisi sosial masyarakat dan ikut
memecahkan berbagai permasalahan sosial yang dihadapi oleh masyarakat.
3.
Kompetensi pribadi
Adalah
sangat penting seorang guru memiliki sikap yang dapat mempribadi sehingga dapat
dibedakan ia dengan guru yang lain. Memang, kepribadian menurut Zakiah Darajat
disebut sebagai sesuatu yang abstrak, sukar dilihat secara nyata, hanya dapat diketahui
lewat penampilan, tindakan, dan atau ucapan ketika menghadapi suatu persoalan,
atau melalui atasannya saja.
Kepribadian
mencakup semua unsur, baik fisik maupun psikis. Sehingga dapat diketahui bahwa
setiap tindakan dan tingkah laku seseorang merupakan cerminan dari kepribadian
seseorang, selama hal tersebut dilakukan dengan penuh kesadaran. Setiap
perkataan, tindakan, dan tingkah laku positif akan meningkatkan citra diri dan
kepribadian seseorang. Begitu naik kepribadian seseorang maka akan naik pula
wibawa orang tersebut.
Kepribadian
akan turut menetukan apakah para guru dapat disebut sebagai pendidik yang baik
atau sebaliknya, justru menjadi perusak anak didiknya. Sikap dan citra negative
seorang guru dan berbagai penyebabnya seharusnya dihindari jauh-jauh agar tidak
mencemarkan nama baik guru. Kini, nama baik guru sedang berada pada posisi yang
tidak menguntungkan, terperosok jatuh. Para guru harus mencari jalan keluar
atau solusi bagaimana cara meningkatnya kembali sehingga guru menjadi semakin wibawa,
dan terasa sangat dibutuhkan anak didik dan masyarakat luas. Jangan sebaliknya.
Guru
sebagai teladan bagi murid-muridnya harus memiliki sikap dan kepribadian utuh
yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh segi kehidupannya.
Karenanya guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang
positif agar dapat mengangkat citra baik dan kewibawaannya, terutama di depan
murid-muridnya. Disamping itu guru juga harus mengimplementasikan nilai-nilai
tinggi terutama yang diambilkan dari ajaran agama, misalnya jujur dalam
perbuatan dan perkataan, tidak munafik. Sekali saja guru didapati berbohong,
apalagi langsung kepada muridnya, niscaya hal tersebut akan menghancurkan nama
baik dan kewibawaan sang guru, yang pada gilirannya akan berakibat fatal dalam
melanjutkan tugas proses belajar mengajar.
Guru
yang demikian niscaya akan selalu memberikan pengarahan kepada anak didiknya
untuk berjiwa baik juga. Hampir sulit ditemukan munculnya guru yang memiliki
keinginan buruk terhadap muridnya. Dalam menggerakkan murid, guru juga dianggap
sebagai partner yang siap melayani, membimbing dan mengarahkan murid, bukan
sebaliknya justru menjerumuskannya. Djamarah dalam bukunya “ Guru dan Anak
didik Dalam Interaksi Edukatif” menggambarkan bahwa : Guru adalah pahlawan
tanpa pamrih, pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan ilmu, pahlawan kebaikan,
pahlawan pendidikan, makhluk serba biasa, atau dengan julukan yang lain seperti
artis, kawan, warga Negara yang baik, pembangun manusia, pioneer, terpercaya,
dan sebagainya”.
Lebih
lanjut Djamarah mengisahkan bahwa guru memiliki atribut yang lengkap dengan
kebaikan, ia adalah uswatun hasanah walau tidak sesempurna Rasul. Betapa hebat
profesi guru, dan tidak dapat ditemukan dalam berbagai profesi lainnya.
Karenanya berbagai bentuk pengabdian ini hendaknya dilanjutkan dengan penuh
keikhlasan, dengan motivasi kerja untuk membina jiwa dan watak anak didik,
bukan sekedar untuk mencari uang.
Guru
yang professional adalah guru yang siap untuk memberikan bimbingan nurani dan
akhlak yang tinggi kepada muridnya. Karena pendidikan dana bimbingan yang
diberikan bersumber dari ketulusan hati, maka guru benar-benar siap sebagai
spiritual fatner bagi muridnya. Guru yang ideal sangat meresa gembira bersama
dengan muridnya, ia selalu berinteraksi kepada muridnya, ia merasa happy dapat
memberikan obat bagi muridnya yang sedang bersedih hati, murung, berkelahi,
malas belajar. Guru professional akan selalu memikirkan bagaimana memacu
perkembangan pribadi anak didiknya agar tidak mengalami kendala yang biasa
mengganggu.
Kemuliaan
hati seorang guru diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Guru secara nyata
dapat berbagi dengan anak didiknya. Guru tidak akan merasa lelah dan tidak
mungkin mengembangkan sifat iri hati, munafik, suka menggunjing, menyuap,
malas, marah-marah dan berlaku kasar terhadap orang lain, apalagi terhadap anak
didiknya.
Guru
sebagai pendidik dan murid sebagai anak didik dapat saja dipisahkan
kedudukannya, akan tetapi mereka tidak dapat dipisahkan dalam mengembangkan
diri murid dalam mencapai cita-citanya. Disinilah kemanfaatan guru bagi orang
lain atau murid benar-benar dituntut, seperti hadits Nabi :”Khoirunnaasi
anfa’uhum linnaas,” artinya adalah sebaik-baiknya manusia adalah yang paling
besar memberikan manfaat bagi orang lain. ( Al Hadits ).
4.
Kompetensi
Pedagogik
Dalam
Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi
pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas
(2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran.
Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar
mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar
mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.Kompetensi Menyusun Rencana
PembelajaranMenurut Joni (1984:12), kemampuan merencanakan program belajar
mengajar mencakup kemampuan: (1) merencanakan pengorganisasian bahan-bahan
pengajaran, (2) merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar, (3)
merencanakan pengelolaan kelas, (4) merencanakan penggunaan media dan sumber
pengajaran; dan (5) merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan
pengajaran.Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penyusunan rencana
pembelajaran meliputi (1) mampu mendeskripsikan tujuan, (2) mampu memilih
materi, (3) mampu mengorganisir materi, (4) mampu menentukan metode/strategi
pembelajaran, (5) mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga
pembelajaran, (6) mampu menyusun perangkat penilaian, (7) mampu menentukan
teknik penilaian, dan (8) mampu mengalokasikan waktu.Berdasarkan uraian di
atas, merencanakan program belajar mengajar merupakan proyeksi guru mengenai
kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung, yang
mencakup: merumuskan tujuan, menguraikan deskripsi satuan bahasan, merancang
kegiatan belajar mengajar, memilih berbagai media dan sumber belajar, dan
merencanakan penilaian penguasaan tujuan
Melaksanakan
proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang telah disusun.
Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan guru menciptakan
dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah
disusun. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat,
apakah kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah
kegiatan yang lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran. Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar
mengajar, pengetahuan tentang siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan
teknik belajar, misalnya: prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu
pengajaran, penggunaan metode mengajar, dan keterampilan menilai hasil belajar
siswa.Yutmini (1992:13) mengemukakan, persyaratan kemampuan yang harus di
miliki guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar meliputi kemampuan: (1)
menggunakan metode belajar, media pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai
dengan tujuan pelajaran, (2) mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan
perlengkapan pengajaran, (3) berkomunikasi dengan siswa, (4) mendemonstrasikan
berbagai metode mengajar, dan (5) melaksanakan evaluasi proses belajar
mengajar.Hal serupa dikemukakan oleh Harahap (1982:32) yang menyatakan,
kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan program mengajar adalah
mencakup kemampuan: (1) memotivasi siswa belajar sejak saat membuka sampai
menutup pelajaran, (2) mengarahkan tujuan pengajaran, (3) menyajikan bahan
pelajaran dengan metode yang relevan dengan tujuan pengajaran, (4) melakukan
pemantapan belajar, (5) menggunakan alat-alat bantu pengajaran dengan baik dan
benar, (6) melaksanakan layanan bimbingan penyuluhan, (7) memperbaiki program
belajar mengajar, dan (8) melaksanakan hasil penilaian belajar.Dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar menyangkut pengelolaan pembelajaran, dalam
menyampaikan materi pelajaran harus dilakukan secara terencana dan sistematis,
sehingga tujuan pengajaran dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan
efisien. Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar terlihat dalam mengidentifikasi karakteristik dan
kemampuan awal siswa, kemudian mendiagnosis, menilai dan merespon setiap
perubahan perilaku siswa.Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi
melaksanakan proses belajar mengajar meliputi (1) membuka pelajaran, (2)
menyajikan materi, (3) menggunakan media dan metode, (4) menggunakan alat
peraga, (5) menggunakan bahasa yang komunikatif, (6) memotivasi siswa, (7)
mengorganisasi kegiatan, (8) berinteraksi dengan siswa secara komunikatif, (9)
menyimpulkan pelajaran, (10) memberikan umpan balik, (11) melaksanakan
penilaian, dan (12) menggunakan waktu.Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
melaksanakan proses belajar mengajar merupakan sesuatu kegiatan dimana
berlangsung hubungan antara manusia, dengan tujuan membantu perkembangan dan
menolong keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Pada dasarnya melaksanakan
proses belajar mengajar adalah menciptakan lingkungan dan suasana yang dapat
menimbulkan perubahan struktur kognitif para siswa.
Stereotype
guru adalah hal-hal klise yang sering dilakukan oleh para guru. Yang berkembang
dimasyarakat kita adalah adanya suatu anggapan bahwa yang stereotype selalu
dianggap benar, sedangkan yang diluar stereotype dianggap salah, sakit, gila
dan sebagainya. Banyak orang yang tidak setuju dengan stereotype, mengorbankan
dirinya dengan pura-pura mengikuti stereotype supaya ia tidak dianggap
menyimpang, aneh ataupun gila. Sebagai contoh stereotype yang dilakukan oleh
guru TK. Sang guru berteriak kepada anak didiknya.
“Ayo
anak-anak mari kita menggambar pemandangan.” Alkisah, begitulah seorang ibu
guru TK atau SD sedang menyuruh anak didiknya untuk memulai menggambar sebuah
pemandangan beberapa puluh tahun yang lalu. Sang ibu guru tadi pun memulai
memberi contoh menggambar pemandangan. Ada dua buah gunung dengan bentuk
segitiga lancip, kemudian ditengahnya terdapat matahari pagi yang mengintip
diantara dua gunung tersebut, di atasnya ada awan-awan yang menggantung di
angkasa, dan ada pula sekawanan burung yang terbang di angkasa berbentuk
seperti angka 3 tidur. Ada juga jalan raya yang mungkin juga lengkap dengan
tiang listriknya. Sawah berjajar berkotak-kotak di tepi jalan dengan tanaman
padi yang berbentuk seperti huruf V berderet-deret, serta rumah mungil beserta
pepohonan pun menghiasi coretan gambar pemandangan tersebut. Tak jarang
terdapat aliran sungai yang berkelok-kelok. Sang murid pun dengan serta merta
mengikuti pola gambaran pemandangan yang dibuat oleh sang ibu guru tersebut.
Dan ajaibnya pola gambar pemandangan seperti ini awet dan senantiasa terjaga
kelestariannya hingga saat ini.
Stereotype
pemandangan seperti itu yang selalu tertancap erat di ingatan anak-anak
Indonesia ketika hendak disuruh mengambar pemandangan.
Pemandangan
ya gambar dua buah gunung, ada matahari, jalan, sawah, rumah, awan, burung.
Gambar dua gunung ya seperti itulah yang dinamakan dengan pemandangan.
Dalam metodologi pembelajaran, guru seringkali
menggunakan metode ceramah untuk menyampaikan materinya karena muncul anggapan
bahwa mengajar selalu identik dengan pemberian ceramah, sehingga metode-metode
pembelajaran diluar metode ceramah dianggap sebagai sesuatu yang aneh dan sulit
dilakukan.
Sebenarnya stereotype itu tidak sepenuhnya
salah karena ada beberapa mata pelajaran yang memang akan berjalan efektif
apabila disampaikan dengan cara ceramah, seperti pelajaran sejarah, PKn dan
sebagainya, namun menganggap bahwa semua mata pelajaran biasa disampaikan
kepada anak didik dengan metode ceramah adalah pembodohan terhadap anak didik
itu sendiri. Sekarang ini, seorang guru harus
berani meninggalkan stereotype dan berani menggunakan metode-metode modern yang
sesuai dengan kebutuhan anak didiknya, agar tujuan pendidikan dapat tercapai
dengan maksimal.
No comments:
Post a Comment