Beliaulah
cikal bakal madhzab Maliki. Imam Malik yang bernama lengkap Abu Abdullah Malik
bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr
bin Haris al Asbahi, lahir di Madinah pada tahun 93 H/712 M dan wafat tahun 179
H/796 M. Berasal dari keluarga Arab terhormat, berstatus sosial tinggi, baik
sebelum maupun sesudah datangnya Islam. Tanah asal leluhurnya adalah Yaman,
namun setelah nenek moyangnya menganut Islam, mereka pindah ke Madinah.
Kakeknya, Abu Amir, adalah anggota keluarga pertama yang memeluk agama Islam
pada tahun 2 H. Saat itu, Madinah adalah kota ‘ilmu’ yang sangat terkenal.
Kakek
dan ayahnya termasuk kelompok ulama hadits terpandang di Madinah. Karenanya,
sejak kecil Imam Malik tak berniat meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu. Ia
merasa Madinah adalah kota dengan sumber ilmu yang berlimpah lewat kehadiran
ulama-ulama besarnya.
Kendati
demikian, dalam mencari ilmu Imam Malik rela mengorbankan apa saja. Menurut
satu riwayat, sang imam sampai harus menjual tiang rumahnya hanya untuk
membayar biaya pendidikannya. Menurutnya, tak layak seorang yang mencapai
derajat intelektual tertinggi sebelum berhasil mengatasi kemiskinan.
Kemiskinan, katanya, adalah ujian hakiki seorang manusia.
Karena
keluarganya ulama ahli hadits, maka Imam Malik pun menekuni pelajaran hadits
kepada ayah dan paman-pamannya. Kendati demikian, ia pernah berguru pada
ulama-ulama terkenal seperti Nafi’ bin Abi Nuaim, Ibnu Syihab az Zuhri, Abul
Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin Said al Anshari, dan Muhammad bin Munkadir.
Gurunya yang lain adalah Abdurrahman bin Hurmuz, tabi’in ahli hadits, fikih,
fatwa dan ilmu berdebat; juga Imam Jafar Shadiq dan Rabi Rayi.
Dalam
usia muda, Imam Malik telah menguasai banyak ilmu. Kecintaannya kepada ilmu
menjadikan hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan. Tidak
kurang empat khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Hadi Harun, dan Al
Ma’mun, pernah jadi murid Imam Malik. Ulama besar, Imam Abu Hanifah dan Imam
Syafi’i pun pernah menimba ilmu dari Imam Malik. Belum lagi ilmuwan dan para
ahli lainnya. Menurut sebuah riwayat disebutkan murid terkenal Imam Malik
mencapai 1.300 orang.
Ciri
pengajaran Imam Malik adalah disiplin, ketentraman, dan rasa hormat murid
kepada gurunya. Prinsip ini dijunjung tinggi olehnya sehingga tak segan-segan
ia menegur keras murid-muridnya yang melanggar prinsip tersebut. Pernah suatu
kali Khalifah Mansur membahas sebuah hadits dengan nada agak keras. Sang imam
marah dan berkata, ”Jangan melengking bila sedang membahas hadits Nabi.”
Ketegasan
sikap Imam Malik bukan sekali saja. Berulangkali, manakala dihadapkan pada
keinginan penguasa yang tak sejalan dengan aqidah Islamiyah, Imam Malik
menentang tanpa takut risiko yang dihadapinya. Salah satunya dengan Ja’far,
gubernur Madinah. Suatu ketika, gubernur yang masih keponakan Khalifah
Abbasiyah, Al Mansur, meminta seluruh penduduk Madinah melakukan bai’at (janji
setia) kepada khalifah. Namun, Imam Malik yang saat itu baru berusia 25 tahun
merasa tak mungkin penduduk Madinah melakukan bai’at kepada khalifah yang
mereka tak sukai.
Ia
pun mengingatkan gubernur tentang tak berlakunya bai’at tanpa keikhlasan
seperti tidak sahnya perceraian paksa. Ja’far meminta Imam Malik tak
menyebarluaskan pandangannya tersebut, tapi ditolaknya. Gubernur Ja’far merasa
terhina sekali. Ia pun memerintahkan pengawalnya menghukum dera Imam Malik
sebanyak 70 kali. Dalam kondisi berlumuran darah, sang imam diarak keliling
Madinah dengan untanya. Dengan hal itu, Ja’far seakan mengingatkan orang
banyak, ulama yang mereka hormati tak dapat menghalangi kehendak sang penguasa.
Namun,
ternyata Khalifah Mansur tidak berkenan dengan kelakuan keponakannya itu.
Mendengar kabar penyiksaan itu, khalifah segera mengirim utusan untuk menghukum
keponakannya dan memerintahkan untuk meminta maaf kepada sang imam. Untuk
menebus kesalahan itu, khalifah meminta Imam Malik bermukim di ibukota Baghdad
dan menjadi salah seorang penasihatnya. Khalifah mengirimkan uang 3.000 dinar
untuk keperluan perjalanan sang imam. Namun, undangan itu pun ditolaknya. Imam
Malik lebih suka tidak meninggalkan kota Madinah. Hingga akhir hayatnya, ia tak
pernah pergi keluar Madinah kecuali untuk berhaji.
Dalam
sebuah kunjungan ke kota Madinah, Khalifah Bani Abbasiyyah, Harun Al Rasyid
(penguasa saat itu), tertarik mengikuti ceramah al Muwatta’ yang diadakan Imam
Malik. Untuk hal ini, khalifah mengutus orang memanggil Imam.
”Rasyid,
leluhur Anda selalu melindungi pelajaran hadits. Mereka amat menghormatinya.
Bila sebagai khalifah Anda tidak menghormatinya, tak seorang pun akan menaruh
hormat lagi. Manusia yang mencari ilmu, sementara ilmu tidak akan mencari
manusia,” nasihat Imam Malik kepada Khalifah Harun.
Sedianya,
khalifah ingin jamaah meninggalkan ruangan tempat ceramah itu diadakan. Namun,
permintaan itu tak dikabulkan Malik. ”Saya tidak dapat mengorbankan kepentingan
umum hanya untuk kepentingan seorang pribadi.” Sang khalifah pun akhirnya
mengikuti ceramah bersama dua putranya dan duduk berdampingan dengan rakyat
kecil.
Pengendalian
diri dan kesabaran Imam Malik membuat ia ternama di seantero dunia Islam.
Pernah semua orang panik lari ketika segerombolan Kharijis bersenjatakan pedang
memasuki masjid Kuffah. Tetapi, Imam Malik yang sedang shalat tanpa cemas tidak
beranjak dari tempatnya. Mencium tangan khalifah apabila menghadap di baliurang
sudah menjadi adat kebiasaan, namun Imam Malik tidak pernah tunduk pada
penghinaan seperti itu. Sebaliknya, ia sangat hormat pada para cendekiawan,
sehingga pernah ia menawarkan tempat duduknya sendiri kepada Imam Abu Hanifah
yang mengunjunginya.
Beliau wafat pada tahun
179 hijrah ketika berumur 86 tahun dan meninggalkan 3 orang putera dan seorang
puteri.
***
Guru-guru
imam Malik
Imam
Malik terkenal dengan imam dalam bidang hadits Rasulullah SAW.Imam Malik
belajar pada ulama-ulama Madinah. Yang menjadi guru pertamanya ialah Abdur
Rahman bin Hurmuz. Beliau juga belajar kepada Nafi’ Maula Ibnu Umar dan Ibnu
Syihab Az Zuhri.
Adapun
yang menjadi gurunya dalam bidang fiqh ialah Rabi’ah bin Abdur Rahman. Imam
Malik adalah imam (tokoh) negeri Hijaz, bahkan tokohnya semua bidang fiqh dan
hadits.
Dasar-dasar Mazhab
Maliki
Dasar-dasar mazhab
Maliki diperinci dan diperjelas sampai tujuh belas pokok(dasar) yaitu:
• Nashshul Kitab
• Dzaahirul Kitab
(umum)
• Dalilul Kitab (mafhum
mukhalafah)
• Mafhum muwafaqah
• Tanbihul Kitab,
terhadap illat
• Nash-nash Sunnah
• Dzahirus Sunnah
• Dalilus Sunnah
• Mafhum Sunnah
• Tanbihus Sunnah
• Ijma’
• Qiyas
• Amalu Ahlil Madinah
• Qaul Shahabi
• Istihsan
• Muraa’atul Khilaaf
• Saddud Dzaraa’i
Al-Quran,
As-Sunnah (dengan lima rincian dari masing-masing Al-Quran dan As Sunnah;
tekstualitas, pemahaman zhahir, lafaz umum, mafhum mukhalafah, mafhum
muwafakah, tanbih alal illah), Ijma’, Qiyas, amal ahlul madinah (perbuatan
penduduk Madinah), perkataan sahabat, istihsan, saddudzarai’, muraatul khilaf,
istishab, maslahah mursalah, syar'u man qablana (syariat nabi terdahulu).Mazhab
ini adalah ke balikan dari mazhan Al-Hanafiyah. Kalau Al-Hanafiyah banyak
sekali mengandalkan nalar dan logika, karena kurang tersedianya nash-nash yang
valid di Kufah, mazhab Maliki justru 'kebanjiran' sumber-sumber syariah. Sebab
mazhab ini tumbuh dan berkembang di kota Nabi SAW sendiri, di manapenduduknya
adalah anak keturunan para shahabat. Imam Malik sangat meyakini bahwa praktek
ibadah yang dikerjakan penduduk Madinah sepeninggal Rasulullah SAW bisa
dijadikan dasar hukum, meski tanpa harus merujuk kepada hadits yang shahih para
umumnya.
Sahabat-sahabat Imam
Maliki dan Pengembangan Mazhabnya
Di antara ulama-ulama
Mesir yang berkunjung ke Madinah dan belajar pada Imam Malik ialah:
1. Abu Muhammad
Abdullah bin Wahab bin Muslim.
2. Abu Abdillah Abdur
Rahman bin Qasim al-Utaqy.
3. Asyhab bin Abdul
Aziz al-Qaisi.
4. Abu Muhammad
Abdullah bin Abdul Hakam.
5. Asbagh bin Farj
al-Umawi.
6. Muhammad bin
Abdullah bin Abdul Hakam.
7. Muhammad bin Ibrahim
bin Ziyad al-Iskandari.
Adapun ulama-ulama yang
mengembangkan mazhab Maliki di Afrika dan Andalus ialah:
1. Abu Abdillah Ziyad
bin Abdur Rahman al-Qurthubi.
2. Isa bin Dinar
al-Andalusi.
3. Yahya bin Yahya bin
Katsir Al-Laitsi.
4. Abdul Malik bin
Habib bin Sulaiman As Sulami.
5. Abdul Hasan Ali bin
Ziyad At Tunisi.
6. Asad bin Furat.
7. Abdus Salam bin Said
At Tanukhi.
Sedang Fuqaha-fuqaha
Malikiyah yang terkenal sesudah generasi tersebut di atas adalah sebagai
berikut:
1. Abdul Walid al-Baji
2. Abdul Hasan
Al-Lakhami
3. Ibnu Rusyd Al-Kabir
4. Ibnu Rusyd Al-Hafiz
5. Ibnu ‘Arabi
6. Ibnul Qasim bin
Jizzi
Daerah-daerah yang
Menganut Mazhab Maliki.
Awal
mulanya tersebar di daerah Madinah, kemudian tersebar sampai saat ini di
Marokko, Aljazair, Tunisi, Libia, Bahrain, dan Kuwait. Mazhab Maliki pernah
menjadi mazhab resmi di Mekah, Madinah, Irak, Mesir, Aljazair, Tunisia, Andalusia
(kini Spanyol), Marokko, dan Sudan. Kecuali di tiga negara yang disebut
terakhir, jumlah pengikut mazhab Maliki kini menyusut. Mayoritas penduduk Mekah
dan Madinah saat ini mengikuti Mazhab Hanbali. Di Iran dan Mesir, jumlah
pengikut Mazhab Maliki juga tidak banyak. Hanya Marokko saat ini satu-satunya
negara yang secara resmi menganut Mazhab Maliki.
Kitab Al Muwatta’
Al
Muwatta’ adalah kitab fikih berdasarkan himpunan hadits-hadits pilihan. Santri
mana yang tak kenal kitab yang satu ini. Ia menjadi rujukan penting, khususnya
di kalangan pesantren dan ulama kontemporer. Karya terbesar Imam Malik ini
dinilai memiliki banyak keistimwaan. Ia disusun berdasarkan klasifikasi fikih
dengan memperinci kaidah fikih yang diambil dari hadits dan fatwa sahabat.
Menurut
beberapa riwayat, sesungguhnya Al Muwatta’ tak akan lahir bila Imam Malik tidak
‘dipaksa’ Khalifah Mansur. Setelah penolakan untuk ke Baghdad, Khalifah Al
Mansur meminta Imam Malik mengumpulkan hadits dan membukukannya. Awalnya, Imam
Malik enggan melakukan itu. Namun, karena dipandang tak ada salahnya melakukan
hal tersebut, akhirnya lahirlah Al Muwatta’. Ditulis di masa Al Mansur (754-775
M) dan baru selesai di masa Al Mahdi (775-785 M).
Dunia
Islam mengakui Al Muwatta’ sebagai karya pilihan yang tak ada duanya. Menurut
Syah Walilullah, kitab ini merupakan himpunan hadits paling shahih dan
terpilih. Imam Malik memang menekankan betul terujinya para perawi. Semula,
kitab ini memuat 10 ribu hadits. Namun, lewat penelitian ulang, Imam Malik
hanya memasukkan 1.720 hadits. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam beberapa
bahasa dengan 16 edisi yang berlainan. Selain Al Muwatta’, Imam Malik juga
menyusun kitab Al Mudawwanah al Kubra, yang berisi fatwa-fatwa dan jawaban Imam
Malik atas berbagai persoalan.
Imam
Malik tak hanya meninggalkan warisan buku. Ia juga mewariskan mazhab fikih di
kalangan Islam Sunni, yang disebut sebagai Mazhab Maliki. Selain fatwa-fatwa
Imam Malik dan Al Muwatta’, kitab-kitab seperti Al Mudawwanah al Kubra,
Bidayatul Mujtahid wa Nihaayatul Muqtashid (karya Ibnu Rusyd), Matan ar Risalah
fi al Fiqh al Maliki (karya Abu Muhammad Abdullah bin Zaid), Asl al Madarik
Syarh Irsyad al Masalik fi Fiqh al Imam Malik (karya Shihabuddin al Baghdadi),
dan Bulgah as Salik li Aqrab al Masalik (karya Syeikh Ahmad as Sawi), menjadi
rujukan utama mazhab Maliki.
Di
samping sangat konsisten memegang teguh hadits, mazhab ini juga dikenal amat
mengedepankan aspek kemaslahatan dalam menetapkan hukum. Secara berurutan,
sumber hukum yang dikembangkan dalam Mazhab Maliki adalah Al-Qur’an, Sunnah
Rasulullah SAW, amalan sahabat, tradisi masyarakat Madinah (amal ahli al
Madinah), qiyas (analogi), dan al maslahah al mursalah (kemaslahatan yang tidak
didukung atau dilarang oleh dalil tertentu).
KESIMPULAN
1 Imam Malik berasal
dari keturunan ulama hadits sehingga beliau lebih tekun mempelajari hadits.
2 Imam Malik sangat
teguh memegag prinsip dan sangat hati-hati dalam memilih hadits nabi saw.
3 Beliau merupakan
seorang yang kuat hafalannya.
4 Kitab Al-Muwatta’
merupakan kitab fiqih fenomenal yang di himpun dari hadits-hadits pilihan dan
menjadi rujukan penting khususnya bagi kalangan ulama dan pesantren.
5 Mazhab Maliki
berkembang pesat di daerah Maroko,Spanyol,dan Sudan.