Tuesday, August 7, 2012

Rasionalisme



PENDAHULUAN
Penulis : Rahmad f

            Rasionalisme adalah faham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan. Jika empirisisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris, maka rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Alat dalam berpikir itu ialah kaidah-kaidah logis atau kaidah kaidah logika.
            Rasionalisme ada dua macam : dalam bidang agama dan dalam bidangfilsafat. Dalam bidang agama rasionalisme adalah lawan autoritas, dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan empirisisme.
            Rasionalisme dalam bidang agama biasanya digunakan untuk mengkeritik ajaran agama, rasionalisme dalam bidang filsafat terutama berguna sebagai teori pengetahuan. Sebagai lawan empirisme, rasionalisme berpendapat bahwa sebagian dan bagian penting pengetahuan datang dari penemuan akal. Contohnya yang paling jelas ialah pemahan tentang logika dan matemetika.
            Sejarah rasionalisme sudah tua sekali. Thales telah menerapkan rasionalisme dalam filsafatnya. Ini dilanjutkan dengan jelas sekali pada orang-orang sofis dan tokoh-tokoh penentangnya (Scorates, Plato, Aristoteles), dan juga beberapa tokoh sesudah itu. (lihat Runes,1971:275). Pada zaman modern filsafat, tokoh pertama rasionalisme ialah Descartes yang akan dibicarakan dalam makalah ini.
            Di dalam makalah ini rasionalisme dilihat sebagai reaksi terhadap dominasi gereja pada Abad pertengahan Kristen dibarat sebagaimana nanti dapat dilihat, pada konteks itulah kepentingan Descartes dibicarakan agak panjang disini. Descartes lebih diperhatikan karena ada keistimewaan padanya : kebereaniannya melepaskan diri dari kerangkeng yang mengurung filosof abad pertengahan.






Rasionalisme Rene Descartes (1596-1650)

Descartes lahir pada tahun 1596 dan meninggal dunia pada tahun 1650. bukunya yang terpenting di dalam filsafat murni ialah Discours de la Methode (1637) dan Meditations (1642). Kedua buku ini salaing melengkapi satu sama lain. Di dalam kedua buku ini ia menuangkan metodenya yang terkenal itu, metode keraguan Descartes (Cartesian Doubt). Metode ini sering juga disebut , Cogito Descartes, atau metode cogito saja.
            Ia mengetahui bahwa tidak mudah meyakinkan tokoh-tokoh Gereja bahwa dasar filsafat haruslah rasio (akal). Tokoh-tokoh gereja waktu itu tetap yakin bahwa dasar filsafat haruslah iman sebagaimana tersirat dalam jargon credo ut intelligem dari Anselmus itu. Untuk meyakinkan orang bahwa dasar filsafat haruslah dengan akal, ia menyusun argumentasi yang  amat terkenal. Argumentasi itu tertuang, tertuang dalam metode cogito tersebut.
            Untuk menenmukan basis yang kuat bagi filsafat, Descartes meragukan (lebih dahulu) segala sesuatu yang dapat diragukan. Mula-mula ia mencoba meragukan semua yang dapat diindera, objek yang sebenarnya tidak mungkin diragukan. inilah langkah pertama cogito tersebut. Dua meragukan adanya badannya sendiri. Keraguaan itu menjadi mungkin karena pada pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi, dan juga pada pengalaman roh halus ada yang sebenarnya itu tidak jelas. Pada keadaan itu seseorang dapat mengalami sesuatu seolah-olah dalam keadaan yang sesungguhnya. Didalam mimpi itu seseorang seolah-seolah seseorang mengalami sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi, persis seperti tidak mimpi (jaga). Begitu pula pada pengalaman halusinasi, ilusi, dan kenyataan gaib. Tidak ada batas yang tegas antara mimpi dan jaga. Oleh karena itu, Descartes berkata, “Aku dapat meragukan bahwa aku duduk di sini dalam pakaian siap untuk pergi keluar: ya, aku dapat meragukan itu karena kadang-kadang aku bermimpi persis seperti itu, padahal aku ada di tempat tidur, sedang bermimpi.” Tidak ada batas yang jelas tegas antara mimpi (sedang mimpi) dan jaga. Tatkala mimpi, rasa-rasanya seperti bukan mimpi. Siapa yang dapat kejadian-kejadian waktu jaga (yang kita katakan sebagai jaga ini) sebagai mana kita alami adalah kejadian-kejadian yang sebenarnya, jadi bukan mimpi? Tidak ada perbedaan yang jelas antara mimpi dan jaga : demikian yang dimaksud oleh Descartes.
            Perhatikan kutipan berikut ini (yang diambil dari koran Pikiran Rakyat 17 Desember 1981).

Kejadian aneh menimpa CHR (30), penduduk RK III, Desa kerapyak, semarang barat, Jawa Tengah, ketika semalam suntuk tidur bersama roh halus disebuah perkuburan. Sampai cerita ini ditulis CHR masih termenung-menung dan tak bisa bicara lancar. Dalam keterangannya kepada PR, isteri CHR mengatakan Senin malam yang lalu dilapangan Tugu ada pertunjukan “Malam Qasidah” yang ramai. Pasangan suami-sitri itu sepakat akan menonton sampai puas, tetapi karena masih menunggu tamu dan menyelesaikan pekerjaan, maka sang istri disuruh pergi duluan. Cuma sekitar satu jam kemudian CHR pergi ketempat pertujukan untuk menjemput sang istri, tetapi karena suasana begitu ramai, agak sulit mencarinya. Mendadak di sebuah pojok Puskesmas ada suara memanggil persis seperti suara istrinya: “Mas saya disini...” begitu menoleh, CHR mengenali wajah orang itu adalah istrinya sendiri, hanya saja pakaiannya bebau serba wangi. “Baumu begitu wangi, ada apa?” tanya CHR yang segera dijawab “Memang, saya pakai kembang semboja.”  Tanpa banyak cingcong akhirnya CHR mengikuti kemana saja wanita itu pergi menonton. Bahkan sampai pulang dengan menumpang kendaraan umum Daihatsu juga bersama-sama. CHR merasa sudah sampai dirumah dan kemudian tidur bersama wanita yang dikiranya isteri itu sampai pulas. Keesokan harinya seorang pengembala mendapati sesosok tubuh yang dikiranya sudah mati, di Nisan kuno. Ternyata setelah dibangunkan masih hidup. Pemuda itu kemudian menuntunnya pulang karena CHR masih belum bisa bicara. Setelah diberi minum kopi beberapa gelas dan didatangkan “orang tua” yang cukup sakti, akhirnya baru bisa bicara sedikit demi sedikit. Pada pokoknya CHR merasa tidur semalam bersama istrinya yang semalaman juga tidak pulang karena terus-menerus mencari CHR yang dikiranya menonton sampai akhir pertunjukan. Lebih aneh lagi, keesokan harinya kernet Daihatsu juga mendatangi CHR dirumah karena uang RP. 150,00 yang dibayarkan semalam, pagi harimya telah berubah menjadi delapan kuntum bunga semboja. demikian    
            Benda-benda dalam halusinasi dan ilusi juga membawa kita kepada pertanyaan: Yang manakah sesungguhnya yang benar-benar ada, yang sungguh-sungguh asli? Benda-benda dalam mimpi, halusinasi, ilusi, dan kejadian dengan roh halus, bila dilihat dari posisi kita sedang jaga , itu tidak ada. Akan tetapi, benda-benda itu sungguh-sungguh ada bila dilihat dari posisi kita dalam mimpi, halusinasi, ilusi, dan roh halus. Dalam mimpi kita melihat dan mengalami benda-benda itu; dalam mimpi benda-benda itu sungguh-sungguh ada. Sekali lagi : adakah beda yang tegas antara mimpi dan jaga? Begitulah jalan pemikiran dalam metode cogito.
            Pada langkah pertama ini Descartes dapat (berhasil) meragukan semua benda yang dapat diindera. Apa yang sekarang dapat dipercaya, yang sungguh-sungguh ada? Menurut Descartes, dalam keempat keadaan itu (mimpi, halusinasi, ilusi, roh halus), juga dalam jaga, ada sesuatu yang selalu muncul. Ada sesuatu yang muncul, baik dalam jaga maupun dalam mimpi. Yang selalu muncul itu ialah gerak, jumlah, dan besaran (volume). Pada tahap kedua ini Descartes mengajak kita berpendapat bahwa yang tiga inilah yang lebih ada daripada benda-benda. Ketiga macam ini lebih meyakinkan adanya. Mungkin ketiga inilah yang benar-benar ada. 
            Betulkah yang tiga ini (gerak, jumlah, besaran)benar-benar ada?lalu Descartes mengujinya. Kemudian ia pun meragukannya. Yang tiga macam itu adalah matematika. Kata Descartes, matematika dapat salah. Saya sering salah menjumlah (angka), salah mengukur (besaran), juga demikan pada gerak. Jadi, ilmu pasti pun masih dapat saya ragukan. Ilmu pasti lebih besar daripada benda, tetapi saya masih dapat meragukannya. Jadi, benda dan ilmu pasti diragukan. Kalau begitu, apa sekarang yang pasti itu, yang dapat kujadikan dasar bagi filsafatku? Aku ingin yang pasti, yang distinct. Sampailah ia sekarang kepada langkah ketiga dalam metode cogito.
            Masih ada satu yang tidak dapat kuragukan, demikian katanya, bahkan tidak satu setan yang licik pun dapat mengganggu aku, tak seorang skeptis pun yang mampu  meragukannya, yaitu saya sedang ragu. Jelas sekali, saya sedang ragu. Tidak dapat diragukan bahwa saya sedang ragu. Begitu distinct saya sedang ragu. Boleh saja badan saya ini saya ragukan adanya, hanya bayangan, misalnya, atau hanya seperti dalam mimpi, tetapi mengenai “saya ragu” benar-benar tidak dapat diragukan adanya.
            Aku yang sedang ragu itu disebabkan oleh aku berpikir. Kalau begitu, aku berfikir  pasti ada dan benar. Jika aku berpikir ada, berarti aku ada sebab yang berpikir itu aku. Cogito ergo sum, aku berpikir, jadi aku ada. Tahapan metode Descartes itu dapat diringkaskan sebagai berikut :

Benda inderawi tidak ada

Gerak, jumlah, besaran (ilmu pasti ) tidak ada
Saya sedang ragu, ada
Saya ragu karena saya berpikir
Jadi, saya berpikir ada
         1                            2                             3                            4                            5
Sekarang Descartes telah menemukan dasar bagi filsafatnya. Basis itu bukan filsafat Flato, bukan filsafat abad pertengahan, bukan agama atau yang lainnya. Fondasi itu ialah aku yang berpikir. Pemikirinku itulah yang pantas dijadikan dasar filsafat karena aku yang berpikir itulah yang benar-benar ada, tidak diragukan, bukan kamu atau pikiranmu. Disini kelihatanlah sifat subjektif, individualistis, humanis dalam filsafat Descartes. Sifat-sifat inilah, nantinya, yang akan mendorong perkembangan filsafat pada abad modern.
            Descartes memulai filsafat dari metode. Metode keraguan itu bukanlah tujuannya. Tujuan metode ini bukanlah untuk mempertahankan keraguan. Sebaliknya, metode ini bergerak dari keraguan menuju kepastian. Keraguan Descartes hanya ditujukan untuk menjelaskan perbedaan sesuatu yang dapat diragukan dari sesuatu yang tidak dapat diragukan. Ia sendiri tidak pernah meragukan bahwa ia mampu untuk menemukan keyakinan yang berada dibalik keraguan itu. dan menggunakannya untuk membuktikan suatu kepastian dibalik sesuatu. Keyakinan itu begitu jelas dan pasti, clear and distinct, dan menghasilkan keyakinan yang sempurna. Spinoza merujuk kepada ide ini dan memberinya nama adequate ideas, sementara Leibniz merujuk juga dan memberinya sebutan truths reason (Solomon, 1981:99).
            Dalam metode ini berjalan suatu deduksi yang tegas. Bila Descartes telah menemukan suatu idea yang distinct, maka ia dapat menggunakannya sebagai premise yang dari sana ia mendeduksi keyakinan lain yang juga distinct seluruh proses penyimpulan itu terlepas dari empiris; keseluruhannya merupakan proses rasional.
            Setelah pondasi itu ditemukan, mulailah ia mendirikan bangunan filsafat diatasnya. Akal itulah basis yang paling terpercaya dalam berfilsafat.
            Inilah titik awal kemenangan akal atas iman (hati) pada zaman modern. Ia merupakan reaksi keras terhadap dominasi iman (hati) pada abad pertengahan. Cara ini kemudian diikuti oleh filosof-filosf zaman itu. Laksana bendungan yang jebol, dalam waktu yang relatif singkat sekali pemikir yang muncul dalam persentase yang jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan filosof abad pertengahan. Akal telah menang terhadap dominasi iman. Akankah tragedi Yunani terulang kembali?
            Kemenangan akal pada ronde ini telah menyebabkan tragedi Yunani terulang kembali: kaidah sains menjadi guncang, ajaran iman menjadi goyah. Orang meragukan sains dan agama. Orang kembali bingung. Tidak dapat dihindari, humanisme dan rasionalisme yang dikembangkan oleh Descartes telah menimbulkan subjektivitisme dan relativisme, persis seperti kebimbangan alam pikiran pada zaman sofisme tempo hari.
            Karena dibukanya akal oleh Descartes, maka Voltaire telah berani mencanangkan kuasa akal di Eropa. Oleh spinoza kuasa akal itu diperkuat. Pada Hobbes rasionalisme itu berkembang menjadi ateisme materialisme yang kental. Jiwa telah dihilngkan oleh Locke. Berkeley telah meniadakan materi. Pemikiran menjadi tenggelam dalam puing-puing pemikiran. Tentu orang kebingungan. Akibatnya dapat ditebak, satu demi satu dogma lama menghilang. Katedral Gotik yang biasanya gemerlap menjadi tenggelam gelap. Tuhan kuno dari singgahsananya. Alam langit telah turun derajatnya menjadi sekadar langit, dan neraka serta surga hanya pernyataan emosi. Sains guncang, agama goyah, kedua-duanya diragukan. Oleh apa? Ya, oleh dominasi akal.
            Hume memberikan lampu kuning. Katanya, bila akal telah menentang manusia, maka segera manusia akan menentang akal. Akan tetapi, sebelum Hume kita tinjau lebih dulu dua tokoh pembelah Descartes; ya, pembela mazhab rasionalisme.






No comments:

Post a Comment

Post Terbaru

  الطريقة   المادة الترتيب (أقوم أمام الباب قائلا)   إلقاء السّلام ...