Tuesday, August 7, 2012

Sejarah Dan Perkembangan Mesir


Penulis : Rahmad F
BAB I
PENDAHULUAN

Menurut Nourouzzaman Syidiqi dalam bukunya Sejarah Modern, Mesir, Syiria, Afrika Utara, dan Arabia, sejarah umat islam dapat dibagi dalam tiga babakan.[1] Babakan pertaama adalah periode klasik yang dimuai sejak lahirnya Islam sampai runtuhnya dinasti Abbasiyah pada tahun 1258. Cirri periode ini adalah seluruh wilayah Negara diperintah oleh seorang khalifah baik yang mempunyai wewenang dan kedudukan maupun hanya sekedar symbol saja. Kedua adalah periode pertengahan
yang dimulaidari runtuhnya dinasti Abbasiyah hingga penghujung abad XVIII. Periode ketiga adalah periode modern, periode ini diwarnai oleh kebangkitan nasionalisme dan cengkraman kuku penjajah barat yang berakhir sampai perang dunia kedua.
Mesir merupakan salah satu pusat peradaban Islam yang sangat termasyur dibidang ilmu pengetahuan dan pergerakan, dimana para pemikir dan cendikiawan yang lahir dan tumbuh besar disini, sehingga pemikiran dan ideology yang dibangun oleh mereka membawa  pengaruh yang sangat besar dalam membangun peradaban di kota mesir dan dunia islam.
Mesir dibangun oleh Jauhar Al-siqili, panglima perang dinasti Fatimiyah yang beraliran syiah. Kota ini dibangun sebagai ibu kota kerajaan tersebut. Wilayah kekuasaan dinasti Fatimiyah meliputi Afrika Utara, Sicilia dan Syiria. Berdirinya kota kairo sebagai ibu kota kerajaan dinasti ini membuat bagdad mendapat saingan. Kota yang terletak ditepi sungai nil ini mengalami tiga kali masa kejayaan, yaitu pada masa dinasti Fatimiyah, dimasa Shalahuddin Al-Ayyubi dan dibawah Baybars dan Al-nasir pada masa dinasti Mamalik.
Dalam pembahasan kali ini, kami akan memaparkan sejarah perkembangan mesir serta peradaban yangbtelah dibangun dari masa kemasa, yaitu dari pertengahan abad kedelapan belas sampai pasca perang dunia pertama, yang meliputi: kerajaan besar Ottoman di Timur Dekat, ekspedisi Prancis ke Mesir, westernisasi dan lahirnya nasionalisme, reanisanse bangsa Mesir dan bangsa Mesir pasca perang dunia pertama.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Sejarah Dan Perkembangan Mesir
Kota kairo dibangun pada tanggal 17 Sya’ban 358 H/969 M oleh panglima perang dinasti Fatimiyah yang beraliran sti’ah, Jawhar Al-Siqili, atas perintah khalifah Fatimiyah, Al-Mu’izz Lidinillah(953-9750, sebagai ibu kota kerajaan tersebut. Bentuk kota ini hamper merupakan segi empat. Disekelilingnya dibangun tembok besar dan tinggi, yang sampai sekarang masih ditemui peninggalannya. Pagar tembok ini memanjang dari masjid Ibn Thulun sampai ke Qal’at Al- Jabal, mamanjang dari jabal Al-muqattam sampai ke sungai Nil. Daerah-daerah yang dilalui oleh dinding ini sekarang disebut al-husainiyah, Bab al-Luk, Syibra dan Ahya Bulaq.[2]
Setelah pembangunan koya kairo selesai lengkap dengan istananya, Al-Siqili mendirikan Masjid Al-Azhar, 17 Ramadhan 359 H (970 M). masjid ini berkembang menjadi sebuah universitas besar yang sampai sekarang masih berdiri megah. Nama Al-Azhar diambil dari al-zahra’, julukan Fatimah, puteri Nabi Muhammad saw dan istri Ali ibn Abi Thalib, Imam pertama syi’ah.
Kota yang terletak ditepi sungai Nil ini mengalami tiga kali masa kejayaan, yaitu pada masa dinasti Fatimiyah, masa Shalah-Al-Din Al-Ayyubi dan dibawah Baybars dan Al-Nasir pada masa dinasti Mamalik. Periode Fatimiyah dimulai dengan Al-Mu’izz dan puncaknya terjadi pada masa pemerintahan anaknya, Al-aziz. Al-  Rasyid di Bagdad. Selama pemerintahan Mu’izz dan tiga orang pengganti pertamanya, seni dan ilmu mengalami kemajuan besar.
Al-Mu’izz melaksanakan tiga kebijaksanaan besar, yaitu pembaharuan dalam bidang administrasi, pembangunan ekonomi, dan toleransi beragama (juga aliran). Dalam bidang administrasi, ia manganagkat wazir (menteri)untuk melaksanakan tugas-tugas kenegaraan. Dalam bidang ekonomi, ia member gaji khusus kepada tentara, personalia istana, dan pejabat pemerintahan lainnya.[3] Dalam bidang agama, di Mesir diadakan empat lembaga peradilan, dua untuk mazhab Syi’ah dan dua untuk mazhab Sunni. Al-Aziz kemudian mengadakan program baru dengan mendirikan masjid-masjid, istana, jembatan dank anal-kanal baru.
Pada pemerintaha Al-Hakim(996-1021 M), mendirikan Bait al- Hikmah, terinspirasi dari lembaga yang sama yang didirikan oleh Al-Makmun di Bagdaad. Lembaga ini merupakan puasat kajian astronomi, kedokteran, dan ajaran-ajaran islam terutama Syi’ah.
Pada masa-masa selanjutnya, dinasti Fatimiyahmulai mendapat gangguan-gangguan politik. Dinasti Fatimiyah ditumbangkan oleh dinasti Ayyubiyah yang didirikan oleh Shalah Al-Din, seorang pahlawan terkenal dalam perang salib. Ia tetap mempertahankan lembaga-lembaga ilmiah  yang didirikan oleh dinasti Fatimiyah tetapi mengubah orientasi keagamaan dari Syi’ah kepada Sunni. Ia juga mendirikan lembaga baru, terutama masjid yang dilengkapi dengan tempat belajar teologi dan hokum.
Kekuasaan dinasti Ayyubiyah di mesir diambil alih oleh dinasti Mamalik. Dinasti ini mampu mempertahankan pusat kekuasaannya dari serangan bangsa Mongol dan mengalahkan tentara mongol dibawah pimpinan Baybars (1260-1277 M). ia juga seorang pahlawan islam dalam perang salib dan pendiri dinasti ini. Baybars memugar bangunan-bangunan kota, merenovasi Al-Azhar, dan pada tahun 1261 M mengundang keturunan Abasiyah untuk melanjutkan khilafahnya di Kairo. Pada tahun 1517 M, dinasti ini dikalahkan oleh kerajaan Usmani yang berpusat di Turki dan sejak itu Kairo hanya menjadi ibu kota provinsi dari kerajaan Usmani tersebut.
B. Mesir; Pertengahan Abad Kedelapan Belas Sampai Pasca Perang Dunia Pertama.
1.Negara Besar Ottoman Di Timur Dekat
Pada akhir abad ke tujuh belas dan selama masa abad ke 18, reputasi orang-orang Turki Ottoman berkurang secara drastic dan Pasha di Mesir tidak dapat mengontrol masalah-masalah dalam negeri negaranaya itu. Dia digangu pemimpin-pemimpin pasukan tetap turki, sebagian dari para Janissari dan oleh pemimpin mamluk di mesir yang kekuatannya berkembang secara berangsur-angsur.
Di akhir abad ke delapan belas, dua orang tokoh penting muncul di dalam lapangan politik bangsa mesir. Yang pertama ialah Ali Bey al-Kabir, pada mulanya merupakan seorang Kristen berasal dari Georgia. Dengan bantuan hambanya, Muhammad Bey (Abu al-dahab) Ali Bey bias menindas lawan-lawannya, memasuki kairo, memaksakan kekuasaannya dan memulihkan peraturan-peraturan dan perdamaian.
Pemerintahan Ali Bey merupakan periode yang berarti dalam sejarah bangsa mesir, sebuah periode ketika kekacauan dan ketidakteraturan menguasai. Hal ini memberi kesempatan baik baginya untuk mengembalikan besar mamluk dengan mengorbankan kemunduran Negara besar ottoman. Ali bey dikalahkan dan dilukai oleh hambanya sendiri, Abu Dahab, kepadanya sultan Ottoman bias mendapatkan pihaknya.
Abu dahab memerintah mesir hanya dalam waktu yang singkat (1772-1775 M). kedudukan sultan Ottoman yang lemah member unsure-unsur lawan di mesir suatu kesempatan untuk mengambil lagi kekuasaan mereka. Kematian Abu Dahab member kesempatan kepada penguasa-penguasa mamluk seperti Ibrahi Bey untuk menjalankan kekuasaannya, namun mereka melanjutkanuntuk memerintah Mesir sampai Mesir diserbu oleh Bonaparte pada bulan juli 1798 m.
2.Ekspidisi Perancis ke Mesir
Ekspedisi Perancis ke Mesir merupakan serangkaian rencana yang sudah lama dipertimbangkan atau dipikirkan oleh perancis. Hal ini bias dikembalikan kepada masa pemerintahan Louis XIV, yang pertama kali memikirkan tentang penyerbuan ke Mesir dan untuk menghubungkan laut merah dan laut tengah, dengan begitu Perancis akan bisa memperluas kemenangan mereka ke arah barat.[4]
Dengan dalih menghukum penguasa-penguasa mamluk yang sudah berlaku sewenang-wenang, Napoleon Bonaparte mendarat di Alexandria pada tanggal 2 juni 1789 dan keesokan harinya kota pelabuhan ini jatuh. Kota Rasyid menyusul beberapa hari kemudian. Pada tanggal 22 juli napoleon telah dapat menguasai Mesir.
Untuk menarik simpati penduduk pribumi Mesir, Bonaparte memilih 10 orang, sebagian besar dari al-azhar, untuk membentuk sebuah dewan, dengan rector al-azhar, Sheikh Abdullah Sharqawi sebagai pemimpin mereka.[5] Bonaparte juga mendirikan “institute d’Egypte” agar para ahli dari perancis bias mamberikan petunjuk mengenai teknik. Bonaparte mengadakan peringatan maulid nabi dan mengadakan diskusi dengan para sarjana tentang masalah-masalah islam. Tetapi ia gagal mendapatkan simpati dari orang-orang mesir yang memandangnya sebagai orang kafir.
Perlawanan orang-orang Mesir dan Ustmani maupun inetervensi Inggris menghalang-halangi pendudukan perancis. Pada bulan agustus 1798 armada Inggris dapat mangalahkan armada Perancis dalam pertempuran di Abuqir dekat Iskandaria. Kemenangan Inggris mendorong orang-orang Ustmani untuk bersikap memusuhi Perancis.
Usaha Bonaparte untuk menguasai daerah-daerah lainnya di Timur  Tengah tidak berhasil, sementara itu perkembangan politik di Peranvis menghendaki kehadirannya di Paris.[6] Pada tanggal 18 agustus 1798 ia meninggalkan Mesir kembali ketanah airnya. Dan ekspedisi Bonaparte ke Mesir berakhir pada tanggal 31 agustus 1801 M.
Ekspedisi Perancis yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte yang dimulai tahun 1798 ini tidak hanya terdiri dari pasukan tempur tetapi juga diikuti oleh sejumlah sarjana di berbagai bidang ilmu pengetahuan. Dalam rombongannya terdapat sekitar 500 kaum sipil dan 500 wanita. Di antara kaum sipil itu terdapat 167 ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Napoleon juga membawa dua set alat percetakan dengan huruf latin, arab dan yunani. Dengan demikian kedatangan mereka bukan hanya untuk kepentingan militer tetapiu juga untuk kepentingan ilmiah. Institute d’Egypte yang dibangun Bonaparte mempunyai empat bagian, yaitu: bagian ilmu pasti, bagian ilmu alam, bagian ekonomi-politik  dan bagian sastra-seni.
Ekspedisi Napoleon ke Mesir setidaknya menghasilkan tiga ide baru yaitu:
a.      System pemerintahan republic yang didalamnya kepala Negara yang dipilih untuk waktu tertentu, tunduk kepada undang-undangdasar dan bias dijatuhkan oleh parlemen.
b.      Ide persamaan(egalite) artinya persamaan kedudukan dan turut sertanya rakyat dalam pemerintahan.
c.       Ide kebangsaan. Umat islam waktu itu adalah seluruh umat islam, yaitu bahwa tiap orang islam adalah saudara, mereka tidak begitu sadar akan perbedaan bangsa dan suku bangsa.

 3.Renaissance Bangsa Mesir
Pada pertengahan pertama abad ke-19 sejarah mesir dibuat oleh Muhammad Ali yang lahir bulan januari 1769 di kavala-Albania dekat pantai Macedonia. Dialah pendiri dinasti Mesir yang keturunannya memerintah Mesir sampai tahun 1952. Selama masa pemerintahan Muhammad Ali, hubungan interaksi antara Mesir dan eropa berkembang khususnya dalam bidang ekonomi.
Muhammad Ali Pasya membuka pintu mesir lebar-lebar untuk dimasuki kebudayaan barat. Angkatan bersenjata dimodernisasikan, pasukan Albania yang dinilai lebih loyal kepada usmani dibubarkan tahun 1816 dan kemudian dibentuk pasukan baru yang lebih modern dengan pelitih colonel Stiev (orang Perancis yang telah masuk islam bernama Sulaiman Pasya).
 masa pemerintahan Ismail (1863-1879) renaissance mengenai sastra di Mesir memasuki masanya yang paling berhasil. Ini disebabkan beberapa factor, termasuk perhatian istimewa dari sekolah-sekolah seperti dar Ulum (kampong ilmu pengetahuan) dalam pengajaran bahasa arab.
Renaissance Mesir ini pada jaman pemerintahan Ismail tidak hanya disebabkan oleh sekolah-sekolah tetapi juga disebabkan oleh keinginnannya untuk membuat Mesir sebagai bagian dari eropa. Dia menggunakan uang dengan boros, dan ini disebabkan oleh inisiatifnya agar cabang dari beberapa bank asing dan urusan prdagangan didirikan di Mesir. Kerena Ismail memasukkan Negara kedalam hutang, pengaruh asing berkembang pesat di Mesir, dan menjadi bahan pembicaraan untuk menyerangnya melalui pers. Seorang pemimpin dan pembaharu besar, jamaludin al-Afgani, mendorong pemberontakan melawan kekuasaan asing dan mengarahkan serangannya kepada Ismail melalui pers dalam mempertahankan hak-hak bangsa Mesir. Para pemimpin bangsa Mesir menyalakan api nasionalisme di dalam jiwa rakyat, menggunakan surat kabar-surat kabar nasional seperti surat kabar(the mirror, the east/ mir’ap, al-Sharq), diterbitkan oleh Ibrahim al-Laqqan.
4.Mesir Pasca Perang Dunia Pertama
Akhir perang dunia pertama mendatangkan revival semangat nasionalistik di Mesir yang mencapai titik ulminasi dalam sebuah revolusi tahun 1919. Revolusi ini bertujuan u8ntuk mendapatkan independen Negara Mesir dan pembentukan lembaga konstitusional pemerintah.
Melalui dekelarasi tanggal 28 febuari Ingris memberikan kemerdekaan kepada Mesir dan segera setelah ini Mesir diperbolehkan memasuki liga bangsa-bangsa. Namun demikian, disana masih ada empat buah tuntutan syarat tak terbatas dalam deklarasi: sudan, konsesi-konsesi asingdi Mesir, semuanya ini menjadi penghalang bagi kemajuan Negara. Konstitusi baru tahun 1924 tidak memenuhi(menepati) pengharapan dan aspirasi-aspirasi Bangsa mesir, karena tidak mengambil tindakan pemerintahan demokrasi lebih dahulu.
Alngkah baiknya dalam hal ini menunjukkan bermacam-macam tahapan kamajuan-kemajuan konstitusional:
1.      ini Bembentukan dewan nasional(al-diwan al-wathani) di kairo dan Cabang-cabang provinsi, perancis dan Mesir di dalam dewan ini bekerja bersama-sama dengan kekuatan yang nyata bersandar kepada kekuasaan perancis.
2.      Aspirasi-aspirasi bangsa Mesir untuk memperoleh pemerintahan sendiri mewujudkan dirinya dalam sebuah peranan dimainkan oleh pemuka religious dan pegawai-pegawai pilihan.
3.      Bermacam-macam dewan penasehat didirikan oleh Muhammad Ali dan sebagian kecil dimainkan oleh dewan-dewan ini dalam mengarahkan permasalahan-permasalahan Negara.
4.      Pergerakan-pergerakan konstitusional yang bersifat tambahan selama masa pemerintahan Ismail
a.Sistem kabinet dan tanggung jawab kementerian cabinet yang prinsipil menjadi realita.
b.bermacam-macam dewan dan majelis didirikan selama masa pemerintahan.
            Pada tanggal 2 oktober 1952, dewan produksi nasional didirikan dengan tujuan memajukan kekayaan nasional dan menambah produktivitas dalam lapangan pertanian dan perdagangan, pengawasan pajak dan pelaksanaan proyek-proyek itu.
            Diantara aspek-aspek kemajuan di Mesir Modern, bias disebutkan yaitu perkembangan perhatian pendidikan kaum wanita, aktivitas-aktivitas social penganut perjuangan kaum wanita, pusat-pusat social, undang-undang reformasi tanah, eksploitasi sumber-sumber alam dan dewan nasional.
            Itulah hasil-hasil yang telah dicapai Mesir dalam membangun sebuah peradaban. Bangsa mesir memang telah maju dan menjadi pusat peradaban islam yang telah dikenal dunia. Ilmu pengetahuan mendapatkan lahan yang subur di Mesir, sehingga banyak para ilmuan yang pergi merantau ke Mesir untuk memperdalam ilmu pengetahuan. Di kota ini juga banyak pergerakan-pergerakan yang mempengaruhi dunia islam untuk membebaskan diri dari cengkraman penjajah eropa seperti Inggris dan Perancis.

 

BAB III

PENUTUP


C.Kesimpulan
Kota kairo dibangun pada tanggal 17 sya’ban 358 H/969 M oleh panglima perang dinasti Fatimiyah yang beraliran syi’ah, Jauhar Al-Siqili, atas perintah khalifah Fatimiyah, Al-Mu’izz Lidinillah.
Kota yang terletak di tepi sungai Nil ini mengalami tiga kali masa kejayaan, yaitu pada masa dinasti Fatimiyah, di masa Shalah Ad-Din Al-Ayyubi dan di bawah Baybars dan Al-Nasir pada masa dinasti Mamluk.
Kondisi Mesir dari pertengahan abad ke-18 sampai pasca perang dunia pertama banyak mengalami perubahan baik di bidang ekonomi, politik, social dan budaya. Perubahan tersebut terjadi sejak berkuasanya Bangsa Ottoman sampai renaissance bangsa eropa ke Mesir.
Di akhir abad ke-18 muncul tokoh penting di dalam lapangan politik bangsa Mesir, Ali Bey. Pemerintahan Ali bey merupakan periode yang berarti dalam sejarah Mesir, sebuah periode ketika kekacauan dan ketidak tentraman menguasai.
Ekspedisi bangsa Perancis ke Mesir yang di pimpin oleh Napoleon Bonaparte banyak menghasilkan ide-ide baru dalam membangun peradaban di Mesir. Ide tersebut ialah: system pemerintahan republik yang di dalamnya kepala Negara yang dipilih untuk waktu tertentu, tunduk kepada undang-undang dan dapat dijatuhkan oleh parlemen; ide persamaan artinya persamaan keduddukan dan turut sertanya rakyat dalam pemerintahan; ide kebangsaan.
Akhir perang dunia pertama mendatangkan revival semangat nasionalisme di Mesir yang mencapai titik kulminasi dalam sebuah revolusi tahun 1919. Revolusi ini bertujuan untuk mendapatkan independen Negara Mesir dan pembentukan konstitusional pemerintah.
Tahapan kemajuan konstitusional di Mesir sebagai berikut: pembentukan dewan nasional, aspirasi-aspirasi bangsa mesir memperoleh pemerintahan sendiri mewujudkan dirinya dalam sebuah peranan yang dimainkan oleh pemuka religius, didirikannya bermacam-macam dewan penasehan, pergerakan-pegerakan konstitusional yang bersifat tambahan, dalam revolusi nasional mempunyai dua tujuan penting ; Independen dan konstitusi.
Diantara aspek-aspek kemajuan di mesir modern, bisa disebutkan yaitu perkembangan perhatian pendidikan kaum wanita, aktifitas-aktivfitas social penganut perjuangan kaum wanita, pusat-pusat social, undang-undang revormasi tanah, eksploitasi sumber-sumber alam dan dewan nasional.      

DAFTAR PUSTAK


[1] Nourouzzaman shiddiqi, Sejarah modern, Mesir, Syiria, Afika Utara dan Arabia (Yogyakarta: Matahari  Masa, 1980), hlm.1.
[2] A.Mukti Ali dkk. (Ed), Ensiklopedi Islam di Indonesia, jilid 2, (Jakarta: departemen Agama RI, 1998), hlm.464.
[3] Philip K. Hitti, op.cit, hlm.114.
[4] Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam,(Yogyakarta: LESFI,2002), hlm.299.
[5] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam,(Yogyakarta: Kota Kembang,1997), hlm.352.
[6] Nasution,Pembaharuan Dalam Islam, hlm.30.



No comments:

Post a Comment

Post Terbaru

  الطريقة   المادة الترتيب (أقوم أمام الباب قائلا)   إلقاء السّلام ...