Penulis : Rahmad F
A.
Definisi
kepemimpinan
Para peneliti biasanya mendefinisikan kepemimpinan
menurut pandangan pribadi mereka, serta aspek-aspek fenomenal dari kepentingan
yang paling baik bagi para pakar yang bersangkutan. Bahkan Stogdil membuat
kesimpulan bahwa: there are almost as
many definitions of leadership as there are persons who have attempted to
define the concept. Kepemimpinan diterjemahkan kedalam istilah:
sifat-sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola
interaksi, hubungan kerjasama antar peran, kedudukan dari satu jabatan
administrative, dan persepsi dari lain-lain tentang legitimasi pengaruh.
Dalam suatu definisi terkandung suatu makna atau
nilai-nilai yang dapat dikembangkan lebih jauh, sehingga dari suatu definisi
dapat diperoleh suatu pengertian yang jelas dan menyeluruh tentang sesuatu.
Satu diantara definisi kepemimpinan yang bermacam-macam tersebut, mengemukakan:
“leadership is
interpersonal influence exercise in a situation,and directed,through the
communication process, toward the attainment of specified goal or goals”
Dari definisi yang berbeda-beda tersebut mengandung
kesamaan asumsi yang bersifat umum, seperti:
a. didalam satu fenomena kelompok melibatkan interaksi
antara dua orang atau lebih.
b. didalam melibatkan proses mempengaruhi, dimana
pengaruh yang sengaja (intentional influence) digunakan oleh pemimpin terhadap
bawahan
B. Kepemimpinan didalam Islam
Manusia
didunia ini diciptakan oleh Yang Maha Kuasa untuk menduduki 2 posisi. Yaitu
menduduki posisi sebagai hamba dan menduduki posisi menjadi khalifah/pemimpin.
Manusia menjadi hamba Allah SWT meliputi 3 perkara, yaitu:
1.
Mengerjakan
semua perintah Allah SWT
2.
Menjauhi
semua yang dilarang/diharamkan Allah SWT
3.
Ridha
(menerima dengan ikhlas) semua hukum-hukum atau ketentuan Allah SWT
Sedangkan kedudukan
manusia sebagai khalifah, mempunyai arti bahwa manusia adalah makhluk yang
paling mulia didunia ini karena dibekali dengan akal pikiran, sehingga manusia
dapat berfikir untuk memimpin, menjaga, dan melestarikan dunia. Hal itu sesuai
dengan firman Allah SWT QS. Al-Baqarah:30, sebagai berikut:
“ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”
Firman tersebut,
adalah menunjuk pada penciptaan Nabi Adam dan anak cucunya yang disebut manusia
dan dibebani tugas untuk memakmurkan bumi. Tugas yang disandangnya itu
menempatkan setiap manusia sebagai pemimpin yang menyentuh dua hal penting
dalam kehidupan dimuka bumi. Tugas pertama adalah menyeru dan menyuruh orang
lain berbuat amar makruf. Sedang tugas yang kedua adalah melarang dan menyeru
orang lain untuk meninggalkan perbuatan mungkar.
Manusia yang
diciptakan sebagai khalifah atau pengganti merupakan makhluk yang mewakili
Allah SWT dan melaksanakan kepemimpinan melalui kegiatan-kegiatan yang
diridhoi-Nya. Untuk melaksanakan tugas yang mulia, namun sangat berat itu
difirmankan Allah SWT dalam QS. Al-A’raf:69, yaitu:
“dan
ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai
pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh”
Firman tersebut
menunjukkan bahwa perbuatan manusia yang disebut kepemimpinan tidak lepas dari
perhatian dan penilaian Allah SWT. Oleh karena itu, secara spiritual
kepemimpinan harus diartikan sebagai kemampuan melaksanakan perintah dan
meninggalkan larangan-Nya, baik secara bersama-sama maupun perseorangan.
Manusia sebagai pemimpin hanya akan diridhai jika kepemimpinannya dilaksanakan
sesuai dengan kehendak-Nya, sebagaimana secara sempurna telah dilakukan oleh
Rasulullah SAW dalam memimpin umat Islam baik dizamannya maupun hingga akhir
zaman kelak.
Sedangkan dari sisi
lain dari dimensi spiritual, yaitu dari dimensi empiris, kepemimpinan merupakan
proses yang berisi rangkaian kegiatan yang saling mempengaruhi,
berkesinambungan dan terarah pada suatu tujuan. Rangkaian kegiatan itu berwujud
kemampuan mempengaruhi dan mengarahkan perasaan dan pikiran orang lain, agar
bersedia melakukan sesuatu yang diinginkan pemimpin dan terarah pada tujuan
yang telah disepakati bersama.
Seseorang yang
menduduki posisi/jabatan pemimpin, dalam kenyataannya mungkin saja menunjukkan
gejala ketidakmampuan mewujudkan kepemimpinan. Dengan kata lian, tidak semua
Kepala atau Ketua dan sejenisnya mampu memimpin, karena tidak memiliki
kemampuan mempengaruhi dan mengarahkan orang lain agar bersedia melakukan
sesuatu yang diinginkannya. Sebaliknya banyak pula ditemui orang yang memiliki
kemampuan memimpin, namun tidak memperoleh kesempatan untuk menduduki posisi/
jabatan kepala atau ketua atau sejenisnya. Apabila keadaan seperti itu terjadi
disuatu lingkungan berupa tidak berfungsinya seorang pemimpin formal dan
peranannya diambil alih atau dijalankan oleh orang lain, maka berarti tampillah
seorang pemimpin informal. Pemimpin tersebut, tanpa diangkat atau ditunjuk oleh
suatu kekuatan atau kekuasaan tertentu, ternyata diakui, diterima, dipatuhi
kepemimpinannya oleh sejumlah orang lain dilingkungannya. Dilingkungan ummat
Islam pada umumnya ulama merupakan pemimpin informal, yang diakui dan diterima
ummat Islam kepemimpinnya tanpa batas waktu tertentu.
Kepemimpinan dalam
Islam dimaksudkan sebagai kemampuan mendorong terwujudnya kegiatan
tolong-menolong antar sesama saudara seagama, karena pemeluk agama Islam yang
satu bersaudara dengan yang lain,
meskipun berbeda suku, bangsa atau keturunannya. Kegiatan tolong-menolong
dimaksudkan adalah dalam berbuat amal kebaikan. Sehubungan dengan itu berfirman
Allah SWT dalam QS. Al-Maidah:2 yaitu:
“dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”
Demikianlah seharusnya yang dilaksanakan para pemimpin
yang beragama Islam, baik yang memimpin bidang keagamaan maupun dibidang umum
termasuk pemerintahan. Kepemimpinan yang dilaksanakan dilingkungan suatu organisasi/kelompok yang memiliki nggota
secara definitif yang terdiri dari pemeluk agama Islam, justru harus
menempatkan maksud Allah SWT tersebut diatas sebagai tugas pokok, kewajiban dan
tanggung jawabnya.
Dilingkungan ummat Islam setiap pemimpin memikul
kewajiban dan tanggung jawab menciptakan dan membina hubungan manusiawi yang
efektif, tidk saja dalam keagamaan, namun dalam semua bidang kehidupan. Upaya
mewujudkan tanggung jawab itu semakin penting niai dan artinya, jika dilakukan
oleh seorang pemimpin berdasarkan kesadaran bahwa ummat Islam bersaudara antara
yang satu dengan yang lainnya. Semua ummat Islam yang berkesempatan menjadi
pemimpin, patut menyadari bahwa jabatan yang baik itu, merupakan karunia,
titipan dan pinjaman dari Allah SWT. Pada suatu saat karunia-Nya itu akan
diambil kembali, sehingga sungguh-sungguh sangat merugi jika tidak dimanfaatkan
untuk diri-sendiri dan dalam mendorong orang lain, agar semakin bertaqwa.
Berhubungan dengan kepribadian, seorang pemimpin
memiliki kepribadian yang tercermin dalam sikap dan perilakunya dalam
melaksanakan kepemipinannya yang didalam kepribadiannya terdapat unsure
keimanan yang tinggi kepada Allah SWT. Pemimpin yang demikin merupakan orang
yang berada pada ridha Allah SWT yang akan menerima ganjaran lebih baik dari
segala sesuatu yang pernah dikerjakan dalam memimpin.
Pola kepribadian seorang pemimpin yang efektif, harus
relevan dengan seluruh atau sebagian besar dari sifat-sifat didalam kepribadian
anggota organisasinya. Relevansi itu merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam
usahanya dalam mempengaruhi anggota organisasinya agar berbuat sesuatu yang
terarah pada tujuan bersama. Dalam ajaran Islam berarti mampu mempengaruhi
anggota organisasinya agar berbuat kebajikan, baik secara perseorangan maupun
melalui kerja sama yamg efektif. Dengan kata lain, penyesuaian kepribadian
antara pemimpin dan anggota organisasi akan berlangsung efektif bilamana kedua
belah pihak mendasari dengan keimanan yang tinggi kepada Allah SWT.
Disisi lain ternyata juga bahwa kepribadian dengan
sifat-sifat dasar yang dimiliki pemimpin, hanya akan terwujud menjadi perilaku
kepemimpinan yang efektif, apabila didorong oleh suatu motivasi yang kuat. Bagi
ummat Islam, keimanan yang tinggi sebagai dasar kepribadian, bilamana didorong
oleh motivasi mencari ridho Allah SWt yang kuat, maka akan menghasilkan
perilaku kepemipinan yang berisi perbuatan amal kebajikan. Motivasi yang
terkuat dalam kepemimpinan menurut ajaran Islam , tidak ada yang lain selain
untuk memperoleh ridha Allah SWT, yang hanya dimiliki oleh seorang pemimpin
yang didalam kepribadiannya memiliki unsur berupa ketaqwaan pada Allah SWT.
Setiap pemimpin sebagai individu, untuk mewujudkan
kepemimpinan yang efektif dan diridhai Allah SWT dengan kepribadiannya sebagai
roang yang beriman harus menampilkan sikap dan perilaku sebagai berikut:
1.
Mencintai kebenaran dan hanya
takut kepada Allah SWT.
2.
Dapat dipercaya, bersedia dan
mampu mempercayai orang lain.
3.
Memiliki kemampuan dalam
bidangnya dan berpandangan luas didasari kecerdasan yang memadai.
4.
Senang bergaul, ramah tamah,
suka menolong dan memberi petunjuk serta terbuka pada kritik orang lain.
5.
Memiliki semangat untuk maju,
semangat pengabdian dan kesetiakawanan, serta kreatif dan penuh inisiatif.
6.
Bertanggung jawab dalam
mengambil keputusan dan konsekuen, berdisiplin serta bijaksana dan
melaksanakanannya.
7.
Aktif memelihara kesehatan
jasmani dan rohani.
Berhubungan dengan kepribadian seorang pemimpin, salah
satu unsur pemimpin memiliki kepribadian yang baik yaitu, pemimpin harus
mengetahui semua jenis kebutuhan manusia dalam menjalankan dan menjalani hidup
dan kehidupannya. Untuk itu, kebutuhan manusia dapat dirinci jenisnya sebagai
berikut:
1.
Kebutuhan Fisik (Jasmaniah)
a.
Kebutuhan makan dan minum
b.
Kebutuhan sandang dan papan
c.
Kebutuhan seks untuk meneruskan
keturunannya
d.
Kebutuhan akan udara dan
istirahat yang cukup
e.
Kebutuhan melakukan aktivitas
berupa bekerja, bermain, olah raga dan lain sebagainya.
2.
Kebutuhan Psikologis (Rohaniah)
a.
Kebutuhan rasa aman dan
terbebas dari rasa takut
b.
Kebutuhan pada kepastian dan
jaminan masa depan
c.
Kebutuhan sosial berupa
perasaan diakui, diterima, dihormati dan dihargai keberadaan diri dalam
kehidupan bersama.
3.
Kebutuhan Spiritual
Kebutuhan ini berbentuk perasaan mendapatkan
perlindungan dari Yang Maha Kuat, Maha Kuasa dan Maha Penyayang. Orang-orang
yang tidak mendapat petunjuk, dengan kebodohan tapi juga kesombongan, dalam
memenuhi kebutuhan ini, memilih matahari, api, pohon, gunung, patung, kuburan,
dewa dan lain-lainnya menjadi perlindungan. Selain itu ada pula yang
mempertuhankan diri sendiri dengan hanya yakin dan percaya dengan akalnya dan
menyatakan Tuhan tidak ada, pertanda kesombongan yang sudah di luar batas.
Orangorang itu mengira, satu-satunya kekuatan untuk menguasai alam semesta
adalah akalnya atau dirinya sendiri.
Berbeda keadaan dengan orang yang mendapat petunjuk yang
dalam memenuhi kebutuhan ini di hatinya memperoleh nikmat iman dan ketaqwaan,
sehingga hanya mencari perlindungan kepada Allah SWT.
C. Mencari yang dapat diteladani dari kepemimpinan
Rasulullah SAW.
Kenyataan
utama dalam kepribadian Nabi besar Muhammad SAW, sebagai manusia yang
kepimimpinannya patut diteladani adalah ketangguhan beliau untuk menjadi
pribadi yang tidak dipengaruhi keadaan masyarakat disekitarnya yang masih dalam
keadaan jahiliyah. Kepribadian seperti itu merupakan dasar atau landasan yang
kokoh bagi seorang pemimin.karena bermakna juga sebagai seorang yang memiliki
prinsip hidup dan kokoh memegang prinsip itudalam menjalani kehidupannya.
Dari sudut pandangan Islam, kenyataan seperti disebutkan
diatasmerupakan faktor yang harus memperkuat keimanan dengan meyakini bahwa
kepribadian beliaumerupakan karunia Allah SWT. Dengan kata lain Allah SWT memberikan perlindungan kepada
beliau, sehingga tidak menjadi orang dewasa yang sama kepribadiannya dengan
orang-orang jahiliyah disekitarnya. Rasulullah SAW memiliki memiliki
kepribadian yang terpuji, selain itu juga beliau memiliki sifat-sifat wajib yang
dapat dicontoh dan diteladani oleh seorang pemimpin,sifat-sifat wajib itu
sebagai berikut:
1. Siddiq(benar)
Sifat ini berarti Rasulullah mencintai dan berpihak
kepada kebenaran yang datangnya dari Allah SWT, sehingga seluruh pikiran,sikap,
emosi yang ditampilkan dalam perilaku,ucapan dan diamnya beliau merupakan
sesuatu yang pasti benar.
2. Amanah(terpercaya)
Sifat ini berarti Rasulullah dapat dipercaya, karena
mampu memelihara kepercayaan dengan merahasiakan sesuatu yang harus
dirahasiakan dan sebaliknya selalu mampu menyampaikan sesuatu yang harus
disampaikan.
3.Tabligh(menyampaikan)
Sifat ini sejalan dengan sifat amanah,meskipun yang
dimaksud terutama sekali bukan terpercaya, tetapi kemampuan dalam menyampaikan
atau mendakwahkan wahyu Allah SWT. Dengan demikian semua wahyu yang disampaikan
menjadi pedoman dalam kehidupan beliau.
4.fatanah(pandai)
Sifat ini berarti Allah SWT pasti membekali Rasulullah
dengan tingkat kecerdasan yang tinggi,kecerdasan itutidak hanya diperlukan
untuk memahami dan menjelaskan wahyu, akan tetapi karena beliau mendapat
kepercayaan untuk memimpin umat.
5.Maksum(bebas
dari dosa)
Sifat ini berarti Rasulullah SAW merupakan seseorang
yang bersifat mulia, yang tidak dapat dan tidak mungkin ditipuoleh setan.
Dengan demikian beliau merupakan orang yang paling sempurna dalam menjalankan
perintah dan menjauhi larangan dari Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Nawawi Hadari. kepemimpinan
menurut islam. Gadjah mada university press,Yogyakarta, 2001.
Sumidjo Wahjo. Kepemimpinan
Kepala Sekolah, Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2003
No comments:
Post a Comment